Selip Selumbar dalam Kerjap
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
"Ampun, Bang. Ampuuuunnn!" teriak Arni berkali-kali di kamar mandi.
"Siapa percaya padamu, ha? Kamu mau lepas denganku? Rasakan ini!" si suami kembali melayangkan pukulan membabi buta.
"Aku tidak sengaja, Bang! Janin itu keluar sendiri dari rahimku!" keluhnya pilu.
"Sekali lagi kutegaskan, aku tidak pernah percaya dengan ocehanmu!" bentak si suami dengan mata membelalak.
"Aku tidak bohong, Bang!"
"Kamu memang tidak mencintaiku, Arni! Dasar, kamu perempuan binal!" teriaknya membahana.
Isak tangis, permintaan ampun, dan tamparan pun didengar oleh tetangga. Suami tak peduli. Amarahnya memuncak tidak terkontrol lagi. Bagai kesetanan dilayangkan tangan ke arah sang istri.
Hati Arni pun teriris king guilete tertajam mendengar perkataan, tepatnya makian suaminya. Teringat saat ia meminta restu kepada sang ibu. Sementara, sang ibu tidak ikhlas melepas restu buat gadis semata wayang itu, mengingat Arni mencintai lelaki dari luar pulau. Bukan ras deskriminasi, melainkan sang ibu menyangsikan perilaku, adat istiadat, adab, dan kesetiaan calon menantu mengingat beda etnis.
Kala itu Arni meyakinkan sang ibu kalau si abang yang berwajah sangar itu memiliki hati dan perilaku lemah lembut. Namun, tiga tahun pernikahan ternyata suami beda suku itu menunjukkan sifat aslinya. Justru sangat sangar dan kasar. Bahkan gemar minum arak atau tuak. Pergaulannya pun bukan pergaulan sehat.
***