Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 173 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gelegar Halilintar Tengah Hari

8 Januari 2025   14:41 Diperbarui: 8 Januari 2025   23:05 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namaku Rahma, lengkapnya Rahmawati Putri. Sulung dari sepasang suami istri yang berprofesi sebagai guru sekolah dasar. Ayahku mengajar di sekolah swasta berbasis agama, sementara ibuku di sekolah negeri. Mereka sama-sama sebagai pegawai negeri sipil. Ayahku berstatus PNS diperbantukan -- disebut dpk. -- sehingga tempat dinasnya berada di sekolah swasta.

Sebenarnya, aku mempunyai dua orang adik. Namun, adik lelaki yang lahir tepat tiga tahun setelah aku, meninggal saat masih berusia beberapa hari. Katanya ada kelainan dengan rongga mulut sehingga tidak bisa menyusu dengan baik. Setelah itu orang tuaku memiliki seorang momongan lagi, dinamai Rahmi Rahayu, adik bungsuku si jelita itu.

Ia lahir ketika aku berusia hampir delapan tahun. Saat aku masih duduk di kelas 3 sekolah dasar. Tentu saja saat itu aku merasa sangat senang karena kupikir  bakal mempunyai teman bermain dan bercanda.  Dengan bangga aku sambut adik bayi cantik itu sambil mengucap syukur berkali-kali. Jelas, kalau aku sangat menyayanginya.

Ketika masih kanak-kanak, Rahmi gemar sekali meminta barang-barang pribadi yang kusukai. Misalnya saja jepit rambut lucu, bando, tas, atau beberapa mainanku. Bagaimanapun, aku harus bisa berbagi dengannya karena kebahagiaannya adalah kebahagiaanku juga. Jadi, mau tak mau aku harus merelakan barang-barang itu menjadi miliknya. Tujuannya, agar dia tidak menangis bahkan hingga tantrum segala. Apalagi karena ibu pun mendidik agar kami senantiasa rukun dan mengutamakan kebersamaan dalam segala hal. Tampak sekali, bukan ... kalau keluarga ini sangat menyayangi, bahkan cenderung memanjakan si bungsu itu?

Lalu ... salahkah kalau aku  merasa iri kepadanya? Wajar, kan? Namun, perasaan tersebut kupendam dalam-dalam di dalam sanubariku, tidak aku beri ruang sama sekali sehingga tampak baik-baik saja. Fakta yang ada, rupanya seperti isi magma di perut bumi yang mendorong-dorong, menunggu saat tepat saja untuk meletup. Bahkan bisa jadi hingga meletus sepuasnya!

***

"Oh, ya ... Allah! Mengapa aku selalu harus mengalah? Kalau barang-barang remeh temeh, aku selalu bisa merelakan untuk dia miliki, tetapi kali ini ... sungguh keterlaluan sekali!" batinku merintih.

"Mau bagaimana lagi, Mbak? Nasi sudah menjadi bubur. Lagi pula harusnya Mbak juga dengan pria yang lebih dewasa daripada saya. Mbak sudah 27 tahun, sementara saya masih 24 tahun. Tidak layak kalau wanita berusia lebih tua dari lelakinya, 'kan? Sementara, Dik Rahmi 'kan masih 19 tahun!"

Rasanya ingin kutampar wajah tampan Rony atas ucapan yang sangat menohok itu. Namun, ragaku gemetar, sendi-sendiku melemas seketika, dan lidahku kelu untuk memberikan jawaban logis kepadanya.

"Kalau memang gegara faktor usia, mengapa selama setahun berjalan denganku tidak pernah dikemukakannya?" batinku merintih. 

"Mengapa baru sekarang hal itu dikemukakan?" sekali lagi aku mengeluh di dalam hati. Namun, mulut ini serasa terkunci mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun