Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Menulis sesuka hati, senyampang ada waktu, dan sebisanya saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tak Disangka Bukan Tersangka

1 September 2024   09:54 Diperbarui: 1 September 2024   10:36 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bang, kok vokalisnya dia sih! Kan aku, istrimu, vokalis aslinya! Kenapa Abang ikuti kata mereka?" tanya Astuti sewot sesampai di rumah.

"Ya, ... kita profesional sajalah. Kan bagus kalau vokalisnya dua!" sergahnya.

"Pamorku anjlok, dong Bang. Abang nggak mikir apa ... kalau bakal tersaingi akunya!" sinisnya.

Hari demi hari Ajeng sibuk mengikuti pelatihan agar saat manggung bareng hasilnya lebih bagus. Sayangnya, Binar tidak selalu bisa mendampingi Ajeng. Ketika Binar mengikuti proyek salon di kota, Ajeng selalu sendiri ke mana-mana, seperti ke pasar dan ke kota terdekat kalau memerlukan ke ATM.

Masyarakat yang kepo seringkali mengikuti secara sembunyi-sembunyi ke mana pun Ajeng pergi berjalan kaki. Sebenarnya hal itu membuatnya risi, tetapi dianggapnya masih lumayan aman daripada tinggal di kota sebelumnya. Dia merasa desa persembunyiannya ini cukup strategis dengan alam pedesaan yang lumayan damai.

Hanya saja, Ajeng merasa para wanita, terutama yang sudah bersuami, begitu sinis menyambut kedatangannya. Ajeng dianggapnya sebagai janda kembang, bahkan mungkin istri simpanan, atau perawan tua yang bakal membahayakan kelangsungan rumah tangga mereka.

Pak Kades dan Pak Kasun yang sering mengecek pembangunan rumah sederhana Ajeng pun menjadi amukan istri masing-masing. Bahkan, istri-istri para tukang yang sedang mengerjakan pembangunan rumah berdinding bambu dan beratap genting sisa pembangunan balai desa pun mengomeli suaminya sepulang bekerja.

Tukang-tukang yang mendapat amukan para istri sesampai rumah sore hingga malam hari itu terheran-heran, mengapa istri mereka sedemikian benci dengan Ajeng. Bisik-bisik saat berpapasan dengan temannya, mereka saling menceritakan amukan sang istri. Padahal, para tukang itu tidak melakukan apa-apa. Kalau toh memandang kagum akan sosok Ajeng, menurut mereka wajar sajalah sebagai lelaki normal.

Demikian juga dengan Astuti, istri Bang Doni, yang jelas-jelas menunjukkan sikap perseteruan dengannya. Rupanya Astuti yang tidak terima dengan penggusuran dan penggeseran kedudukannya sebagai vokalis, benar-benar berniat jahat kepada Ajeng.

 "Bu, Ibu ... hati-hati saja. Jaga suami kalian baik-baik kalau tidak ingin dimangsa Nyai Roro Kidul!" teriak Astuti di pasar krempyeng itu saat melihat Ajeng berbelanja ikan air tawar di salah satu pedagang.

Pedagang ikan pun melongo mendengarnya. Matanya tak berkedip menikmati wajah ayu Ajeng yang kebetulan memang mengenakan baju warna hijau kesukaan dewi mitos itu. Pedagang itu heran, mengapa diolok sepedas itu, Ajeng tidak menjawab sama sekali. Bahkan, dengan kalem melenggang meninggalkannya tanpa suara. Selalu dikulumnya senyum manis sambil mengangguk santun kepada siapa pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun