"La, iya! Masakan Lina ... hmmm, pasti bikin aku kangen kalau berada di tempat lain!"
"Oh, memang kamu sudah menentukan kuliah di mana, Wan?"
"Belum tahu juga, Klan. Ayah dan ibuku masih merundingkannya. Ini karena berkaitan dengan dana pendidikan dan jurusan yang harus aku ambil!"
"Haduuuhh! Kan yang hendak menjalani perkuliahan kamu! Kenapa harus mereka yang menentukan, Wan?"
"Begitulah! Memang kamu pikir menjadi anak tunggal itu enak?" sergahnya.
"Hmm, kasihan banget kamu, ya! Kupikir sangat enak menjadi putra semata wayang!"
"Kata siapa? Itu kan menurut kamu. Sementara, aku yang menjalaninya, beda!" sergah Wawan.
"Ya, sudahlah ... solusinya begini: mari kita songsong nasib dan takdir kita masing-masing saja. Kalau kangen, ya ... kita kan masih bisa video call. Iya, kan?"
"Hehe ... akhirnya, ya begitulah kesimpulannya. Kita masing-masing saja! Simple, kan?"
***
Â
Mohon dukungan doa restu untuk kelanjutan proses penulisan novela teenlit ini, ya Bapak, Ibu dan Adik-adik sekalian. Terima kasih Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H