Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Menulis sesuka hati, senyampang ada waktu, dan sebisanya saja

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tentang Sebuah Impian (Part 1)

29 Juni 2024   15:51 Diperbarui: 29 Juni 2024   17:17 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Tentang Sebuah Impian

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Belajar Mengemudi Mobil  

Aku memiliki seorang kakak sepupu yang sudah mapan. Saat masih kecil, kakak sepupu inilah yang mengasuhku. Saat itu dia bekerja di Surabaya, sementara aku tinggal di Malang. Kakak sepupuku tetap melajang hingga usia 50 tahun, sementara usiaku saat itu 30 tahun sudah berumah tangga dan memiliki tiga orang anak semuanya lelaki. Kakakku itu sering mengunjungiku sebab dia sangat senang akan kelucuan dan kepintaran anak-anakku. Paling tidak sebulan bisa dua tiga kali mengunjungi keluargaku.

Ada saja yang diceritakan oleh kakakku yang dipanggil Om oleh ketiga anakku itu. Kakakku memang humoris sehingga anak-anak pun senang bersamanya. Mainan, buku, tas, keperluan sekolah, juga coklat kegemaran selalu diperoleh anak-anak dari Om-nya ini sehingga kalau tidak dating ke rumah, mereka pasti akan menanyakannya.

Kakakku itu sebagai kolektan yang tugasnya menagih hutang para costumer di kantornya. Katanya sih, mereka membeli kendaraan roda empat dengan cara mencicil alias kredit. Nah, kakakku sering menangani kredit macet yang dilakukan oleh costumernya. Aku kurang begitu paham dengan pekerjaannya itu. Tetapi yang kutahu kakakku selalu mengendarai sendiri mobilnya dari Surabaya ke Malang. Biasanya costumernya tinggal di daerah Kabupaten Malang sehingga kakakku sekalian singgah di rumah kami.

Hari itu kakak bilang mengambil cuti dan mau refreshing ke Batu bersama anak-anak. Tetapi, karena anak-anak belum pulang dari sekolah, kakak mengajakku untuk melihat-lihat perumahan. Katanya dia juga ingin mencari kreditan rumah mungil untuk tetirah di kotaku ini. Jadilah kami seolah-olah akan membeli sebuah rumah. Namun, tiba-tiba kakak memberhentikan mobilnya di tepi jalan perumahan yang sepi itu.

Dia bilang kepadaku, "Ndhuk, kamu harus bisa nyetir sendiri. Manfaatnya banyak, loh!  Misalnya  ada tetanggamu yang punya dua atau tiga mobil, suatu saat membutuhkan bantuan, maka kamu bisa membantunya. Ya, siapa tahu tetanggamu itu pas sakit. Ada mobil, tetapi kalau tidak mampu menyetir, kan otomatis butuh orang lain yang menolong! Jadi, menurutku baguslah bisa menyetir walau tidak punya mobil, daripada punya mobil tetapi tidak bisa menyetir!"

"Ahh, ... bisa menyetir tidak punya mobil, ya sedihlah!" jawabku asal saja.

"Hah  ha ha ... sudah gini aja. Coba kau duduk di sini sebentar!" katanya sambil keluar dari mobil, lalu memintaku untuk menggeser duduk ke belakang kemudi cukup dengan melangkah saja tanpa keluar dari mobil. Dengan agak terpaksa, aku mengikuti kemauannya.

Setelah itu dia memberi tahu ini itu, begini begitu tentang cara mengendarai mobil. Awalnya kupikir cuma gurau saja, ternyata dia serius memintaku berlatih.

Mobil disuruh mematikan dahulu. Lalu katanya, "Coba raba dengan kaki kirimu. Itu pedal yang paling kiri untuk kopling. Yang tengah untuk rem, sedang yang paling kanan pedal untuk gas. Pedal kiri dan tuas ini sepaket!" katanya sambil menunjukkan tuas presneleng. Kopling gunanya untuk pindah gigi. Ini gigi netral pas di tengah-tengah!" katanya sambil menunjukkan alat-alat yang disebut. "Jika tuas persneleng ini diarahkan ke depan agak serong kiri masuk ke gigi satu, ke belakang gigi dua. Ke depan agak serong ke kanan gigi tiga, nanti ke belakang gigi empat, dan seterusnya. Setiap perpindahan gigi, syaratnya kaki kiri harus menginjak pedal kopling dulu, baru tangan memindahkan tuas kopling ini!" sambil tetap menunjuk-nunjuk.

"Jika mau mundur atau mundur, pedal kopling kaki kiri itu diinjak, lalu pedal gas juga diinjak. Pedal kopling dilepas pelan, dan pedal gas ditambah pelan berbarengan, maka mobil akan berjalan. Bisa maju, bisa juga mundur, sesuai dengan kondisi tuas persneleng yang kauarahkan. Jika mau maju arahkan ke gigi satu, berarti ke depan kiri. Jika mau mundur arahkan tuas ini ke belakang!"

"Nah, saat mobil berjalan maju, jika mau pindah dari gigi satu ke gigi dua atau dari dua ke gigi tiga, pedal di kaki kirimu itu harus ditekan dulu, baru tuas persneleng yang di tangan ini dikedepankan. Pedal kopling dilepas pelan seiring pedal gas diinjak. Masuk gigi satu, jika pedal gas di kaki kananmu kautekan, mobil pun akan berjalan. Nah, mari kita coba gigi satu dulu!"

Sambil gemetaran, aku pun mencoba apa-apa yang diinstruksikannya.

"Oh, iya ... sebentar. Jangan dinyalakan dulu, ya. Gini. Coba rasakan, enak enggak dudukmu. Ini bisa digeser begini, spion ditata begini, sampai bisa kaulihat di bagian belakang kendaraan. Spion kiri kanan juga bisa diestel dari sini," katanya sambil menunjukkan secara praktis bagaimana menyetel dan menggeser tempat duduk, menyetel spion depan, kanan, dan kiri.

"Bagaimana? Sudah pas?" tanyanya dan aku mengangguk.

"Ini kursinya terlalu rendah!" kataku. Lalu kakak menambahkan bantal kursi yang siap di jok belakang.

"Sudah enakan?" tanyanya. Sebenarnya aku belum bisa melihat karena terhalang oleh moncong mobilnya. Lalu kakak mengatakan bahwa nanti akan terbiasa juga. Yang penting estimasi jarak dengan mobil di depannya katanya.

Disuruh mencoba menyalakan mesin mobil dengan memutar kunci kontak. Bisa kulakukan. Lalu dimintanya kaki kiriku menginjak pedal paling kiri, tanganku harus mengarahkan tuas ke gigi satu, dan kemudian pelan-pelan melepasnya pedal paling kiri seiring dengan kaki kanan menginjak pedal gas paling kanan.

"Injak gas pelan-pelan saja, jangan terlalu kencang!" kata kakak. Dan aku mampu melakukannya. Hari itu aku berhasil mengemudikan kendaraan meskipun masih berjalan lurus dengan gigi satu. "Ok, besok lagi! Sekarang kita makan bakso dulu!"kata kakakku sambil mencolek hidungku seperti kebiasaannya.

Hari kedua latihanku sudah mulai lancar. Hari kedua sudah bukan maju mundur lagi, melainkan sudah berbelok memutari jalan seputaran perumahan sepi itu. Setelah lancar, aku diminta mundur belok seolah mau memarkir mobil ke dalam rumah. Begitu seterusnya sampai dirasa cukup.

Hari ketiga, kakak mengajakku berpetualang ke daerah sepi. Diarahkannya mobil ke pedesaan tempat kakak menarik angsuran costumernya. Ketika jalan sepi, disuruhnya aku yang mengemudikan mobil. Kakak tetap menjadi instrukturku yang hebat. Demikianlah cutinya digunakannya untuk mengajariku mengendarai mobil.

Setelah cukup yakin, dimintanya aku menyetir ke daeraah dengan jarak tempuh 30 km dengan daerah jalan berliku. Ternyata, bersyukur, aku bisa melakukannya dengan lumayan baik. Meskipun belum memiliki SIM aku sudah dianggapnya layak mengemudikan kendaraannya. Jadi, ketika ada acara ke mana-mana dan aku sedang tidak sibuk, kakak pun mengajakku untuk menggantikan mengemudikan kendaraannya. Di sisi lain, aku pun giat menabung karena ternyata aku juga berkeinginan untuk memiliki kendaraan pribadi.

Ketika diberi kesempatan untuk memiliki mobil pribadi dengan sistem kredit, aku sudah bisa mengendarainya. Walaupun dengan model mobil jauh berbeda. Saat belajar menggunakan sedan Starlet milik kakakku ada moncongnya, tetapi saat memiliki mobil sendiri model Carreta yang tanpa moncong. Butuh penyesuaian juga.

Agar memiliki SIM dengan lebih mudah, aku terpaksa ikut kursus menyetir walaupun kenyataannya sudah bisa melakukannya. Berlatih hanya sepuluh kali masing-masing satu jam. Awalnya ditawarkan gonta-ganti mobil, namun ternyata hingga sepuluh kali tetap hanya satu mobil. Dan rupanya akulah siswa terakhir karena setelah itu yayasannya itu sudah tutup, sudah tidak ada murid lagi. Ya, sudahlah. Yang penting aku beroleh SIM melalui lembaga tertentu.

Untunglah saat itu masih model manual belum matic seperti sekarang. Sebab ternyata ketika tiga tahun lalu aku lupa tidak memperpanjang SIM, aku harus ikut ujian ulang menggunakan mobil manual juga. Aku pun sudah  beberapa kali berganti mobil, mulai dari Carretta, Carry, Starlet, Honda Jazz, dan terakhir Yaris. Dan tidak terasa ternyata itu sudah bertahun-tahun berlalu. Kini hanya sebagai sebuah kenangan.

Bukan pamer, melainkan bila kita menginginkan sesuatu kemudian kita berdoa dengan sungguh- sungguh dibarengi dengan berikhtiar sekuat tenaga, kita pasti akan memperolehnya. Kita tahu, Tuhan Yang Mahabaik mengetahui seberapa kuat tekat kita untuk mencapai suatu keinginan. Jika hasrat itu bernilai positif, pasti akan didengar dan dikabulkan-Nya.

to be continued

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun