Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tempat Curhat Hebat

14 Juli 2024   08:40 Diperbarui: 14 Juli 2024   08:54 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tempat Curhat Hebat

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Pada pagi pertengahan Juli udara terasa dingin sekali. Musim bedhidhing kata orang Jawa. Musim bunga rambutan dan mangga. Karena itu, Sari masih ingin bergelung di dalam selimut tebalnya. Namun, Mama terdengar berteriak-teriak memanggilnya dari arah rumah belakang.

"Sariiii .... ayo segera bangun dan bergerak! Jangan mentang-mentang Minggu kamu bermalas-malasan saja!" teriak Mama membahana.

"Dari jam enam pagi tadi Buk Miah sudah berkeliling kampung memperdagangkan sayur-mayur, eh ... kamu malah molor saja!" terdengar teriak Mama kembali membuat Sari risih juga.

"Hadaaah .... Dingin banget, Ma! Perut Sari rasanya kram, nih!"

"Justru itu supaya tidak kedinginan kamu harus bergerak. Menyapu halaman sana, kek! Anak perawan nggak elok molor, Nak! Nggak bagus, tahu! Kelak kalau mertuamu cerewet, bisa kena sembur mulu kau!"

"Duuhh ... liburan, kan Ma? Kenapa Sari nggak boleh seneng sekaliiii saja! Tiap hari sudah kerja dan kerja selain sekolah, kan? Emang enggak boleh ada cutinya gitu?" dalih Sari mendekati mamanya.

"Ya ... kalau kamu minta libur, sekalian puasa, ya hari ini! Tapi ... kalau masih mau  makan, ya ... harus bantu-bantu kerja!" sahut Mama.

"Duh, Ma ... Plisss deh. Sari enggak pernah minta berlibur atau ke mana-mana, kan? Cuma ... hari ini minta tidur barang sebentar saja! Soalnya semalam Sari nggak bisa tidur karena kedinginan. Jadi, masih mengantuk pakai banget, nih, Ma!" rajuknya.

"Hmm, ya udah. Silakan! Tapi untuk kali ini saja, ya! Kalau kamu memang benar-benar masih mengantuk, tetapi tidak untuk setiap hari!"

"Terima kasih, Ma!" jawab Sari sambil kembali ke kamar tidurnya.

***

Sekitar satu jam kemudian, sang mama yang berkutat di dapur telah menyelesaikan tugasnya. Nasi sudah ditanak, masakan pun sudah beres dimasak. Bau sedap menguar hingga ke kamar tidur Sari.


Rupanya, Mama memasak tumis kangkung, menggoreng mujair dan ikan asin, bahkan bau terasi pun memenuhi ruang makan dan masuk menyelinap ke kamar Sari.

Perut Sari yang keroncongan makin terasa melilit saat penciumannya menikmati aroma ikan asin dan terasi.

"Waaahh ... Mama curang! Kenapa memasak makanan kesukaan tidak bilang-bilang padaku?" gerutunya.

Segera saja Sari beranjak menuju tempat sang mama.

"Duuuh, Ma! Sari makin nggak bisa tidur!" keluhnya.

"Kenapa?" tanya mamanya.

"Habisnya ... bau masakan Mama enak sekali. Sari jadi lapar, Ma!"

"Eits! Enak aja! Nggak bantuin masak kenapa sekarang minta sarapan?" goda mamanya.

"Duh, Mama tega, deh! Lihat nih, dengar nih! Perut Sari keroncongan, Ma!"

"Salah sendiri, kenapa molor! Kan Mama bilang, kalau mau makan, ya harus mau bantu-bantu Mama, dong!"

Dengan sewot Sari segera kembali ke kamar tidur. Duduk di tepi ranjang sambil menggerutu dengan muka ditekuk dan bibir manyun.

Sengaja sang mama membiarkan Sari berlaku seperti itu agar memiliki rasa tanggung jawab. Bukan berarti menegakan anak gadisnya kelaparan, bukan! Melainkan hendak  mengajarkan bahwa manusia itu harus bekerja untuk makan, dan selanjutnya makan untuk bisa bekerja. 

Berkali-kali mamanya mengingatkan prinsip tersebut agar kelak ia menjadi manusia yang tangguh, teguh, dan kukuh dalam melaksanakan tugas pekerjaan di bidang apa pun sesuai minat dan bakatnya. Menyadari sebagai single mom, sang mama mempersiapkan segala sesuatu yang terbaik buat putri semata wayang ini.

Setelah sekitar satu jam, sang mama mendatangi ke kamar tidur untuk melihat aktivitas Sari.
Namun, Sari yang merasa kecewa menangis di bawah selimut hingga tertidur.

Dengan kasih sayang, sang mama membuka selimut perlahan-lahan.

"Nak, yuk kita sarapan bareng!" ajaknya.

Sari terbangun. Masih agak sewot juga.

"Perut Sari sakit, Ma! Melilit-lilit terasa diremas-remas!"  

 Sang mama kaget juga. Jangan-jangan ... putri semata wayangnya ini sudah  mulai beranjak dewasa. Dielusnya dahi dan kening Sari dengan lembut.

"Apa ... Sari datang bulan?"

"Sakit perut, Ma!"

"Oh, ... maksud Mama, apa Sari sudah menstruasi?"

"Apa itu?"

"Nak, anak gadis setiap bulan akan haid. Mengeluarkan darah dari rahim. Apakah Sari sudah?"

"Berdarah, Ma? Apanya?"

"Ya, Nak. Mari ke kamar Mama sebentar!" ajak sang mama.

Sari beranjak dari tempat tidur mengikuti langkah mama. Di kamar tersebut, sang mama membuka lemari dan menunjukkan beberapa pembalut yang masih berada di dalam kemasan. Sang mama juga memiliki pembalut kain yang ditunjukkan kepada Sari.
Dengan penjelasan dari mama, Sari kini paham makna menstruasi,  haid, atau datang bulan. Dia pun tahu bagaimana harus menyikapi dan menggunakan peralatan atau perlengkapan itu bila sudah saat tiba.

"Nah, sekarang ... kita sarapan dulu, ya!"

"Terima kasih, Ma. Masakan Mama enak sekali!" pujinya setelah nasi sepiring dengan lauk lengkap telah berpindah ke dalam perutnya.

Sari sangat bersyukur memiliki ibu yang penuh perhatian seperti mamanya. Dia tahu segala sesuatu bukan dari orang lain, tetapi langsung dari mamanya sendiri.

"Memang, Mama tempat curhat hebat!" gumamnya.
 

*** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun