Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Menulis sesuka hati, senyampang ada waktu, dan sebisanya saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Gelang Giok (Part 21)

1 Agustus 2024   13:42 Diperbarui: 1 Agustus 2024   13:45 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Setelah dirunding, pilihan jatuh dengan naik travel saja. Selain lebih hemat, sopir pasti sangat berpengalaman. Paginya sesampai di Surabaya sekitar pukul 06.00 masih bisa transit di home stay terdekat agar bisa paling tidak mandi sehingga segar saat presentasi.
Benar saja. 

Pagi itu mereka diantar sebagai penumpang pertama sehingga masih cukup waktu untuk bebersih diri. Setelah siap, mereka memesan taksi online dan sebelum pukul 08.00 sudah sampai di kantor gubernur.
Banyak sekali tamu undangan sehingga mereka bertiga, terutama Suyud, sangat antusias dan tampak senang sekali.

"Presentasi pertama dan kedua, sesuai daftar hadir adalah Bapak Nugroho dari Glenmore Banyuwangi dan Bapak Dewan Darmawan dari Prigi, Watulimo, Trenggalek. Kepada kedua beliau waktu dan tempat diserahkan," panggil pembawa acara dengan pelantang.
Setelah kedua orang dipanggil menuju tempat berpresentasi, keduanya sangat terkejut. Mereka langsung berpelukan secara otomatis sehingga membuat hadirin tercengang.

"Ya, Allah ... Bapak!" seru Nu begitu melihat sosok yang hadir di podium itu. Nu langsung menubruk dan memeluknya erat-erat.

"Putraku?" seru De One dengan suara gemetar. Tak pelak keduanya pun bertangisan di depan seratusan tamu undangan istimewa itu.

"Sebentar ... sebentar, apakah ada sesuatu di antara kedua Bapak ini? Mengapa Anda berdua bertangisan?" tanya petugas.

De One tidak bisa menjawab. Demikian juga Nu. Mereka berdua masih sesenggukan. Ayusti dan Suyud segera ikut maju melihat apa yang terjadi.

"Ya, Allah ... juragan sepuh!" seru Suyud menyalami De One.

"Ya, Tuhan! Bapak!" seru Ayusti segera menyalami dan mencium punggung tangan sang mertua.

"Ini ... ada apa?" tanya pembawa acara heran dan tidak sabaran.

Ayusti mengambil alih mic yang disodorkan kepada suami dan bapak mertuanya, tetapi mereka tidak sanggup berkata-kata.

"Mohon maaf bila kami telah mengganggu kelancaran acara. Sebenarnya, sekitar enam tahun silam, Bapak Darma ini dikabarkan tewas dalam kecelakaan lalu lintas. Sementara Bapak Nugroho, suami saya tidak menyangka kalau Bapak Darma masih sehat. Mohon dimaklumi bila beliau-beliau ini masih shock. 

Ada tragedi keluarga yang kami alami, bahkan kami berdua pun masih Long Distance Relation dengan kedua putra-putri kami. Entah mereka berdua berada di mana, kami tidak tahu. Jika hari ini kami bisa bertemu dengan Bapak, justru pada acara seperti ini, kami juga berharap bisa bertemu dengan keluarga lain yang masih terpecah belah!" ungkap Ayusti.

Hadirin pun terhanyut oleh karena pertemuan tidak disangka-sangka itu.

"Wah, alhamdulilah ... semoga yang diharap bisa segera terwujud," ujar pembawa acara. "Lah, trus bagaimana laporan kemajuan usaha Anda? Bisakah kami mendengarkan presentasi Anda?" tanya sang pembawa acara.

Ayusti segera mengambil tempat untuk menjelaskan usaha dan kemajuan perkebunan kakao yang dikelola sang suami. Sementara, setelah sekitar dua puluh menit kemudian, De One pun menggantikan Ayusti untuk menjelaskan bisnis yang sedang dijalaninya.

"Demikianlah perkembangan usaha ekspor L3T layur, lobster, lorjuk, dan tuna yang kami kelola dan kembangkan. Semoga paparan laporan kami ini dapat memotivasi dan menginspirasi saudara yang bergerak di bidang berbagai usaha di Provinsi Jawa Timur," tutupnya.

"Wahhh ... luar biasa! Bapak dan anak yang sama-sama sukses!" tepuk tangan meriah diminta oleh pembawa acara.

Begitu turun dari acara bergengsi itu mereka berdua berjalan beriringan menuju tempat duduk yang sudah disiapkan panitia. Sadrach yang kini bernama Sabrang pun segera menyalami putra juragan sepuh itu sambil memeluknya erat-erat.

"Ya, Allah ... bersyukur banget saya bisa membersamai juragan sepuh ke sini untuk bisa bertemu juragan muda!" serunya.

"Ah, Om! Justru sayalah yang harus berterima kasih atas segala upaya untuk menyelamatkan kedua orang tua saya," sergah Nu kepada Sabrang. "Bagaimana dengan kondisi Ibu?" tanya Nu penasaran.

"Sehat. Ibu sehat dan bahagia. Hanya beliau tidak bisa ikut ke sini karena ada acara yang tidak bisa ditinggalkan!" kata Sabrang.

Sang ayah, De One, masih shock bertemu putra tunggalnya sehingga tidak bisa banyak berkata-kata. Hanya sesekali beliau mengambil napas dalam. Mungkin beliau berpikir tentang kedua adik kembar yang ternyata begitu jahat kepada keluarganya.

***

"Mas ... ya Allah, hari ini kami dipertemukan!" seru De One dalam pembicaraan via gawai dengan seseorang.

"Ceritanya bagaimana? Ya, Allah ikut senang, saya!" suara di seberang telepon.

"Ndhak bisa sekarang Mas, soalnya sedang di kantor gubernuran ini. Nanti kita agendakan kembali pertemuan kita, ya!" lanjutnya.

Senyumnya pun mengembang. Sementara Nu, Ayusti, dan Suyud pun mengungkapkan rasa syukur kepada Allah tak henti-hentinya.

"Ya, Allah ... beruntung saya jadi ikutan ke sini!" ungkap Suyud dengan netra berkaca-kaca.

"Iya, Mas. Kalau njenengan ora sido melu, wah ... rak yo getun banget!" imbuh Nu.

"Benar sekali! Pasti menyesalnya berlipat-lipat. Syukur kepada Allah walaupun belum memperoleh cerita kisah juragan sepuh, saya sangat senang!" lanjut Suyud.

"Apalagi aku, Mas!" celetuk Sabrang yang tetiba sudah berada di samping mereka.

"Ceritanya bagaimana, Mas?" selidik Suyud penasaran.

"Wah, kalau diceritakan sehari sendiri ini hehe ... tapi tak apa. Singkatnya begini. Aku membelot dari kelompok mereka karena gelagatnya kurang baik. Benar saja. Mereka memang berniat mencelakai, tepatnya menghancurkan anak cucu juragan sepuh untuk bisa menguasai seluruh asset kekayaan keluarga," urai Sadrach sambil mengenang enam tahun silam.

"Ngeri sekali manakala diperintahkan untuk membunuh dengan cara membakar kendaraan juragan sepuh. Untungnya saja, masih ada kesempatan untuk memanipulasi. Rencana jahat itu dikemukakan seminggu sebelumnya sehingga dalam waktu singkat aku bisa berkoordinasi dengan beberapa orang yang bisa kupercaya. Serem. Seperti film detektiflah! Untung saja aku hobi banget nonton yang gitu-gitu! Hehe ...," ungkapnya.

"Waow ... luar biasa. Kami sangat berutang budi kepada Njenengan Om! Terima kasih banyak telah menyelamatkan kedua orang tua kami!" ucap tulus Nu bangga sambil memeluk saudara kepercayaan ayahnya itu.

"Ya, sebenarnya saat itu ya ... cukup riskan bagiku, tapi aku yakin aja. Kalau kita berjalan pada rel kebenaran, pasti akan ada jalan dan pertolongan dari Tuhan. Uniknya, segala sesuatu dilancarkan. Bertemu orang baik yang bisa kupercaya dan melakukan semua yang kuminta adalah anugerah-Nya semata. Pokoknya ... jangan tinggalkan iman dan jangan pula tanggalkan harapan!" pungkas Sabrang. 

"Eh, jangan lupa namaku Sabrang, ya! Hahaha jangan salah panggil maksudnya!"

"Iya, Om. Kok bisa kepikiran nama itu, bagaimana?"

"Karena aku telah membelot, berseberangan dengan paham yang dianut oleh mereka yang menurutku jahat dan serakah saja!"

"Wah, hebat juga! Njenengan sangat berani. Melawan dengan diam-diam seperti itu pasti butuh keberanian. Taruhannya nyawa!" puji Nu dengan tulus. "Sementara saat ini masalah besar kami adalah: kedua putra kami yang masih belum ada kabar! Mohon bantu mendoakan, ya Om!" ujar Nu.

"Percayakan kepada Tuhan! Pasti terbaik yang dilakukan-Nya!"

"Amin. Matur nuwun sanget."  

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun