Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Anyelir (Part 8)

25 Juni 2024   20:52 Diperbarui: 25 Juni 2024   20:56 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Play and Try

"Percuma, bergeming pun tidak. Lelahku kini melampaui batas logika, tapi tetap saja sia-sia. Kau selalu di sini, di hatiku, menggerogoti kalbu dengan rindu." - Moammar Emka.

Disekalah ujung bibir Anye dengan telapak tangan kanan, sementara tangan kiri terarah ke kepala Anye membelai anak rambut perlahan. Lalu dalam hitungan detik disentuh perlahan dan tetiba seekor kupu-kupu melintas di atas kepala mereka.

Ah, hati mereka pun terbang mengikuti arah kupu-kupu itu. Bibir ranum Anye sedikit ternganga. Sontak Jalu bereaksi secepat kilat. Menikmati sajian pesona alam pegunungan sambil memadu kasih. Babak  demi babak dramatis yang terpaksa disembunyikan tak akan dikisahkan karena hanya akan disimpan di dalam memori sanubari belaka.

Sejenak kemudian, Anye pun meronta. Namun, menikmati permainan baru yang mereka lakukan beberapa menit tanpa jeda. Aktivitas yang dinilai teramat manis dan menghipnotis dalam hening syahdu. Serangan demi serangan dilancarkan seolah dalam game virtual itu berlaku dengan sangat lembut, dalam tempo slow motion yang diselenggarakan tanpa perlawanan. Bergantian antara berlari, berjalan, dan berjeda sesaat hingga tanpa terasa napas beringas pun makin memburu. Bagai pelari marathon yang kelelahan mendekati finish.

Kupu-kupu yang datang pun bertambah dan bertambah. Kini tujuh ekor kupu-kupu bermain di sekelilingnya. Memang, ada amarilis yang sedang berbunga agak di sebelah kanan mereka. Demikian juga bunga kana yang terkenal sebagai kembang ganyong aneka warna. Itulah sebabnya, kupu-kupu pun bercengkerama di sana.

Mereka berdua sedang berada di bangku kosong di antara dua pohon besar. Memandang jauh ke bawah tampak kolam pemandian yang sedang lumayan sepi. Hanya ada satu dua kendaraan pengunjung terparkir di seberang area. Beberapa remaja dan anak-anak dengan pernak-pernik permainan atau alat berenang sedang bersenda gurau di tepi dan juga di tengah kolam renang.

Ada semacam pos atau pondok mini sebagai tempat beristirahat. Di area perbukitan itulah kedua pasangan muda itu sedang beristirahat. Pandangan pun bebas bisa menikmati panorama indah di segala arah. Jalu masih ingin melanjutkan petualangan, tetapi ....

"Ja-ja-jangan ...," dengan lembut Anye mengelak rayuan pangeran tampan.

Anye melarang Jalu melanjutkan penjelajahan itu dan cukup menghentikannya di sana.

"Ouwh ...!" Jalu membenamkan muka ke punggung Anye.

"Maafkan aku!" lirihnya dengan suara sendu.

Tatap netra begitu manis seolah kanak-kanak sedang merajuk mengharap air hidup pada sang bunda. Anye hanya mengangguk. Sibuk mengatur napas menurunkan suhu panas yang membara di dada dan kepala. Keduanya saling bertatap netra.

"Stop! Ja-jangan lanjut!" rajuk Anye tersengal menghentikan.

"Kita belum boleh melakukan. Kamu janji akan jaga kehormatanku sampai hari H tiba, kan?" lanjut Anye terbata-bata menata napas.
Jalu mengangguk paham sambil menyungging senyum sangat menawan.

"Terus terang, sejujurnya aku sudah tidak tahan. Aku mau kita menikah dulu, Anye! Aku takut tak kuat menahan diri bila berada di dekatmu!" ujarnya begitu tenang.

"Kita belum memiliki pekerjaan, Jalu. Kamu harus lulus dulu, lalu mencari pekerjaan sehingga ada pemasukan yang bisa kita andalkan. Aku juga begitu. Kalau saat ini aku belum berani mencari pekerjaan karena masih penelitian. Jika semester ini beres, semester depan selesai, aku siap mencari kerja dan sekaligus mendampingimu. Jadi, paling tidak masih ada satu semester yang harus kita hadapi untuk tidak melakukan hal ceroboh!" urai Anye.

"Kalau aku harus berbadan dua sebelum kamu memperoleh pekerjaan, dengan apa kita memberikan nutrisi terbaik buat buah hati?" lanjutnya.

Jalu mengangguk-angguk pasrah.

"Aku siap, Jalu! Tapi ada syarat yang harus kamu penuhi, yakni nafkah halal buatku. Bagaimana? Sanggup?" tantang Anye.

"Ya, aku sanggup!" tegas Jalu. "Setelah semester ini sidang, aku akan segera mencari pekerjaan dan selanjutnya ... kalau aku dapat pekerjaan, kita langsung menikah!"

"Baiklah. Kita saling mengingatkan agar tidak lepas kendali!"

"Ya, aku setuju."

"Kau jangan memulai memanas-manasi aku, dong!" rajuk Anye manja. "Kau kan tahu kalau aku juga ikut mudah terpancing! Makanya aku menghindari punya pacar dan berpacaran! Tetapi ...."

"Hehehe ... tetapi akhirnya kamu merasakan juga enaknya berpacaran 'kan? Sempat kangen dan memimpikan aku, nggak? Jujur!" Jalu mengangkat dagu Anye dan menatap manik netranya dalam-dalam.

"Menurutku ... mengalir sajalah! Tak apa. Kita sudah cukup dewasa. Kita juga punya kebutuhan khusus akan hal itu. Nggak ada yang menyalahkan! Kalau misalnya terjadi, ya terjadi sajalah apa yang akan terjadi!" sambut Jalu berdiplomasi.

"Kamunya sih enak, lelaki! Lah, kalau aku? Tubuhku ini pasti bisa berubah total, lalu segala sesuatunya pasti akan berubah dan berpengaruh bagi banyak hal!"

"Ya, enggaklah. Bukan hanya aku! Pastinya kita harus sama-sama enak. Lagian jika diberi kesempatan berbadan dua itu anugerah yang tidak diberikan bagi setiap wanita, loh! Kalau kamu berhasil, berarti kamu wanita terpilih!"

"Ya, iya, sih ... tapi, ya jangan sekarang-sekarang dulu! Harus diprogram juga, 'kan?"

"Kenapa takut, sih? Aku pasti akan bertanggung jawab, kok!"

"Bukan masalah tanggung jawab. Yang terutama itu kesiapan mental! Kalau belum bekerja kita nikah, kasihan orang tua kita dong! Saat ini dunia lagi terserang krismon seperti ini, kita harus benar-benar piawai mengatasinya, 'kan?"

"Hmm, iya benar! Pejabat yang di atas sana mah enak. Rakyat kecil menjerit, mereka enggak tahu!" ujar Jalu sebel.

"Nah, itu tahu! Maka, menurutku pacarannya dibatasi. Paling jauh, ya nggak jauh-jauh amat aja!"

"Boleh, siapa takut! Tetapi kalau melanggar dikit-dikit sebagai pemanasan nggak apa-apa, 'kan? Aku ini lelaki normal, Anye!"

"Ihh, jangan berdalih pemanasan segala, dong! Aku takutnya kita kebablasan saja!"

"Iya, iya ... batasannya juga jangan terlalu kaku, ya! Kalau kebablasan, ya takdir!" senyum Jalu mengembang.
Anye cemberut, tetapi si lelaki justru gemas melihat rautnya.

"Boleh nambah minumnya nggak? Kamu minum duluan gih, setelah itu aku!" usul Jalu sambil menawarkan botol kedua.

Anye langsung minum lagi beberapa teguk, kemudian isi sisa diserahkan kepada Jalu. Dia menghabiskan isi botol hingga tandas. Selanjutnya, dilihatnya ujung bibir Anye seolah-olah ada kotoran menempel di sana. Disekanya dengan sangat perlahan.
Sekali lagi Jalu melancarkan aksi dengan alasan mumpung manis jus masih terasa. Padahal, itu hanya sebagai dalih saja. Setelah beberapa lama melakukan aksi kian demonstratif, Jalu merambah memperluas daerah jajahan lain pula. Bak seekor kucing menandai daerah kekuasaan, dia pun menandai beberapa daerah bekas jajahan itu dengan stempel mungil yang dikatakan akan hilang secepatnya.

"Nanti kalau penanda itu hilang, pertanda harus kita instal ulang. Kita buat lagi tanda-tanda yang lebih indah!" bisiknya.
Anye tidak paham dengan apa yang dimaksud Jalu tanda-tanda ajaib tadi. Seumur-umur belum pernah berdekatan dengan pria seperti halnya saat ini. Saat Anye tinggal bersama kedua orang tua, penjagaan ketat selalu terjadi. Kini, dia harus menempuh pendidikan lanjutan di kota lain, maka penjagaan itu terlalu longgar.

Maklum, Anye sebagai newbi yang masih awam dalam dunia pacaran dan percintaan. Anye hanya merasa bahwa aktivitas secepat kilat sang pacar menimbulkan gemetar luar biasa. Tidak bisa juga Anye membedakan antara rasa kesakitan atau keenakan. Dua rasa dengan perbedaan tipis saja yang dirasakan saat bersama sang kekasih itu. Anye seperti manekin yang sedang didandani pemilik butik yang tak bisa berkutik dan berserah saja.  

"Kamu omong apaan, sih? Tanda-tanda apa?" kejar Anye keheranan.

Jalu tertawa tertahan. Dia tahu Anye tidak memahami dan yakin besok pasti tanda-tanda itu akan muncul di beberapa tempat strategis. Pasti saat ini dia tidak menyadari kalau sesuatu yang dilakukan Jalu akan meninggalkan jejak. Mungkin, Anye memang belum pernah mengalami sehingga ketahuan bloon juga. Jalu merasa geli, betapa polosnya sang kekasih meskipun lebih tua darinya. Dia merasa beruntung mendapatkan bidadari lugu yang masih orisinal seperti itu.  

"Mulai besok, biasakan diri menggunakan scarf. Tutuplah area leher agar tidak mengundang decak kagum siapa pun. Ya, aku percaya, sih. Pasti siapa pun maklum. Dengan adanya tanda-tanda ajaib itu, orang akan tahu kalau kamu sudah punya seorang kekasih yang begitu menyayangimu!" urai Jalu yang membuat Anye pun bertanya-tanya heran.

"Apaan sih, Jalu? Kamu ngomong tentang apa, sih?"

"Tentang tanda-tanda!"

"Tanda apa?"

"Tanda bahwa aku sangat mencintaimu!"

"Ah, kamu makin ngaco aja, deh!"

"Apa masih kurang?"

"Ya, kamu yang kurang ajar! Dari tadi bicara ngelantur aja!" Anye memukul pria itu dengan gemas.

"Ehm, ... sini kuberi tahu supaya jelas!" ujar Jalu sambil sekali lagi mengangsurkan diri mendekati sang kekasih.

"Yang ketujuh, ya!" Jalu diam-diam menghitung aktivitas mereka dan hal itu tidak disadari sama sekali oleh Anye.

"Mulai besok ...," kata Jalu yang dilanjutkan game berikutnya, lalu memberi jeda, dan melanjutkan ucapan, "akan tampak sesuatu yang istimewa dan kamu akan mengingatnya sebagai kenang-kenangan terindah dariku. Kamu akan merindukan aku dan bagaimana aku menyematkan kenangan terindah itu!"

Jalu masih melancarkan aksi manis dengan lembut beberapa saat hingga Anye pun hampir terhilang dalam dunia fatamorgana yang sengaja dihadirkan di depan netra. Jalu masih membawanya terayun menikmati aneka sensasi keindahan alam percintaan.
Makin piawai dan kian merindukan! Ada rasa luar biasa dan tak dapat dilukiskan dengan aksara serta kata-kata. Ada rasa debar dan desir agak berbeda memberikan signal-signal istimewa serta tak mampu diterjemahkan dengan bahasa manusia.

"Jjaluuu ...," keluh yang dibisikkan Anye ke telinga sang kekasih.

"Hmmm ...," jawabnya menyungging puas lelas yang hampir tak terdeteksi indera manusia.

***  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun