Semut yang Patut Dianut
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Di sebuah area terbuka, hiduplah keluarga semut dengan anggota sangat banyak. Sekalipun demikian, masing-masing anggota saling sayang dan membantu satu sama lain. Keluarga semut adalah contoh keluarga yang menerapkan hidup rukun, bergotong royong, pekerja keras, dan bertanggung jawab. Jika salah seekor semut kesulitan, pasti anggota kelompok akan berbondong-bondong membantunya.
Mereka mendirikan sarang di bawah tanah dengan gundukan menjulang melebihi tinggi orang dewasa. Hal itu menandakan betapa banyak anggota kelompoknya. Apalagi, mereka memiliki tugas masing-masing. Ada yang bertugas mencari makanan, ada yang menjaga telur, menjaga agar sirkulasi udara tetap nyaman, dan sebagainya. Benar-benar rukun agawe santosa kata pepatah bahasa Jawa.
Suatu saat, salah seekor semut bertemu dengan seekor belalang. Si semut bernama Smuti dan si belalang bernama Blanjang.
"Hai, Smuti!" sapa Blanjang sambil bersantai di sebuah daun talas tua.
"Hai, juga Balnjang. Sedang ngapain kamu di situ?"
"Hah, namaku bukan Balnjang, melainkan Blanjang, ya! Jangan sembarangan mengubah nama, ya!"
"Oh, iya, iya, maaf. Kamu sedang ngapain?"
"Apa kamu nggak tahu? Aku sedang menunggu biolaku kering! Semalam aku lupa menaruh sehingga terkena embun. Karena itu, aku tidak bisa memainkannya saat ini!"
"Oh, begitu berartikah biola itu bagimu?"
"Tentu saja! Aku suka menyanyi dan menari. Kalau biolaku tidak bisa kupakai, bagaimana aku menari dan menyanyi? Kamu kok nggak pandai juga, sih!"
Karena semut agak tersinggung, ia berniat hendak melanjutkan aktivitas mencari makanan daripada meladeni belalang sombong itu.
"Ya, sudah. Silakan lanjutkan, aku juga akan melanjutkan mencari makanan," kata Smuti.
"Eeee ... kenapa harus mencari makanan? Bukankah kita juga perlu refreshing, Kawan? Hidup hanya sekali, maka ... mari nikmati dengan bersuka hati!" ujar belalang sambil melipat tangan dan menyilangkan kaki panjangnya.
"Terima kasih. Kami akan mencari makanan sebagai tabungan disimpan di lumbung sehingga saat musim hujan tidak akan kekurangan pangan, Kawan!"
"Huh! Musim hujan maaahhh ... masih lama, Kawan! Tak perlulah dipikirkan sekarang! Saatnya bersantai dulu, mari menyanyi dan menari bersamaku!"
"Terima kasih, izin pamit dulu, Blanjang!" pamit Smuti.
"Huuufff ... binatang bodoh! Ngapain susah-susah menabung makanan. Kan makanan mudah banget dicari!" gerutu belalang sepeninggal semut itu.
Namun, tiba-tiba mendung kelabu datang berbondong-bondong dan hujan turun dengan lebatnya. Belalang sangat kaget.
"Eh, mengapa hujan datang tiba-tiba, ya?" sungutnya.
Bukan hanya hujan, banjir pun datang melanda. Area rerumputan tempatnya tinggal pun menjadi lautan air. Semua tergenang bahkan tenggelam. Belalang kebingungan.
"Waduuuhhh .... tempatku hancur!" keluhnya.
Kawanan semut pun kehilangan tempat tinggal. Namun, beruntung mereka mempunyai gudang dan lumbung di lubang pohon besar sehingga tidak kekurangan pangan.
Keesokan harinya, rombongan semut melintas di dekat belalang yang sedang kedinginan dan kelaparan.
"Tolooongggg ....!" rintihnya.
"Maaf, Kawan. Kami tidak bisa membantumu karena kami sibuk. Selain itu, makanan kami tidak sesuai dengan makananmu!" Â seekor semut menghampiri sambil mengatupkan tangan di depan dada.
Belalang baru sadar perlunya menabung. Ia tidak mengantisipasi akan adanya bencana tiba-tiba. Ternyata, bukan semut yang bodoh, melainkan dirinya sendiri. Aktivitas semut yang rajin patut dianut ternyata!
"Andai  tidak bermalas-malasan dan punya tabungan makanan, tentu aku tidak kelaparan!" gumamnya.
 ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H