Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Menulis sesuka hati, senyampang ada waktu, dan sebisanya saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tak Ada Rotan, Akar pun Jadi!

2 September 2024   04:41 Diperbarui: 2 September 2024   05:18 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak Ada Rotan, Akar Pun Jadi!
Oleh Ninik Sirtufi Rahayu

"Santi, kamu kuliah jam berapa, Dik?" tanya Gagah kepada si adik ipar sebelum berangkat ke kantor.

"Jam sepuluh, Kak!" jawab Santi santai.

"Oke, kamu hati-hati, ya. Jangan keliru jalur angkot. Dihafal dan diingat-ingat dengan baik agar selamat!"

"Baik, Kak!"

Sejak Sinta, kakak kandung Santi, menikah dua tahun lalu, mereka belum dikaruniai momongan.  Sebagai wanita karier, Sinta tampak sangat sibuk. Rupanya Sinta pun belum berkeinginan untuk menjadi seorang ibu. Oleh karena itu, Sinta merasa enjoy dengan kondisinya. Masih asyik dengan pekerjaan kantor yang menyita waktunya.

Sementara, Gagah sang suami yang anak tunggal itu, sebenarnya sangat ingin menimang buah hati. Namun, Sinta masih sering ke luar kota, bahkan ke luar negeri hanya demi kariernya.

Tahun ini Santi, adik kandung Sinta, diterima di perguruan tinggi negeri yang sangat didambakannya. Kebetulan, dia diterima di kampus idaman yang berada di kota, tempat Sinta dan Gagah suaminya tinggal. Maka, untuk  sementara Santi nebeng di rumah kakaknya itu sebelum memperoleh tempat indekos. Rencananya, Santi akan mencari teman terlebih dahulu kemudian mencari tempat indekos tidak jauh dari kampus.

Sudah dua minggu Sinta berada di Singapura menghadiri pameran yang diselenggarakan oleh kantornya. Sinta merupakan tangan kepercayaan big boss yang kebetulan juga sering melanglang buana. Kantor tempat Sinta bekerja bergerak di bidang jasa ekspor furniture. Tidak heran jika mengharuskan Sinta mengawal pameran yang diselenggarakan demi kelangsungan dan kejayaan produk kantornya.

Bukan hanya negara Asean, melainkan juga negara-negara lain yang mengimpor terutama olahan kayu andalan dari Indonesia. Bahkan, hingga Amerika dan Eropa  sudah dirambahnya bersama big boss yang menjadikannya partner kerja.  

Akan halnya Gagah, sosok pria low profile  yang sangat friendly ini terpaksa menyetujui sang istri yang menunda memiliki anak, paling tidak dalam tiga tahun setelah menikah. Sinta masih ingin memuaskan diri bekerja. Setelah  nanti menjadi ibu, bersedia menjadi ibu yang full time dan siap resign dari kantor. Kontrak untuk memiliki anak masih kurang satu tahun lagi! Ya, demi keutuhan rumah tangga, Gagah terpaksa menyetujui syarat tersebut sebab dia memang mencintai Sinta sejak awal masuk SMA.

Mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Karena kurang bisa menjaga diri, Santi terkena typus sehingga harus beristirahat beberapa saat. Santi harus absen dari kuliah dan tinggal di rumah beberapa saat hingga sembuh kembali. Agar orang tua yang berada di ujung Jawa Timur tidak panik, Santi tidak memberitahukan kondisinya kepada mereka. Sementara,  dia juga berpesan agar Gagah, sang kakak ipar, merahasiakan kondisi kesehatannya. Santi tidak mau diopname, tetapi akan tinggal bed rest di rumah saja.

Saat itu, untuk mengurus Santi yang sakit, Gagah harus mencari asisten rumah tangga. Dengan demikian, Santi tidak akan mengerjakan aktivitas berat sehingga diharapkan cepat pulih kembali.

Di luar negeri, rupanya big boss Sinta jatuh hati kepadanya. Untunglah big boss masih lajang. Namun, karena Sinta sudah berkeluarga, big boss selalu berusaha mengajaknya ke luar negeri. Rupanya, ada udang di balik batu. Di tempat jauh itulah big boss menyatakan isi hati dan memanjakan Sinta bak seorang permaisuri. Hal yang menurut Sinta tidak pernah diperolehnya dari Gagah, sang suami.

Di mata Sinta, si big boss ini lebih dari segalanya. Pandai memanjakan dan menuruti segala keinginan. Sinta telah jatuh ke pelukan big boss, si pria peranakan yang lebih tampan dan mapan. Bahkan, tanpa disadarinya, berada di luar negeri beberapa lama telah menyebabkannya berubah.

Big boss telah membelikan apartemen dan segala hal yang belum pernah dimiliki Sinta. Oleh karena itu, Sinta pun enggan pulang ke Indonesia. Tiba-tiba saja Sinta jatuh sakit. Kepalanya luar biasa pusing. Diantarkannyalah oleh big boss ke rumah sakit. Tanpa disadari, ternyata tubuh Sinta mengalami perubahan besar. Makin melebar dan padat berisi. Demikian juga payudara yang kian montok, keras, dan menantang. Ternyata, ada sesuatu yang hadir di dalam rahimnya. Jika semula Sinta tidak mau hamil, kini jauh berbeda. Berubah drastis. Manja dan justru makin jelita!

"Oh, my darling! Kamu telah memberikannya padaku!" sambut big boss saat dokter menyatakan kalau kandungan Sinta sudah masuk minggu keenam.

Ya, padahal selama dua tiga bulan ini Sinta belum pulang ke tanah air. Berarti, janin yang ada di dalam rahimnya adalah murni anak sang big boss!  Karena sangat bersuka cita, big boss berencana menggelar syukuran, tetapi Sinta melarang karena dia masih terikat oleh pernikahan dengan Gagah.

Maka, Sinta bertekad tidak akan pulang ke tanah air. Big boss menyetujui, tetapi tetap diminta mengurus perceraian dengan sang suami. Bagaimana kalau terjadi pertengkaran dengan suami asli? Wah, ... bahaya, 'kan?

Tanpa sepengetahuan Sinta, keesokan harinya big boss terbang pulang ke tanah air, khusus menjumpai suami Sinta di kantornya. Saat itulah, dengan meminta maaf, sang big boss mengabarkan bahwa Sinta telah mengandung janinnya. Maka, dimintalah Gagah sudi menceraikan Sinta agar sang big boss dapat segera menikahinya.

Bagai mendengar petir di siang bolong. Gagah sangat kaget dan sekaligus kecewa. Lunglai seluruh sendi yang menopang raganya. Namun, karena big boss dengan gentle mengakui dan memintanya, mau tidak mau Gagah pun harus berupaya mengikhlaskan si istri untuk menikmati kebahagiaannya sendiri. Toh, tidak mungkin membiarkan anak si istri itu tanpa status. Gagah juga merasa tidak enak hati karena istri telah ternodai. Padahal, begitu gigihnya dia menjaga amanah cinta dengan kesetiaan.  

Saat itu tepat bersamaan dengan Santi yang juga sakit. Saat itulah Gagah merasakan betapa pedih dan hancur berkeping-keping hatinya. Secara tidak disadari, saat menunggu Santi yang lemah terbaring di ranjang, Gagah sesenggukan. Tidak diceritakan kepada Santi kalau kakak kandungnya itu telah berbadan dua, justru oleh big boss-nya sendiri. Gagah berusaha tegar, tetapi hatinya teramat terluka.

Sekitar sebulan kemudian, Santi sudah sehat kembali. Saat itulah Gagah perlahan mulai melupakan Sinta dan berusaha untuk lebih dekat dengan Santi. Dialihkannya cinta sucinya kepada Santi sehingga si adik terheran-heran.

Suatu malam, Gagah memeluk Santi sambil menangis sesenggukan membuat hati Santi luluh juga.

"Kalau Kakak kangen, Kakak bisa tinggalkan Santi dengan Mbok Yem di rumah sendiri. Pergilah ke Singapura, Kak. Temuilah Kak Sinta!" usul Santi.

Dibisikkanlah rayuan mesra kepada sang adik, "Santi, Kakak sayang kamu. Kakak nggak pernah berencana meninggalkan kamu! Kakak ingin selalu bersamamu sampai kapan pun."

"Loh, Santi nggak apa-apa, berani kok di rumah sendiri!"

"Nggak, Santi. Kak Sinta ...."

"Kak Sinta kenapa?" kejar Santi.

"Nggak apa-apa. Sekarang Kakak cintanya bukan dengan Kak Sinta, tetapi dengan Santi!"

"Kaaak?"

"Kakak tahu, Santi suka sama Kakak, 'kan? Kakak mau menikahi Santi. Apakah Santi bersedia?"

"Kakak itu suami kakakku! Ingatlah Kak! Kakak kangen dengan Kak Sinta, ya?" seru Santi mendorong iparnya.

"Tidak, Santi, tidak! Kak Sinta sudah berbahagia dengan ... dan telah meninggalkan Kakak, dia telah ...," tangis Gagah pun pecah.

Santi kaget, tetapi cukup tanggap. Dipeluknya sang ipar dengan lembut sambil dihibur semampunya.

"Santi ... maukah kamu menjadi istri Kakak?"

Mata sayu itu menatap tajam Santi sehingga dia pun mengangguk perlahan. Tak menunggu waktu lama, Gagah segera mengurus perceraiannya dengan Sinta dan segera melamar Santi kepada orang tuanya.

Ketika kedua orang tua Gagah mendengar kisah yang dipaparkan, mereka menghela napas panjang. Demikian juga dengan kedua orang tua Sinta dan Santi. Akhirnya, mereka meminta maaf, atas nama Sinta, segala yang telah dilakukan putrinya tersebut.

"Ya, sudahlah ... biarlah yang lalu berlalu, sudah ... jangan diperpanjang lagi. Saya berharap, Papa Mama, dan Ayah Ibu menyetujui niat saya untuk tetap melanggengkan silaturahmi ini. Izinkanlah Gagah menikahi putri Ayah dan Ibu, Santi, untuk menemani usia saya hingga dipanggil Tuhan," ucap Gagah dengan serius.

Kepada Santi yang sejenak kemudian ditolehnya, "Apakah Dik Santi berkenan menemani hidup Mas?"

"Tapi ... apakah hanya karena tak ada rotan, akar pun jadi, Mas? Ketika tak ada Mbak Sinta, maka Mas menikahi Santi?" selidiknya.

"Tidak, Santi. Hati Mas sudah terpikat dan terikat olehmu, bukan lagi oleh kakakmu! Jadi, bagaimana? Apakah kamu mau menemani Mas melanjutkan hidup?"

Dengan tersenyum simpul, Santi mengangguk menyetujui. Maka, saat itu juga dipasangkan cincin sebagai tanda pertunangan. Setelah surat cerai turun, pesta sederhana akan segera digelar.  

Tepat setahun berikutnya, Gagah memperoleh hadiah seorang bayi mungil yang sangat cantik. Santi yang tidak mau melanjutkan kuliah, tetapi bersedia mendampingi dan menjadi ibu rumah tangga full time!  Si mungil nan jelita diberinya nama Melody Perwitasari.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun