Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 30 judul, antologi berbagai genre 176 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bukti Empati (part 6)

6 Desember 2024   09:53 Diperbarui: 6 Desember 2024   09:56 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukti Empati  

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

"Suster, bolehkah Angel curhat?"

"Bisa, Sayang. Yuk, ikut ke ruang BK saja."

"Tidak, Suster. Jangan di sana."

"Oh, ya, sudah. Mari ke kantor susteran saja."

***  

"Oh, jadi begitu. Ya, sudah. Nanti akan kami carikan solusi cerdas yang tidak mudah dibaca olehnya. Sekarang, kembalilah ke kelas. Rupanya sebentar lagi bel masuk segera berbunyi," usir halus sang suster sambil melirik arloji di pergelangan tangan kiri.

Ada kelegaan tersendiri. Angel merasa telah berhasil menceritakan kondisi Angi yang selama ini mungkin saja disembunyikan di hadapan Suster Kepala karena alasan tertentu. Karena itu, Angel membuka agar sahabatnya itu memperoleh solusi untuk tinggal di tempat nyaman.

Sebenarnya, bukan karena keberatan nebeng di tempat indekosnya, melainkan karena lebih ke keselamatan jiwa, rohani, atau psikologis sahabatnya itu. Bagaimana pun tempat tinggal pasti akan berpengaruh terhadap prestasi dan pemikiran seseorang. Jika Angi memperoleh tempat nyaman dan lingkungan yang mendukung, tentulah menjadi support system sangat bagus bagi masa depannya.  

***

Angi sedang berjalan siang pulang sekolah itu. Sebenarnya, tujuannya hendak ke Senaputra, hendak berlatih tari. Namun, ia urungkan niatnya. Malah berbalik hendak menuju gedung DKM tempat biasa berlatih karate dan bela diri.

Di tengah jalan, ia bertemu Tasya, salah seorang teman baik di sanggar bela diri. Usia Tasya setahun lebih tua, tetapi ia hanya ikut home schooling. Itu karena profesi orang tuanya sebagai anggota TNI harus bolak-balik pindah tugas. Ia merasa lelah pindah-pindah sekolah. Tidak masalah, yang penting ia tetap belajar giat demi mengejar ketertinggalan dan meraih masa depan gemilang. Sama seperti Angi, ia pun ingin bisa kuliah di perguruan tinggi idaman.

"Angi ... kebetulan, nih. Ada kabar baik tentang pekerjaan. Kamu mau nggak?"

"Oh, ya? Mau banget, dong!"

"Ini ... ada kabar dari Bi Imah, katanya teman Bi Imah lagi cari teman untuk membantu di rumah majikannya. Tugasnya merawat pasien yang menderita lumpuh. Mau?"

"Ya, ya ...  mau banget!"

"Baiklah, kukabarkan sekarang agar Bi Imah meneruskan berita gembira ini!"

"Wuaah, terima kasih banyak, Sya! Pucuk dicinta ulam tiba!"

"Iya, Angi, sama-sama. Semoga kamu betah di sana dan memperoleh gaji sesuai keinginanmu!"

"Tapi ... gimana dengan sekolahku, Sya?"

"Hmm, entahlah. Yang penting, kamu ke sana saja dulu. Masalah lain-lain, bicarakan dengan mereka! Kalau rezeki kamu, mereka pasti bisa memahami kondisimu, kok!"

"Iya, doakan semoga aku mendapat sesuai keinginan, ya, Sya!"

"Amin."

 ***

Jam istirahat pertama keesokan harinya ....

"Angi ... boleh Suster menyarankan sesuatu?"

"Ya, Suster."

"Karena kamu masih semester dua kelas sepuluh, bagaimana kalau tinggal di susteran saja? Yang pertama, keselamatanmu terjaga karena di luaran sana kita tidak tahu seperti apa kondisinya. Ingat, kejahatan merebak di mana-mana. Kedua, kamu bisa fokus belajar meskipun memang harus ikut membantu di sana-sini."

"Oh, benar begitukah, Suster? Angi akan sangat berterima kasih jika diizinkan seperti itu!"

"Eits, belum selesai, ya! Yang ketiga, khusus buatmu, tidak ada biaya sepeser pun. Hanya, kamu harus membantu menata salah sebuah ruangan yang selama ini dijadikan gudang. Harus kamu sulap menjadi tempat nyaman. Nanti, akan kami pikirkan masalah bed, meja belajar, dan lemarinya. Bagaimana? Apakah kamu sepakat?"

"Inggih, Suster. Saya siap. Kalau begitu ... Angi tidak perlu lagi mencari-cari tempat nebeng dan pekerjaan buat menyambung hidup!"

