"Ya, Allah ... Mas! Saya enggak enak, lah! Jangan begitu! Saya tetap tidak setuju!" aku kekeuh mempertahankan argumen karena sebagai konsumen aku yang menggunakan jasanya layak memberi harga sesuai standar setidaknya.
Waktu, tenaga, dana ... yang dia keluarkan berupa pembelian bensin dan membayar e-tol pun harus aku hargai! Jadi, mana bisa aku menyetujuinya? Aku bukan orang yang gemar memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan! Aku juga orangnya tidak tegaan, loh! Memanusiakan manusia adalah tujuan dan prioritas utama sebagai makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna, kan?Â
"Ngomong-omong ... Mbak mau ke mana ini? Kenapa sepagi ini juga?"
"Hmm ... saya sedang mengalami masalah besar, Mas. Jadi, mau nggak mau harus pergi secepatnya!"
"Masalah itu ... menurut saya, masa mendekat Allah, kok, Mbak! Dengan adanya masalah, kita makin dewasa dan makin bijak. Jangan pernah menggerutu dan menyerah, hadapilah dengan santai karena Allah sedang merenda masa depan kita dengan lebih baik!"
Aku cuma mengangguk perlahan, tetapi tak urung air mata pun menetes kembali. Mata yang sudah sembab ini berair kembali tanpa kukomando.
"Menangis itu wajar, kok. Menangislah, air  mata kita akan berubah menjadi permata di tangan Allah, jika kita menerima segala ketentuan-Nya dengan sabar, tawakal, dan ikhlas. Bagaikan seorang petani, ada saat di mana ia harus berurai air mata, berlelah-lelah, tetapi jangan khawatir ... pasti akan ada juga masa menuai. Barangsiapa menabur dengan penuh air mata, ia akan menuai dengan tertawa, bukan?"
Ah, kalimat yang diungkapkan sopir ini begitu lembut, bijak, dan bagaikan embun yang membasahi tanah gersang saja. Mungkin, inilah penghiburan yang dijanjikan Allah itu. Aku yakin, tidak dibiarkannya aku sendirian dalam meniti jalan hidup yang terjal berliku ini. Bila kemarin kudengar kalimat yang menyayat dan berhasil menohok jantungku, kini Allah mengirimkan malaikat tanpa sayap untuk mendinginkannya.
"Bagaimana? Apa Mbak percaya? Allah itu selalu melihat dan mendengar keluh kesah kita sekalipun tak ada orang yang tahu. Allah pun memberikan suka dan duka demikian seimbang, loh! Kalau hari ini Mbak lagi diuji dengan soal berupa dukacita atau dukalara, pasti akan ada hadiah berupa sebaliknya. Kebahagiaan dan kesukacitaan akan menanti Mbak, asal ...."
"Asal apa, Mas?"
"Asal Mbak mengimani bahwa otoritas-Nya itu demi kebahagiaan umat-Nya. Jangan berprasangka buruk kepada Allah, Mbak!"
"Oh, walaupun peristiwa itu sangat menyakitkan dan merugikan?"