"Bu, penjenengan ora nyambangi Bu As?" Â tanya Bu Lastri.
Bu Lastri sebagai kepala sekolah dan pengajar SMP swasta seyayasan dengan ibu kepala sekolahku saat itu.
 "Parah, loh gerahe!" lanjut beliau mengabarkan bahwa penyakit mantan kepsekku sudah parah.
Aku sangat kaget. Tidak menyangka. Ternyata, sepeninggalku mengikuti perkuliahan pascasarjana, beliau menjalani mastektomi dan kemoterapi. Kini sedang dalam kondisi stadium akhir.
"Ya, Tuhan. Ternyata luka hatiku tidak separah luka beliau menjalani operasi pengangkatan kanker. Ampunilah segala dosa kesalahan beliau yang saat itu tidak menyadari telah menggores hati beberapa saudara hingga terluka secara psikis," doa tulus kupanjatkan saat berkesempatan membezuk.
Namun, Allah lebih menyayangi ibu pejabat terhormat tersebut. Beliau tidak sempat mengalami kehadiran kurikulum merdeka seperti sekarang. Kurikulum yang memerdekakan para guru dan siswa untuk menggali potensi dengan kebebasan belajar, tidak harus terkungkung di ruang belajar yang bernama 'kelas'!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H