"Enggak perlu, Nak. Banyak pekerjaan di asrama yang bisa kamu lakukan, kok. Kamu pun tidak perlu ke mana-mana."

"Bagaimana dengan ekstrakurikuler tari dan bela diri, Suster?"

"Jika boleh Suster sarankan, Angi sudah tidak perlu lagi ikut yang seperti itu, 'kan? Saya rasa apa yang selama ini kauperoleh sudah cukup. Kamu tidak akan menjadi penari atau atlet, 'kan? Katanya  mau fokus belajar agar bisa kuliah. Apakah tidak sebaiknya waktumu kau gunakan untuk menambah ilmu agar diterima di perguruan tinggi?"

"Hmm ... sejujurnya, Angi sangat ingin kuliah, Suster. Namun, Angi harus mencari pekerjaan part time agar bisa menabung."

"Kali ini ... belajar sajalah dulu. Sambil kita doakan terus agar Tuhan kasih kesempatan beroleh beasiswa. Bagaimana?"  

"Begitu, ya ... Suster?"

"Iya. Kamu bisa segera mempersiapkan diri untuk bebersih dan beres-beres gudang. Nanti bisa minta bantuan Pak Min. Barang-barang yang tidak berguna bisa dicarikan solusi, apakah dirombeng atau dikemanakan."

"Baik, Suster."
***

"Ya, Allah ... kasihan banget sih, anak ini!" dengan suara menahan tangis,
Inge menunjukkan tayangan instagram kepada teman-temannya.

Tayangan itu memuat seorang remaja tidur di kemah, di makam ibu kandung karena diusir oleh ibu tirinya.

"Jangan kau kasih lihat ke Angi, please!" cegah Olivia menutup bibir dengan jari telunjuk.

"Nah, 'kan! Dunia ini begitu jahatnya ...," sebut Antonius sang Ketua Kelas.

"Eh, iya. Kudengar Angi pun harus pergi dari rumah saudaranya. Pasti nggak enak banget, ya ... tanpa orang tua!" bisik Joice.

"Iya, berbahagialah kita yang punya orang tua dan bisa membiayai pendidikan kita. Kasihan Angi ... kedua orang tua wafat. Biaya pendidikan untung ditanggung yayasan. Hanya ...." mata Angel menerawang.

"Hanya apa?" sahut Joice.

"Untuk dana hidup sehari-hari, ia harus pontang-panting cari kerjaan, Guys!"
 
"Bagaimana ... kalau kita sisihkan sedikit uang saku buat uang jajan dia?" usul George hati-hati.

"Hmm ... ide bagus, tapi ... sebaiknya jangan ketahuan anaknya! Ntar yang ada malah menambah beban psikologisnya!" kata Angel.

"Iya, setuju. Mari kita galang dengan bisik berantai saja. Nanti tiba-tiba sudah terkumpul baru kita serahkan." Antonius ikut nimbrung.

"Kalau aku ... lebih setuju kita serahkan wali kelas saja. Siapa tahu ada ide dari beliau. Siapa tahu juga ada teman-teman kelas lain yang tergerak berdonasi," saran sang Ketua Kelas.

"Hmm, bagus! Setuju!" Anastasia angkat bicara.

"Aku juga sepakat!" sahut Inge.  

"Ngomong-omong ... ke mana dia?" mata Inge mengedari seluruh kelas dan pelataran saat jam istirahat kedua itu.

"Entahlah ... sejak bel berbunyi, ia sudah menghambur keluar!" George menjawab juga dengan sorot mata nanar mengedar.

 "Oke, diskusi sampai di sini dulu. Jangan keluar ke mana-mana, hei para cewek!" ultimatum sang Ketua Kelas.

"Baik, tapi harus kita tindak lanjuti agar tidak ada teman kita yang ... hmm," Clara yang sedari tadi diam pun urun rembug juga.

"Iya, agenda besar khususnya buat kelas kita."

"Semangat! Demi membantu teman, mewujudkan cinta kasih, empati, dan perhatian!" Olivia menyemangati kawan-kawannya.

"Ditunggu kelanjutan pembicaraan. Baiknya di rumah aku saja, mau, ya? Sambil kita rujakan!" usul Joice.

"Sip, mantap. Jangan ajak dia, Angel! Ini rahasia!" pesan Antonius.

"Iya, paham. Kalau dia tahu, bagaimana? Apa alasan kita?"

"Oh, gampang. Rencana mendaki gunung saja. Dia tidak suka acara petualangan, 'kan?"

"Wah, cocok!" seru teman-teman lain.
***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun