Akhir Sebuah Kisah
Dua bulan setelah pengumuman kelulusan SMA, Klana pun diterima di salah sebuah perguruan tinggi negeri di kota tempat tinggalnya. Sujud syukur dilakukannya, mengingat betapa sulit untuk tembus ke jurusan yang diidam-idamkannya itu. Sungguh, merupakan suatu hadiah meskipun tidak keluar dari kotanya sendiri.
Klana membayangkan betaopa sulitnya hidup di perantauan jauh dari orang tua. Sedangkan selama ini berjauhan dengan sang ayah saja merasa kurang  nyaman, apalagi kalau berjauhan dengan bunda yang sangat menyayanginya itu. Belum lagi masih ada kewajiban untuk menjaga dua adik perempuan seperti yang diamanahkan sang ayah. Aduhai banget jika dia sendiri harus merantau, kan?
Ayah dan bundanya pun sangat bersuka hati. Sekalipun hadiah kendaraan roda empat tetap akan diserahkan, yang penting sang bunda masih melihatnya di rumah setiap malam. Beliau pun takut, jika tanpa pengawasan putra lelaki satu-satunya itu tidak pandai mengontrol diri dan pergaulannya. Maka, kontrol itu adalah kewajiban utama orang tua bagi tumbuh kembang mental putra-putrinya.
Gunawan ternyata harus mengikuti arahan orang tua untuk kuliah di mancanegara. Entah mengambil jurusan apa, Klana kurang tahu. Akan tetapi, dipastikan Wawan akan segera meninggalkan tanah air seminggu kemudian.
Mendengar berita itu, si bungsu Meylina sangat bersedih. Mengapa sang idola meninggalkan dirinya ketika signal itu belum sempat dikirimkan juga? Raut muka lesu bisa diprediksi sedemikian mudah bagi siapa pun yang menatap wajahnya itu. Demikian pula sang kakak.
"Dik, apakah karena Wawan melanjutkan studi ke mancanegara maka kamu bersedih seperti ini?" usutnya perlahan.
"Hmm, enggaklah. Lina bangga, kok. Kalau Mas Wawan kuliah di luar negeri, berarti nanti lulusan luar negeri, dong! Mantap, kan?" elaknya gentle.
"Hmmm, iya juga, sih! Tapi ... kan kita enggak bisa bersama-sama, ya, Dik?"
"Emang, masalah? Enggak, kan? Ada dia ataupun tidak, apakah berpengaruh terhadap hidup kita, Mas?"
"Hehehe ... cerdas banget adikku yang satu ini! Oke! Life much go on!"
"Mantap!" jawab si bungsu menyembunyikan galau sukma.