"Ya, mesti wae4. Itu kucing milik Embah! Kalau kamu siksa, ya Embah marah! Ngerti?" sambung Mas Oka.
"Ma, Iko boleh piara kucing nggak, Ma?" tanya Mas Iko kepada Mama.
"Nggak usahlah, Nak. 'Kan si Embah Putri sudah punya kucing, tuh. Kalau kamu cuma pingin nggendong, 'kan masih bisa, pinjam kucing Embah?" jawab Mama santai.
"Iya, lagian yang memberi makan siapa? Kucing itu makanannya gampang-gampang susah, loh! Apalagi kucing persia dan anggora. Biaya perawatannya mahal! Apalagi harus rutin dibawa ke dokter hewan!" seru Papa menimpali.
"Kucing kampung saja kok, Pa! Nanti makanannya minta Embah, biar dibawakan kepala ikan dari pasar tiap hari!" dalih si putra tengah tampan itu.
"Laaahh, ... kelinci yang mencarikan makanan si Embah, mau piara kucing juga makanannya minta Embah! Kok jadi membebani Embah, gitu?" sela Mama.
"'Kan Embah nggak beli Ma, tinggal membawakan saja. Katanya Embah biasa meminta teman-teman sesama pedagang. Nggak berat, 'kan Ma?" sanggahnya.
"Kalau mau piara hewan, harus tanggung jawab, dong! Mulai menyiapkan makanan, kandang, membersihkan hewan tersebut dengan kandangnya juga. Jangan melimpahkan ke orang lain. Ya, harus belajar bertanggung jawab sendiri! Bisa nggak?" dalih Mama.
"Sementara, belajar memelihara kelinci saja dulu. Nanti, kalau rumah kita luas, kita akan memelihara ayam saja. Bukan hanya telurnya, melainkan juga bisa disembelih buat lauk, bagaimana?" timpal Papa.
"Nah, kalau itu aku setuju! Sekalian mau piara ikan mujaer, bagaimana? Sekalian menanam kangkung di atasnya!" usul Mama.
"Boleh! Nanti kita minta Om Nur bikinkan kolam terpal saja!" Â jawab Papa senang.