Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 30 judul, antologi berbagai genre 175 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Belajar Bertanggung Jawab

14 Oktober 2024   19:31 Diperbarui: 14 Oktober 2024   19:57 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Belajar Bertanggung Jawab 
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Ketiga jagoan kami tampak begitu senang ketika Jumat pulang sekolah. Pasalnya, Sabtu besok tanggalan merah sehingga sekolah mendapat libur dua hari berturut-turut. Nah, kalau Sabtu libur begitu, Papa pasti menjanjikan dan mengajak untuk berwisata. Tidak perlu jauh, tetapi cukup wisata dalam kota saja, yang penting bisa refreshing bersama keluarga.

Dengan memenuhi janji dan keinginan anak-anak, diharapkan anak-anak menjadi taat dan patuh melakukan apa permintaan orang tua. Biasalah, orang tua selalu berharap anak-anak rajin belajar, tidak banyak main di luar rumah, tetapi mau membantu pekerjaan di rumah. Karena itu, mereka memiliki jadwal piket untuk membantu Papa Mama, seperti menyapu lantai, mengelap perabotan, dan menata buku-buku di tiga meja belajar. Juga merapikan permainan yang selesai digunakan ke tempat semula sehingga rumah tidak berantakan.

Si sulung, Mas Oka, sudah mempersiapkan kamera Papanya. Dia berumur 10 tahun. Sementara adiknya, Mas Iko,  hanya terpaut 20 bulan saja, jadi berusia 8 tahun. Sedangkan si kecil, Dik Oki, masih berumur 3 tahun. Namun, karena kegembiraan dan keceriaan kedua kakaknya, dia pun ikut-ikutan senang.  

"Besok kita boleh berenang, ya Ma?" tanya Mas Iko.

"Boleh, makanya harus siapkan apa, hayo?"

"Handuk, Ma!" jawab Mas Iko.

"Baju ganti, Ma!" jawab Mas Oka.

"Nah, pinter! Bisa menyiapkannya sendiri, 'kan?"

"Bisa. Handuknya bawa yang kecil atau tanggung, Ma?" Mas Oka bertanya sambil beranjak ke keranjang tempat handuk bersih.

"Dua yang tanggung saja, Mas. Bawakan juga satu yang kecil, kalau-kalau Dik Oki ikutan masuk kolam!"

"Siap, Ma!"

***

Hari Sabtu pagi, Mas Oka dan Mas Iko sudah siap dengan bawaan masing-masing. Mama dibantu Budhe yang selama ini menjadi ART menyiapkan bekal makanan dan minuman. Papa membantu mengurus Dik Oki untuk mandi dan mempersiapkan segala sesuatunya. Setelah beres, segera mempersiapkan dua sepeda motor. Papa membonceng Dik Oki dan Mas Oka di jok paling belakang sambil merangkul si bungsu. Sedangkan Mama memboncengkan Mas Iko. Keluarga kami belum memiliki kendaraan roda empat, tetapi dengan dua kendaraan roda dua pun teratasi wisata kota murah meriah itu.

Setelah puas bermain semua wahana di Taman Rekreasi Senaputra, Papa mengajak sekalian ke Pasar Hewan dan Pasar Bunga yang tidak jauh dari tempat itu. Cukup berjalan kaki saja, sementara dua sepeda motor masih diparkir di Senaputra termasuk titip tas di pos Satpam. Dengan demikian, mereka berlima cukup berjalan kaki sekitar 200 meter saja.

"Ma, Mama jadi beli anggrek, nggak?" tanya Papa tiba-tiba.

"Bulan depan saja, Pa!" jawab Mama.

"Boleh minta dibelikan kelinci, nggak, Pa?" tanya Mas Oka.

"Boleh, tetapi satu saja, ya! Dipelihara bersama-sama, bagaimana?"

"Boleh, Pa!" jawab Mas Iko.

***

Akhirnya, saat pulang anggota keluarga jadi bertambah, yakni seekor kelinci berbulu putih dan coklat. Kelinci ini cukup besar dan berat. Karena itu, saat pulang posisi Dik Oki berada di depan Papa. Mas Oka membawa keranjang berisi kelinci dipinjami penjualnya.
Sampai di rumah, Om Nur langsung membuatkan kandang dari bambu. Sejak saat itu, ketiga jagoan memelihara kelinci bersama-sama. Makanannya rempesan1 sayuran yang dibawakan Nenek setiap hari karena beliau berjualan di pasar. Jadi, mudah saja beliau meminta teman-teman pedagangnya.

