Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Transfer Kasih Sayang

27 Juni 2024   09:54 Diperbarui: 27 Juni 2024   10:12 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beruntung toko juraganku itu rumah belanja yang cukup besar. Sebelum ada Alfamart dan Indomart, toko itu sudah ada dan lumayan ramai pelanggannya. Ada tujuh karyawan lagi selain aku. Namun, jujur saja, gajiku sebenarnya hanya cukup untuk biaya keperluanku setiap bulan. Meski demikian, aku masih menyisihkan sedikit untuk adikku itu.

Akhir-akhir ini Bapak sakit-sakitan. Bapak sudah tidak bisa melaksanakan tugasnya sebagai sopir angkot lagi. Apalagi, musim pandemi sekarang tidak banyak penumpang yang bepergian, sehingga praktis kalaupun bekerja, hasilnya tidak seberapa. Kita juga tahu bahwa sejak dua tahun terakhir, ketika ojek online beroperasi, penumpang angkot pun banyak yang  hijrah menjadi penumpang dan pelanggan ojek online. Maka sejak saat itu, rezeki Bapak makin berkurang.

Ketika pandemi melanda, aku sudah meminta agar Bapak tidak mengambil pekerjaan sebagai sopir angkot setoran lagi. Kuminta Bapak melepas pekerjaannya itu dan menemani Ibu untuk berjualan saja di depan rumah. Urusan ke pasar, akulah yang akan menemani Ibu dengan menggunakan sepeda motor cicilan, membeli dagangan ke pasar besar ketika subuh tiba.

Suara denting terdengar, tanda pesanku terkirim.

Beberapa menit kemudian dijawabnya, "Iya, Mbak. Mulai sekarang, Mbak nggak usah repot transfer Mirna lagi. Mirna tahu, Mbak juga butuh untuk keperluan Mbak Marni sendiri. Jangan khawatir, Mirna dapat uang lelah, kok. Uang tersebut Mirna tabung, Mbak! Tetapi, maafkan Mirna yang belum bisa membantu Mbak juga!"  diakhiri emotikon love.

Lega rasanya. Bukan karena aku terbebas dari tanggungan untuk transfer kepadanya, melainkan karena adikku bisa memahami kondisiku saat ini. Ya, boleh dibilang kondisi kami makin terpuruk. Akan  tetapi, kami percaya, Tuhan tidak akan menegakan dan meninggalkan kami. Pasti ada jalan keluar pada setiap perkara yang diizinkan-Nya kita alami.

Masih kuingat saat-saat adikku mengikuti ujian SMP-nya. Saat itu, aku sudah bekerja, kulihat mata adikku sembab.

"Kenapa ini, adikku Mirna yang cantik? Lihatlah matamu sembab. Ada apa, Dik?" tanyaku merajuk.

Mirna cuma menggeleng pelan. "Nggak, Mbak! Nggak apa-apa!"

Namun, kulihat duka menggelayut di matanya.

"Ayolah, bilang sama Mbak Marni! Kamu tidak akan mampu memikirkannya sendiri, 'kan?"  usulku sambil mengelus pundaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun