Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepotong Pinta dalam Diam

21 Juni 2024   01:49 Diperbarui: 21 Juni 2024   01:53 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Pak, doakan Ratna  untuk bisa lulus dengan nilai bisa tembus untuk kuliah, ya Pak!" sungkem Ratna  kepada sang ayah.

Kedua orang tua tersebut mengangguk sambil berurai air mata, "Bapak dan Emakmu ini pasti selalu mendoakanmu, Nak. Gusti Allah memberikan kemudahan dan kelancaran sehingga apa yang kamu cita-citakan tercapai atas rahmat-Nya!"

"Amin. Ratna  berangkat dulu, Pak, Mak!" pamitnya.

***

"Halaahhh ... kalau miskin, ya miskin aja! Nggak usah sok-sokan ingin kuliah segala! Emang kuliah mau bayar pakai apa? Pakai daun?" sindir sekelompok gadis modis sengaja memperkeras suaranya.

Mereka adalah beberapa gelintir anak orang kaya yang menduduki kelas 3 IPA yang berada di lantai dua gedung sekolahnya. Sementara, Ratna  masuk kelas Jurusan Bahasa dengan  jumlah siswa hanya satu kelas, 23 siswa-siswi saja. Kelas  Bahasa ini dianggap kelas berkasta paling rendah, setelah IPA dan IPS.

Ratna  memang memilih Jurusan Bahasa sekalipun nilainya bisa saja masuk IPA. Alasannya karena dia ingin memperdalam kemampuan berbahasa, baik Bahasa dan Sastra Indonesia maupun bahasa asing, dalam hal ini bahasa Inggris dan bahasa Jerman.

Sekalipun diolok, disindir, dan dihina Ratna  tetap tersenyum mendengarnya. Sindiran, olokan, bahkan hinaan teman-teman yang hidupnya lebih  beruntung dari dirinya itu dianggapnya sebagai batu asah agar mempertajam mata batin untuk selalu berdoa dan berhubungan dengan Allah, Sang Pencipta skenario hidupnya. Ratna  sadar, sebenarnya para pengolok tidak bersalah. Hanya saja mereka diselimuti oleh rasa iri, dengki, dan cemburu yang tidak tersalurkan secara bijak.

Ketika mendengar perundungan yang ditujukan kepadanya, Ratna  hanya bergumam di dalam hati, "Ya, Allah. Bukan karena kemauan hamba kalau harus hidup di dalam kemiskinan. Semua atas kehendak-Mu saja. Oleh  karena itu, mampukanlah hamba menghadapi omongan dan olokan mereka. Kasihani mereka juga karena sebenarnya mereka telah menghina Asma Allah. Ampunilah mereka, ya Allah. Anugerahkanlah hidayah agar mereka sadar akan kekhilafannya, amin."

Hati Ratna  tenang kembali setelah mengadu dan mengaduh hanya kepada Allah sang Sutradara Agung yang membentuk jiwa raga dan garis nasib hidupnya.

"Ya, Allah ... kuatkan dan sehatkanlah Ayah hamba yang setiap hari harus mengais rezeki dengan mengayuh becaknya. Berikanlah rezeki agar Ayah pun tenang dalam mencari nafkah dan menghadapi masalah hidupnya. Demikian juga dengan Emak. Kiranya Allah berkenan berbelas kasih terhadap Emak dengan memberikan kesabaran dan ketabahan menghadapi hari-hari hidupnya. Mereka berdua harta hamba, ya Allah. Panjangkanlah umurnya sehingga boleh melihat hambamu ini sukses meraih mimpi dan menggapai cita-cita, amin," doa Ratna  menggema di dalam sanubari di setiap kala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun