Netra Anye berbinar sambil mengangguk.
"Kalau kau rindu, bilang saja! Aku akan selalu ada untukmu! Kau juga berhak memperoleh kebahagiaan!" lanjut Jalu serius.
Anye hanya mengerjap-ngerjap netra. "Ah, dunia tampak kian berbeda. Kini, tak lagi ada aku saja, tetapi juga dia. Aku dan dia siap menjadi embrio kulasentana!" pikirnya mantap.
"Rindu tidak hanya muncul karena jarak yang terpisah, tetapi juga karena keinginan yang tidak terwujud," lanjut Jalu menatap netra Anye hingga menembus ke lubuk jiwa.
"Kamu kenapa, Anye?"
"Ya, ... kini aku bukan lagi aku yang dulu, Jalu."
"Ya, benar. Kau adalah belahan jiwaku, Anye! Istriku! Bukan sekadar kekasih lagi. Aku tahu, itu!"
"Perubahan drastis!" gumam Anye.
Mereka tersenyum penuh makna.
"Jangan ada dusta di antara kita!" ujar Jalu masih menatap netra indah Anye.
"Yang ada malah rindu dendam di dada," sahut Anye pula.