Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - menulis itu bikin kuat daya ingat

Menulis yang bisa ditulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepotong Pinta dalam Diam

21 Juni 2024   01:49 Diperbarui: 21 Juni 2024   01:53 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah menaikkan doa-doa tersebut, hatinya menjadi teduh kembali. Gejolak ombak yang berderai mengharu biru batin pun reda setelah mengadukan halnya kepada-Nya. Tidak seorang manusia pun yang dipercaya sebagai tempatnya mengadu dan apalagi mengaduh. Tidak. Kepada kedua orang tua pun tak boleh dia menunjukkan muka muram. Dia berjanji akan selalu menjadi bintang dengan sinar paling cemerlang sehingga menjadi pengobat lara dan lelah kedua orang tua.

"Na, kamu yang sabar, ya!" bisik Karin, sabahat sebangku yang akrab dengannya.

Karin tahu betapa Ratna  berusaha dengan susah payah untuk menelan pil pahit caci dan cerca beberapa gadis kaya yang selalu merundungnya. Karin pun berusaha tetap menjadi sahabat baik walaupun Ratna  tidak pRatna h sekali pun curhat kepadanya.
Sama dengan Ratna , Karin yang anak semata wayang dan yatim itu harus banting tulang dengan berdagang kue-kue buatan tetangganya. Dibawanya dari rumah ke kantin sekolah sebagai upaya perjuangan hidup. Sama dengan Ratna  yang menjadi buruh cuci setrika sehingga tangannya tidak pRatna h terasa halus tatkala harus bersalaman dengan siapa pun. Maka, dua gadis tersebut cukup akrab.

***

"Terima kasih, ya Allah ... ," air mata Ratna  tak dapat dibendung ketika memperoleh pengumuman bahwa jumlah nilainya terbaik di sekolah.

"Ratna , kami bangga padamu," Ibu Walimah, wali kelasnya menyalami sambil memberikan amplop agar bisa Ratna  gunakan sebagai sarana untuk mendaftar ke perguruan tinggi.


Sementara dari pihak sekolah, Kepala Sekolah dan Dewan Guru yang mengetahui kondisi keluarga Ratna  pun,  menggalang dana sukarela sebagai bantuan dana pendidikan bagi kelanjutan kuliah Ratna . Tentu saja tangis bahagia tidak dapat disembunyikan. Serta merta pertahanannya jebol sehingga tirta netra membanjiri kedua pipi mulus alami meski tanpa perawatan ekstra itu.

Sesuai apa yang dicita-citakan, Ratna  mengambil jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di salah sebuah perguruan tinggi swasta yang menawarkan beasiswa. Ratna  berhasil memasuki perguruan tinggi tersebut dengan menggunakan jalur prestasi. Apalagi sekolah pun memberikan rekomendasi kepadanya.

Meski sang ayah masih eksis dengan becaknya, Ratna  tidak merasa minder atau insecure. Dia justru bertekad hendak menunjukkan bukti bakti dengan belajar makin giat. Pekerjaan cuci setrika sudah ditinggalkan, tetapi dia berpindah ikut seorang penjahit. Di tempat itu, Ratna  belajar mulai dari menjelujur, memasang kancing secara manual, menyetrika sebelum diambil pelanggan, hingga melihat dan memperhatikan bagaimana ibu pemilik usaha itu bekerja. Diam-diam dia memperhatikan bagaimana membuat pola, memotong kain, dan memohon untuk diperkenan mencoba mengayuh mesin jahit.

"Kalau kamu berminat, bisa belajar sama Ibu!" tutur Bu Rita sang penjahit.

Demikianlah perlahan tetapi pasti, hari demi hari, seiring perjalanan waktu Ratna  mulai bisa membatu menjahit. Jadi, jika pulang kuliah, Ratna  tidak langsung pulang ke rumah, tetapi menuju rumah sang penjahit. Atas kejujuran dan kerajinan yang ditunjukkan, Ratna  mendapat kemajuan luar biasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun