Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lika Liku Luka

11 Oktober 2024   01:35 Diperbarui: 11 Oktober 2024   01:39 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para guru yang sedang berada di tempat itu satu demi satu meninggalkan ruangan hingga tersisa kami berdua. Aku dan si ibu kepala sekolah. Aku hanya diam.

Dalam hati aku hanya berdoa, "Tuhan, ajarkanlah agar aku lebih tenang dan sabar. Jangan jadikan aku sebagai bensin sehingga kemarahan beliau makin berkobar!"

Diam dan menunduk adalah senjataku  paling ampuh. Percuma juga kalau melawan, bukan? Padahal, menurutku, di mana pun kita bisa belajar asal kondusif. Sebagai bawahan dengan atasan kasar, tidak manusiawi, dan temperamental seperti itu, mengalah adalah hal yang lebih baik.

Sungguh, aku tidak mau mengingat-ingat lagi kosakata kasar yang beliau lontarkan. Biarlah kumaafkan saja. Kubuang jauh-jauh agar tidak mengotori otak, pikiran, dan perasaan. Kupikir, beliau  mengalami stres tingkat tinggi karena tidak memperoleh murid baru.

"Sing waras ngalah," bisik  teman guru senior.

Aku  mengangguk lemah tanpa menjawab. Wali kelas yang merasa dituduh dan difitnah karena lembaran ijazah anak buahnya terselip entah di mana, langsung angkat kaki meminta mutasi paksa lewat yayasan tanpa minta persetujuan kepala sekolah. 

Sementara, kuingin menjadi wanita hebat. Salah satunya ikut perkuliahan pascasarjana. Bersyukur, aku diterima hingga bisa meninggalkan sekolah.  

Wanita hebat bukan karena kecantikan,  kekayaan,  kepintaran, atau ada pria kaya di sampingnya. Namun, wanita hebat mampu terus berdiri menyelesaikan masalah,  berdoa, dan percaya kepada Tuhan sebagai sumber kekuatan. 

Wanita hebat melukis kekuatan melalui proses kehidupan, bersabar saat tertekan, berusaha tetap tersenyum saat menangis, dan memesona karena memaafkan.


Ya, poin terakhir adalah memaafkan. Sebab, jika  tidak memaafkan, Tuhan pun tidak akan mengampuni. Seperti penggal doa yang diajarkan Tuhan berikut, "Ampunilah kesalahan kami seperti kami telah mengampuni orang yang bersalah kepada kami." Jadi, aku memilih memaafkan dan melupakan karena seseorang yang menyakiti tersebut pasti tidak mengetahui atau tepatnya tidak menyadari apa yang sedang dan telah diperbuatnya.

Beberapa tahun berikutnya. Saat sedang berlangsung suatu acara yang melibatkan beberapa sekolah tingkat SMP di sekitar, serayon. Sebagai  tuan rumah, aku bertemu dengan teman-teman pengajar SMP swasta yang dulu pernah seyayasan dengan tempat kerja lamaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun