Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Petuah Sahabat

14 Juli 2024   05:42 Diperbarui: 14 Juli 2024   06:43 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Petuah  Sahabat
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Seekor nyamuk tidak sengaja berada di sebuah kamar tidur cukup hangat. Akan tetapi, ia berteriak-teriak kelaparan karena kamar itu kosong tak berpenghuni.

Sebuah guling usang menyapanya cukup nyaring, "Hai Nyamuk! Kamar ini biasanya sepi, hening, dan tenang. Semenjak ada kamu jadi berisik banget!"

Nyamuk itu pun menyahut dengan kesal, "Kamu nggak tahu aja! Aku ini sedang kelaparan, Kawan!"

"Lah, salah sendiri! Kan kamu bisa terbang ke tempat lain!" jawab si guling tak kalah sengit.

"Ya, ya! Kalau kamu mengusirku, aku terima, tetapi saranku ... yang sopan, dong!" si Nyamuk makin emosi.

"Hai! Jangan salahkan aku! Kamu pendatang, harusnya menghargai penghuni sebelumnya! Di mana tanah dipijak, di situ langit dijunjung, Kawan!" protes guling menggebu-gebu.

"Ah, kalian ini ... pagi-pagi yang dingin begini sudah bertengkar saja! Tak tahukah aku sedang bertapa?" seru sebuah bantal bermaksud melerai pertengkaran Nyamuk dan Guling.

"Iya, nih ... Ban! Sebelum ini suasana kamar kan selalu sepi, kecuali ada tamu. Nah, sejak kemarin berisik gegara si Nyamuk yang mendengung-dengung saja!" sergah sang guling pula.

"Aku lapar, Kawan! Di sini tak ada makanan!" dalih Nyamuk.

"Kalau nggak ada makanan, pindahlah! Terbanglah ke tempat lain! Gitu aja kok repot!" seru Bantal.

"Nah, kan! Kami ... Bantal dan Guling di kamar ini menghendaki kamu pergi! Paham, kan?" ujar Guling.

"Oke ... oke. Kalau kalian mengusirku, aku pasti akan pergi kok! Tenang saja!"

"Tenang, tenang apanya? Suara dengungmu itu berisik banget, tahu! Sana ... segera pergi!" usir Guling.

"Iyaaa ... iya! Dasar barang-barang tak berguna!" gerutu Nyamuk sambil ngeloyor terbang mencari jalan keluar.

Sebuah selimut yang masih terlipat rapi menggeliat perlahan-lahan. "Kalian ... kenapa sih berisik mulu? Aku jadi kaget, nih!" sapanya.

"Hmmm ... ada tamu tidak diundang, Kawan! Seekor nyamuk yang mendengung-dengung, tapi sudah kami usir kok. Tidurlah kembali, sudah aman sekarang!" jawab Bantal dengan santai.

"Kalau ada tamu, saranku ... yang sopan saja!" usul selimut.

"Sopan? Kalau ia berlaku sopan, kita pun bisa membalas dengan sopan!" jawab Guling sewot.

"Ya, ya ... aku paham. Hanya saran saja! Kalau misalnya kamu jadi dia, apa nggak kesal diperlakukan tidak sopan?" Selimut berusaha memperbaiki letak agar tampak tetap rapi.

"Intinya, Nyamuklah yang mendahului berisik. Jadi, kutegur dan kuusir!" sambut Guling.

"Iya, baiklah. Kali lain kusarankan ... kalau ada masalah seperti itu, cara mengusirmu yang halus saja. Jangan dengan emosi!"

"Bagaimana menurutmu cara halus itu?" tanya Bantal.

"Begini ... katakan saja begini ...."

"Begina begini ... bagaimana?" Guling mulai kesal.

"Maaf, Saudara ... di sini sedang tidak ada tamu. Jadi, tidak ada makanan buatmu. Maka, ... kamu bisa segera meninggalkan tempat ini!" lanjut Selimut bijak.

"Hmmm ... namanya juga sedang kesal! Maklumi aja!" jawab Guling.

"Sama-sama mengusir, tetapi kalau kalimat tertata akan lebih enak didengar! Lagian .... Emosi itu harus dikendalikan, Kawan! Sebab kalau tidak bisa stroke! Belajarlah tidak mengumbar emosi agar terhindar dari malapetaka yang lebih besar!"

"Hmmm ...."

"Iya, juga sih! Katanya sabar itu subur!" jawab Bantal mengangguk-angguk.

"Ya, sudah! Jadikan pembelajaran! Jangan mudah meledak-ledak lagi!" Selimut mengakhiri pembicaraan sambil menangkupkan dirinya kembali.

 "Iya ... iya! Terima  kasih sudah mengingatkan!" sambut Guling.

"Hmm ... kamu yang ikhlas dong, Gul! Jangan sambil cemberut begitu kalau diingatkan!"

"Iyaaa ...!" bentaknya.

"Nah, tuh ... mulai kesal. Emosi lagi!" ledek Bantal.

"Kamu, sih!" gerutu Guling.

"Kalau ikhlas itu dengan senyum, Gul! Cobalah tersenyum!" saran bantal sambil mengelus si guling dengan mesra.

Si guling hanya mendengus mendengar petuah kedua sahabat yang nyatanya masih sulit dilakukannya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun