Wah, luar biasa enaknya. Masakan itu untuk menggantikan energi yang terkuras karena melahirkan sehingga cepat pulih seperti sediakala.
Saat sulungku berusia satu tahun dan masih mengonsumsi ASI, tiba-tiba saja dia rewel. Aku tidak paham apa maksudnya karena dia belum pandai berbicara. Karena itu, ASI pun ditambah dengan susu formula.
Sulung ini benar-benar dimanjakan oleh ayahnya. Aku dibelikannya alat penggiling makanan bayi produk luar negeri karena saat itu belum ada blender. Maka, makanan bayi yang kami buat dengan sistem digiling menggunakan alat steinless manual itu sangat berkualitas. Alat ini sangat membantu tugasku sebagai ibu muda, sementara sulung pun tumbuh kembangnya lumayan bagus.
Ketika Sulung berusia lima belas bulan, aku jatuh sakit. Kepalaku pusing luar biasa hingga aku tidak mampu bangun. Ternyata, aku hamil anak kedua. Ini benar-benar tidak kusadari. Dalam bahasa Jawa, kesundulan. Artinya, bayi berusia tujuh bulan, ibunya hamil empat bulan. Sementara, yang terjadi padaku, balitaku masih berusia setahun aku mulai hamil lagi.
Padahal, kuliahku pun belum selesai. Ya, sudahlah. Akhirnya, aku menerima kehadiran putra kedua dengan senang hati dan berharap diberi-Nya cewek. Kasihan jika ada perasaan tidak dikehendaki, bukan? Namun, sayang aku terlambat mengetahuinya. Trimester pertama, saat keemasan pembentukan otak dan kecerdasan telah terlewatkan.
Jika sedang hamil, aku meminta suamiku memperhatikan pola makananku dengan lebih istimewa karena mempersiapkan janin agar pertumbuhannya maksimal. Artinya, dana untuk belanja makanan "Empat Sehat Lima Sempurna" harus dilebihkan. khusus untukku.
Saat kehamilan putra kedua ini, kami sudah berumah sendiri, mengontrak jauh dari mertua. Karena itu, dua hari sekali pasti suami memesan lauk seafood dari ibunya, khusus untukku.
Pada kehamilan anak kedua ini, kondisi kesehatanku sangat prima. Aku masih melanjutkan kuliahku yang belum selesai, mengikuti program baru (S-1) dengan mata kuliah drama sebagai matakuliah minor. Karena itulah, saat hamil besar, aku harus tampil bermain peran. Sayangnya, aku tidak memperoleh naskah drama dengan pelaku bumil sehingga kelulusanku ditangguhkan. Aku harus mengikuti semester berikutnya meskipun hanya mengambil satu matakuliah: drama!
Ritual mengepel lantai dengan cara merangkak, jalan-jalan pagi, masih tetap aku ikuti sebagaimana kehamilan si Sulung. Demikian juga penggunaan resep kuno dari orang tua: konsumsi lengo projol seperti kehamilan Sulung dahulu.
Beruntungnya, ada satu keluarga (ibu dan dua anak perempuannya) yang ikut keluarga kami sehingga urusan pengasuhan Sulung ada di tangan saudara suami tersebut. Jadi, ada enam kepala dalam keluarga kami. Tiga orang dewasa, satu praremaja, dan dua balita sekitar dua tahunan. Usia sulungku dengan anak kedua saudara suamiku ini hanya terpaut beberapa bulan saja.
Jika persalinan si Sulung dahulu ditandai dengan pecahnya air ketuban, tidak demikian dengan anak kedua ini. Usia kandunganku sudah lebih dari sembilan bulan, memasuki bulan kesepuluh. Perutku tampak besar sekali. Demikian juga berat badanku, naik melebihi target. Namun, saat kontrol terakhir, semuanya baik-baik saja.
Sepulang jalan-jalan pagi, sekitar pukul 06.00, suami siap-siap hendak ke kantor. Tiba-tiba, saat di kamar kecil, ada flek di baju dalamku. Beberapa saat kemudian, ada sedikit darah seperti menstruasi. Karena tidak enak hati, siang itu aku minta diantar suami untuk siap-siap opname di rumah sakit. Tidak ada rasa sakit sama sekali. Keluhannya hanya sedikit pendarahan saja.
Rumah sakit dan perawat hingga dokternya kami kenal dengan baik. Karena itu, mereka memintaku untuk tinggal saja daripada bolak-balik menggunakan sepeda motor. Mereka membebaskan biaya kamar. Beruntung sekali, bukan? Tuhan sedemikian baiknya kepada kami. Bahkan, sejak kelahiran Sulung, dokternya pun gratis!