Tak cuma sayur-sayuran dan buah-buahan sisa dari pedagang yang dicarikan Embah dari pasar,  tetapi juga ada makanan kering khusus sebagaimana makanan anjing dan kucing. Karena salah seorang teman kerja Papa memiliki beberapa ekor kelinci piaraan, Papa juga ikut membelikan makanan siap saji buat kelinci anak-anak.

"Dik, ambilkan wortel di keranjang!" perintah Mas Oka kepada si bungsu.

"Ya, ya ... ya," bungsu pun berlari-lari kecil mengambil makanan dan segera menyodorkan sebuah wortel kepada kakaknya.

"Sini, kelincinya diberi makan. Begini caranya!" sambil meminta adiknya memegang wortel ke dekat kandang.

"Cici ... nggak nggigit, 'kan?" celotehnya dengan mata membulat.

"Nggaklah!"  

"Kemayin si Pus nyakal!" lapornya dengan bahasa cadel kepada sulung.

"Makanya, jangan dicengkiwing2. Dia nggak nyaman. Pastilah nyakar dia!" sergah Mas Iko.

"Iya, jangan disiksa! Jangan dipukul!" nasihat Mas Oka buat bungsu yang masih nakal-nakalnya karena masa egosentris itu.

"Nggak boleh jahat sama si Pus, ya ... supaya dia juga nggak jahat! Ngerti ora3?" Mas Iko ikut-ikutan menasihati adiknya yang hanya merespons dengan manggut-manggut saja.

"Embah mayah-mayah ...," sambung bungsu yang masih cadel.

"Ya, mesti wae4. Itu kucing milik Embah! Kalau kamu siksa, ya Embah marah! Ngerti?" sambung Mas Oka.

"Ma, Iko boleh piara kucing nggak, Ma?" tanya Mas Iko kepada Mama.

"Nggak usahlah, Nak. 'Kan si Embah Putri sudah punya kucing, tuh. Kalau kamu cuma pingin nggendong, 'kan masih bisa, pinjam kucing Embah?" jawab Mama santai.

"Iya, lagian yang memberi makan siapa? Kucing itu makanannya gampang-gampang susah, loh! Apalagi kucing persia dan anggora. Biaya perawatannya mahal! Apalagi harus rutin dibawa ke dokter hewan!" seru Papa menimpali.

"Kucing kampung saja kok, Pa! Nanti makanannya minta Embah, biar dibawakan kepala ikan dari pasar tiap hari!" dalih si putra tengah tampan itu.

"Laaahh, ... kelinci yang mencarikan makanan si Embah, mau piara kucing juga makanannya minta Embah! Kok jadi membebani Embah, gitu?" sela Mama.

"'Kan Embah nggak beli Ma, tinggal membawakan saja. Katanya Embah biasa meminta teman-teman sesama pedagang. Nggak berat, 'kan Ma?" sanggahnya.

"Kalau mau piara hewan, harus tanggung jawab, dong! Mulai menyiapkan makanan, kandang, membersihkan hewan tersebut dengan kandangnya juga. Jangan melimpahkan ke orang lain. Ya, harus belajar bertanggung jawab sendiri! Bisa nggak?" dalih Mama.

"Sementara, belajar memelihara kelinci saja dulu. Nanti, kalau rumah kita luas, kita akan memelihara ayam saja. Bukan hanya telurnya, melainkan juga bisa disembelih buat lauk, bagaimana?" timpal Papa.

"Nah, kalau itu aku setuju! Sekalian mau piara ikan mujaer, bagaimana? Sekalian menanam kangkung di atasnya!" usul Mama.

"Boleh! Nanti kita minta Om Nur bikinkan kolam terpal saja!"  jawab Papa senang.

"Horeee ... kita akan piara ikan mujaer, ya? Nanti, kalau beli benih, sekalian Oka dibelikan ikan cupang, dong Pa!"  

"Boleh, apa kamu sudah siapkan botol sedang?" tanya Papa.

"Oh, pakai botol yang seperti gimana?" tanya Mas Oka.

"Nanti kita beli dulu botol bekas di Pasar Comboran, Nak. Bulan depan, bagaimana? Papa siapkan dananya dulu, ya!" usul Papa.

"Baiklah, Pa!"

"Janji, ya ... pertahankan prestasimu di sekolah!"

"Siap, Pa!" kedua jagoan menjawab serentak.  

Demikianlah keseruan ketiga jagoan kami saat mereka masih kecil. Lucu, akrab, dan menggemaskan. Jadi ingat penggal syair lagu yang dinyanyikan BCL, "Harta yang paling berharga adalah keluarga ...."

***

Catatan
rempesan1 sayuran sisa
dicengkiwing2 dipegang diseret dibawa dengan sebelah tangan sehingga kesakitan
Ngerti ora3 paham atau tidak
Ya, mesti wae4 ya tentu saja

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun