Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Menulis sesuka hati, senyampang ada waktu, dan sebisanya saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tak Disangka Bukan Tersangka

1 September 2024   09:54 Diperbarui: 1 September 2024   10:36 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak Disangka Bukan Tersangka
Oleh Ninik Sirtufi Rahayu

Jam tangan menunjukkan pukul sembilan pagi. Dia berjalan menyelusuri jalan dengan gontai. Dilewatinya jalan setapak menuju sebuah rumah yang kebetulan terletak terpencil di perkampungan. Tepatnya di area persawahan karena belum ada banyak bangunan di daerah itu.

Menuju rumah itu harus melewati area persawahan di tepian daerah perbukitan dan melalui jembatan sementara yang terbuat dari gelondong beberapa batang enau. Jembatan itu melintang di atas sebuah sungai jernih yang salah satu pangkalan landainya menjadi tempat para ibu mencuci pakaian secara berjamaah.

Tinggi badan wanita itu sekitar 168 cm sehingga tampak menjulang dibanding perempuan kampung yang didatanginya. Wajahnya sangat ayu dengan kulit kuning langsat, bersih tanpa cacat cela. Rambutnya ikal bergelombang sebahu dengan model  diurai lepas, tetapi tampak sangat memesona.

Senyum selalu ditebarkan kepada siapa pun yang dijumpainya. Tatapan lembut dan sayu terpancar dari aura raut muka itu mengundang iba siapa pun yang melihat. Sementara busana yang dikenakan berupa dress di bawah lutut,  dengan jenis kain hight class, melambai jatuh dengan lembut seiring langkah perlahan yang diayun indah.  

Entah hendak ke mana. Mengundang decak kagum masyarakat sekeliling karena sosok pendatang jelita itu tidak atau tepatnya belum dikenal. Yang jelas bukan wanita sembarangan. Wajah asingnya membuat penduduk sekitar yang berpapasan pun berduyun mengikuti langkah kaki gemulai. Di belakang membebek tanpa sepengetahuannya sehingga mengular panjang.
Sebuah handbag berselempang bertengger di pundak dan sebuah koper beroda dilengkapi  tas kain 'nangkring' di atasnya. Barang bawaan yang diseretnya itu pun menarik perhatian warga. Bagaimana tidak? Seolah bidadari turun dari pesawat terbang menuju bandara tanpa garbarata.  Sangat tidak cocok berada di daerah kampong yang bisa dikatakan cukup terpencil seperti itu!
Bisik-bisik tetangga yang rumahnya dilewati keheranan mempertanyakan siapa gerangan wanita cantik memesona itu dan menggelayut sejuta tanya hendak menuju ke mana dia. Sesekali dilihatnya semacam kertas catatan di kertas biru yang dipegangnya. Tetiba dering telepon genggam yang berada di handbag berbunyi nyaring. Wanita itu berhenti sejenak, mengusap keringat di dahi, mengambil gawai tersebut dan menerima telepon dari seseorang.

Dipandangnya sekitar untuk memberitahukan lokasi tepat tempat dia sedang berada. Rupanya posisinyalah yang ditanyakan si penelepon. Suara merdunya menggema di seluruh area persawahan dengan hamparan tanaman padi yang mulai bertumbuh itu.
Sejenak kemudian, tergopoh-gopoh lelaki flamboyan menjemputnya dari arah kejauhan. Lelaki yang tinggal sendiri di sebuah rumah permanen agak terpencil itu, dengan gaya centik khas waria menjemputnya melalui jalan setapak. Suara bariton dan gaya bicara si waria mengundang senyum geli siapa pun yang melihat kegenitannya.
Direbutnya koper yang dibawa sang tamu menuju rumah yang sudah tampak dari jauh karena tanpa tetangga. Diberondongnya dengan berbagai pertanyaan sehingga si wanita tak sempat menjawab. Senyum manis dan tatapan berbinarlah yang diperlihatkan sambil berjalan mengikuti langkah lelaki gemulai itu.
Menyadari bahwa diikuti beberapa orang secara mengular, lelaki banci tersebut menghardik.

"Mengapa kau ikuti kami, ha? Mana cuma melihat tanpa membantu membawakan bawaannya!" hardiknya gemulai. "Ayooo sanaaa ... pergiii!" lanjutnya sewot.

Namun, para pengikut justru merangsek hendak mendekat.

"Husshh ... sana, sanaa ... pergiiii!"  usirnya melengking.

Tetiba dari jauh tergopoh-gopoh datang pula tiga orang berseragam krem.  
Salah satu petugas menanyakan, "Apakah ini pendatang baru? Berapa lama akan tinggal di desa ini?" sambil menunjuk Ajeng dengan santun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun