Sekitar sebulan kemudian, Santi sudah sehat kembali. Saat itulah Gagah perlahan mulai melupakan Sinta dan berusaha untuk lebih dekat dengan Santi. Dialihkannya cinta sucinya kepada Santi sehingga si adik terheran-heran.
Suatu malam, Gagah memeluk Santi sambil menangis sesenggukan membuat hati Santi luluh juga.
"Kalau Kakak kangen, Kakak bisa tinggalkan Santi dengan Mbok Yem di rumah sendiri. Pergilah ke Singapura, Kak. Temuilah Kak Sinta!" usul Santi.
Dibisikkanlah rayuan mesra kepada sang adik, "Santi, Kakak sayang kamu. Kakak nggak pernah berencana meninggalkan kamu! Kakak ingin selalu bersamamu sampai kapan pun."
"Loh, Santi nggak apa-apa, berani kok di rumah sendiri!"
"Nggak, Santi. Kak Sinta ...."
"Kak Sinta kenapa?" kejar Santi.
"Nggak apa-apa. Sekarang Kakak cintanya bukan dengan Kak Sinta, tetapi dengan Santi!"
"Kaaak?"
"Kakak tahu, Santi suka sama Kakak, 'kan? Kakak mau menikahi Santi. Apakah Santi bersedia?"
"Kakak itu suami kakakku! Ingatlah Kak! Kakak kangen dengan Kak Sinta, ya?" seru Santi mendorong iparnya.