Ya, sudahlah. Wong sudah sampai di sini. Aku ikuti saja alurnya! Mumpung ada liburan semester dan bersambung dengan libur puasa. Maka, ya, sudah. Kuhibur sendiri hatiku agar tidak bergemuruh. Walau jujur, mana bisa, sih, ya? Namanya saja berpenyakit!
Tetiba kulihat sesosok pria. Duniaku serasa berjumpalitan!
"Mas Mawan? Benarkah dia Mas Mawan?" kagetku luar biasa.
Seandainya tidak sedang dalam antrean, pasti akan kukejar. Namun, tidak bisa! Oleh karena itu, terpaksa hanya kulihat dari kejauhan.
***
Aku dan suami sudah lima tahun berumah tangga. Sayangnya, Â masih belum dikaruniai momongan. Kami sudah memeriksakan diri ke ahlinya. Tidak ada masalah dengan kesehatan kami, baik secara umum maupun secara khusus pada organ reproduksi. Entah mengapa hingga enam puluh purnama, kami belum dianugerahi buah hati.
"Sabar, saja ... Sayang. Mungkin, kita sedang dipersiapkan baik secara mental maupun finansial menanti buah hati," hibur suami setiap melihat resahku.
Bagai memperoleh siraman air es, kan? Itulah salah satu yang kukagumi dari suamiku. Bisa banget dia menghibur hati di kala sedih, resah, dan nestapa melanda dalam hidupku ini.
"Bagaimana dengan orang tuamu yang sangat mendambakan cucu, Mas? Sebagai putra semata wayang, tentulah kedua mertuaku itu sangat berharap kita punya momongan!" selidikku.
"Tenang saja. Mereka pasangan agamais, loh! Pasti tidak akan menyalahkan kita karena tahu bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. Kau lupa?" Â
Sekali lagi ... hati ini begitu nyaman mendengar ucapan penghiburan dari mulutnya.