"Jangan anggap saya, kami, adalah tuanmu, Bro. Di hadapan Tuhan kita ini sederajat! Kalau kali ini kami berdua yang diberi kesempatan untuk menemani dan merawatmu, suatu saat Mas pun akan diberi kesempatan oleh Tuhan untuk membalas meskipun bukan untuk kami. Percayalah, kita bakal menuai apa yang kita tabur. Jika menabur kebaikan, Tuhan akan memberi kesempatan panen kebaikan!"
"Terima kasih, Eda. Walaupun terlahir tanpa saudara kandung, saya tahu, Ito dan Eda ditakdirkan menjadi saudara saya meskipun bukan saudara sedarah!"
"Benar sekali. Bayangkan saja. Saya yang berasal dari Sumatra dan sebatang kara, dijodohkan oleh Tuhan dengan Mas Nu, kini sedang dilatih berjauhan dengan Una dan Uni, tetapi didekatkan denganmu. Apakah ini tidak luar biasa? Menurutku sih ... ini skenario hebat yang sedang dirancang oleh Allah!"
"Benar sekali!"
"Bertemu denganmu, memperoleh kesempatan melakukan pelarian bersamamu di tempat yang sudah dipersiapkan ini, di sini, apakah ini bukan rencana indah-Nya juga?" lanjut Ayusti dengan air mata yang mulai meleleh.
"Benar, Saudaraku!" jawab Suyud sambil memberanikan diri memegang tangan Ayusti sebagai upaya penguatan.
"Nah, mari kita nikmati rencana indah Tuhan ini bersama-sama. Saya berjanji tidak akan rewel lagi sebagai pasien!" lirih Suyud.
"Terima kasih atas obat alternatif yang telah diberikan kepada saya, baik terapi okra, temu kunyit putih, maupun herbal rebus dari obat tradisional Cina. Entah mana yang berkontribusi, menurut saya semuanya bagus. Buktinya, kini kesehatan saya sudah lebih prima."
Yuk, Akak pembaca budiman, beri semangat buat penulis agar tidak bosan mengunggah lanjutannya agar novel yang telah terbit ini bisa dinikmati banyak orang. Terima kasih atas apresiasinya. Tuhan memberkati selalu, aminÂ
to be continuedÂ