"Uni mau minyak kayu putih atau Tolak Angin?" tanya Adi.
"Dua-duanya saja. Tolak Anginnya bisa kuminum. Minyak kayu putihnya minta dilulurkan ya, Ma," pintanya memelas.
Ami jatuh iba pada gadis kecil yang ayu itu. Dilumurinya perut si kecil agar hangat, kemudian diminta tiduran di kasur mobil yang sengaja dibentangkan oleh Adi. Dengan demikian, Uni merasa lebih nyaman. Memang ferry masih bergoyang, tetapi Uni tidak merasa pusing dan mual lagi karena dia sengaja tiduran berselimut.
"Kak Una? Kamu baik-baik saja?" tanya Adi.
"Ya, Papa. Sebenarnya masih pingin melihat di dek sih, tetapi kalau sendirian sangat rawan," keluhnya.
"Waww ... kok kamu tahu 'rawan' sih, Nak? Pintar banget, kamu!" puji Adi sambil mengacak-acak rambut Una gemas.
"Hehe ... terima kasih Papa," sambutnya.
"Mau Tolak Angin juga? Buat berjaga-jaga, sih!" tawar Ami.
"Boleh juga Ma, rasanya enak kok! Saya suka!" diulurkanlah tangan mungilnya meminta sachet  yang sudah digunting ujungnya itu.
"Diam-diam aku pingin juga punya anak-anak yang tampan dan cantik seperti kalian. Pintar, santun, dan menurut apa kata orang tua. Rasanya seperti di surga bersama kalian," senandika Adi yang diaminkan Ami.
"Nah, kita sudah sampai di Pulau Bali, nih. Pelabuhan Gilimanuk!" seru lirih Adi. "Kita siap-siap keluar dari kapal, ya. Jangan lupa selalu berdoa di dalam hati!"