"Ya! Apa yang Mbak nilai menyakitkan dan merugikan tersebut, pasti akan dibalas-Nya dengan kebaikan, khususnya kebaikan bagi diri Mbak pribadi!"
"Benarkah demikian?"
"Tergantung pada iman masing-masing, sih! Mbak pernah tidak melihat seorang nenek yang sedang menyulam?"
"Iya, kebetulan nenek saya gemar dan pandai menyulam taplak meja. Saat masih kecil, saya sering melihatnya!"
"Nah, ketika Mbak melihat hasil sulaman itu dari atas, bagaimana? Ketika setengah jadi, misalnya, bunga-bunga dengan warna-warni sudah siap dinikmati, kan? Namun, bagaimana jika kita intip dari bawah? Tampak sekali bahwa benang-benang itu begitu rumit dan tidak beraturan!"
"Iya, benar sekali!"
"Demikianlah apa yang dikerjakan Allah, Mbak! Kacamata-Nya begitu jeli dan njelimet merenda dan menyulam masa depan kita! Pasti segalanya akan indah pada waktunya!"
"Oh ....!" aku yang tidak pernah memikirkan hal itu terperangah.Â
Sopir ini masih tampak muda, tetapi pemikirannya sangat jauh melampaui perkiraanku. Tanpa terasa perjalanan melewati tol yang seharusnya dua jam bisa terpotong setengahnya. Satu jam sudah masuk kota. Apalagi hari masih sangat pagi sehingga masih ada kesempatan untuk ini itu. Misalnya kalau mau makan pagi pun masih bisa.
***
Tak terasa, kami sudah sampai di bandara tanpa kendala. Banyak bersyukur aku memperoleh pencerahan sehingga bisa menjadi bekal perjalananku selanjutnya. Paling tidak secara psikis aku sudah memaafkan mereka yang membuatku sakit hati dan berupaya untuk melupakan apa yang dilakukannya terhadapku.