"Eh, enggak, kok ... Dik Melani. Wawan sedang pesan-pesan saja buat Dik Meylina. Betul begitu, kan Dik?" ujar Wawan sambil melihat wajah Lina dengan mengerjapkan netra.
Meylina hanya tertawa tipis sambil menunduk dan menutup mulut dengan telapak tangan kiri sehingga sang kakak pun makin penasaran. Tangan kanannya masih digenggam Wawan dengan erat.
"Wuahh, adikku ini benar-benar keterlaluan centilnya! Dasar, kecentilan!" batin Lani menggerutu.
*** Â
"Hmm ... awas, ya! Kalau kamu sampai menggoda Mas Bagus, tahu rasa kamu, ya Dik!" umpat Melani ketika melihat Meylina yang dinilainya berani dengan lelaki.
"Mas Bagus-nya juga begitu, sih! Tampak banget kalau memanjakan si bontot!" keluhnya sambil mengambil dan mengembuskan napas secara kasar.
"Lagian, apa sih kelebihan Lina? Hitam, dekil! Sementara aku kan lebih cantik dibanding dia? Mengapa juga Mas Bagus kelihatan begitu dekat dengan Lina, sih?" pikiran Melani melanglang buana.
Ada akar pahit yang mencengkeram hati nurani Melani. Dampak negatifnya sangat fatal. Kepahitan itu menggerogoti damai sejahtera dan sukacita di dalam hatinya. Otomatis semua berubah total.
Karena begitu jengkel, Melani tidak menghiraukan Bagus yang selama ini dengan sabar membersamainya. Hatinya membengkak dilanda cemburu dan curiga sehingga hubungannya dengan pemuda baik hati itu terkendala. Menyadari Melani mengacuhkan dirinya, Bagus pun  menjaga jarak. Dia sengaja mengelak untuk tidak memberi kesempatan kepada Melani. Dengan demikian, Melani pun merugi sebenarnya. Padahal ... dia sangat membutuhkan sosoknya.
Dengan Meylina, Bagus tetap berkomunikasi, bahkan relasi mereka makin baik. Meylina pun mencoba terbuka dengan meminta nasihat Bagus agar harapannya kepada seseorang tetap terjaga.
Bagus tanggap, ternyata Meylina berharap akan seseorang yang jauh dari jangkauan. Lina berniat memperbaiki diri dan bersiap memantaskan dirinya untuk menjadi seorang istri yang cakap. Bukan untuk dirinya, melainkan untuk seseorang yang tak pernah disebutkan  namanya. Apresiasi Bagus sangat mendukung kerja keras dan ikhtiar si bontot yang dianggapnya adik sendiri.