Benar, sekitar tengah malam  Sono dan sang ibu terbiasa berdua mempersiapkan dagangan yang hendak dibawa ibunya ke pasar pada pagi harinya. Sang bunda terbiasa menggunakan moda transportasi becak. Ibu paruh baya tersebut, memiliki komunitas dan langganan tersendiri.
Sambil membawa dua bakul besar yang disebut ebor, tas keranjang, dan beberapa benda lain, sang  ibu akan berangkat berbarengan dengan tetangga, sesama pedagang. Dengan berdua, tentu biaya perjalanan langganan becak itu lebih murah. Tentu saja becak penuh dagangan tersebut berjalan terseok-seok melintas gang perkampungan hingga jalan raya menuju pasar cabang yang cukup terkenal dan ramai pengunjung.
Di kampung tempat mereka tinggal, memang beberapa ibu begitu aktif dan kreatif memberdayakan dirinya. Mereka bekerja sama menjadi pedagang dan mengikuti arisan dengan sangat aktif. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kesejahteraan keluarga pun terpenuhi. Tidak ada anggota masyarakat yang menganggur. Ini sangat bagus untuk dicontoh oleh anggota masyarakat di daerah sekitarnya.
Ketika sang ibu berjualan pagi hingga siang, Sono biasa beristirahat dengan tidur mendengkur tak memedulikan apa pun. Pola hidupnya tampak terbalik, bagaikan hewan nokturnal! Ketika orang sedang tidur, Sono justru bekerja cukup keras. Sementara, ketika masyarakat giat bekerja keras, Sono beristirahat. Tidur begitu pulas!
Menjelang sore, ia terbangun dan melakukan aktivitas. Mendekati pukul delapan hingga pukul sepuluh malam, bahkan tak jarang hingga tengah malam, ia bertugas kulakan, mencari dagangan yang bisa dijual kembali oleh sang bunda. Demikian rutinitasnya setiap hari.
Pemuda lajang tersebut sangat pendiam dan cukup pemalu. Karena itu, tidak pernah terdengar suara, apalagi gurau dan tawanya. Tergolong pemuda yang serius dalam menekuni, menghadapi, dan menghayati hidup yang dirasanya cukup keras. Â Â
***
Berbeda dengan sang kakak yang sedikit pemalu dan pendiam, Widuri lebih agresif. Alih-alih disebut sedikit genit. Gadis usia belasan tahun tersebut, sejak kecil terkenal sebagai perempuan ceria, peramah, dan pandai menari.
Sejak usia taman kanak-kanak, si adik bungsu yang berbakat pada dunia seni tersebut diberi kesempatan untuk mengikuti latihan tari. Kebetulan di kampung sebelah ada seorang guru tari terkenal. Oleh karena itu, saat usia sekolah dasar ia telah menguasai beberapa tarian daerah dan tradisional dengan cukup piawai. Tak heran kalau setiap ada kesempatan, si adik mendapat peluang untuk mempertontonkan kebolehannya itu. Jadi, tak mengherankan kalau nama si adik lebih cemerlang dibanding si sulung.
Paras Widuri yang ayu,  berkulit kuning langsat, berambut hitam legam agak bergelombang dan panjang tergerai, apalagi dihiasi lesung pipi dan gigi gingsul, siapa pun pasti berdecak kagum saat melihatnya pertama kali. Apalagi sikap dan sifatnya pun positif, humble, friendly, care, dan  memiliki kecerdasan sosial dan ingatan yang mengagumkan. Hal itu tampak pada penguasaan gerak tari yang dengan cepat bisa diserapnya.
Gerakan tarinya begitu gemulai, apalagi diiringi dengan senyum, tawa tipis, dan gerak mata memesona. Jika Widuri berada di atas pentas, pastilah para pengagum menikmati sajian tarian yang disuguhkannya. Hanya satu kata yang layak disampaikan padanya: perfeks!