Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kandas Terempas

14 Juni 2024   21:30 Diperbarui: 14 Juni 2024   21:58 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kandas Terempas

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Detak jam dinding membuyarkan lamunanku. Suara derap sepatu gadis-gadis cantik SPG Mitra, Malang pun melaju dengan derap berirama, berpadu riuh. Aku yang masih asyik di dalam selimut pun akhirnya terusik turun dari kamar atas. Aku berkemas untuk merapikan  kasur dan bantal. Hari ini aku off. Aku libur sehari, sementara esok masuk PS. Pagi - siang.  

Aku mau berkemas cuci pakaian sebelum nanti hujan keburu turun. Selanjutnya  berlari menuju kamar mandi dan mempersiapkan keperluan cuci pakaianku, sayangnya sabun cuci habis. Aku berniat keluar dan membeli. Namun salah satu teman indekosku, hampir bertatap muka saat aku akan keluar.

Namaku Pertiwi. Entahlah alasan apa orang tua memberiku nama seperti itu, aku sungguh tidak tahu dan ketika kutanyakan jawaban mereka tidak cukup memuaskanku. Aku sudah bekerja dan indekos di dekat tempat kerjaku. Hal itu karena aku tidak sanggup pergi pulang ke tempat kerja dari rumah orang tua yang berjarak sekitar 20 km setiap hari. Apalagi jam kerjaku juga tidak selalu pagi siang. Jika pulang malam hari, tentu kesulitan transportasi. Karena itu, praktis dan lebih aman aku indekos bersama beberapa teman yang sama-sama bekerja di daerah sekitar pertokoan di sebuah kota.

Tempat indekos yang lumayan terjangkau dari tempat kerja merupakan rumah berlantai tiga dengan beberapa kamar khusus untuk karyawati. Yang indekos pada umumnya para karyawan pertokoan sekitar. Karena berbanyak orang, kamar mandi yang terbatas pun digunakan beramai-ramai. Ada kalanya harus berebut jika banyak yang bekerja sift pagi.

Pagi ini aku off sehingga bisa agak leluasa. Namun, saat hendak mandi sekalian mencuci beberapa baju kotor, ternyata sabun cuci habis. Karena itu, cucian kuletakkan di dekat kamar mandi dan bergegaslah aku membeli sabun di kios dekat dengan gang sebelah rumah indekos. Karena terburu-buru, hampir saja aku bertabrakan dengan salah satu teman indekos.

Ya, Allah ... aku benar-benar teledor, kurang antisipasi. Seharusnya, sebelum bahan-bahan itu habis harusnya kusediakan sehingga tidak seperti ini. Nah, inilah pentingnya cek barang hahahaha ... seperti itulah tugasku di salah satu mal terbesar di kota ini.
Banyak karyawan berada di mal superbesar ini. Jika tidak kenal secara pribadi, kami biasa menyebut tempat kerja saja, seperti Mas Kepala Gudang, Mbak Bimoli, dan lain-lain.

Sebenarnya, aku sudah memiliki seorang pacar, tetapi kami terpisah jarak. Pacarku bekerja di Jakarta, sementara aku bekerja di salah satu mal kota besar dekat kota kelahiranku. Hubungan LDR memang menyebabkan rawan relasi dan komunikasi. Kesepian, yang jelas sering aku rasakan.

Beberapa  teman mengira aku masih jomlo karena mereka tidak pernah melihatku berjalan dengan teman pria. Karena itu, beberapa teman yang sama-sama bekerja di mal besar ini berusaha mendekati atau memasangkan dan menjodohkanku dengan karyawan yang menurut  mereka pantas, cocok,  dan sepadan.

Bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan nanti, perusahaan berencana mengadakan acara syukuran dengan meminta kami mengenakan baju daerah. Baik karyawan maupun karyawati diminta mengenakan baju daerah sesuai selera masing-masing. Sehari tersebut, sambil masih melaksanakan tugas seperti biasa, akan diadakan penilaian dan yang berhasil memperoleh nilai tertinggi akan mendapat hadiah.

  Sebulan sebelumnya, ada insiden kecil yang membuatku kebingungan. Seperti biasa, para karyawan karyawati harus absen ketika datang dan pulang menggunakan kartu absen. Tempat absen berada di lantai tiga, sementara tempat kerjaku di lantai pertama. Karena itu, setiap pagi ketika baru datang dan nanti menjelang pulang harus naik turun tangga hanya untuk urusan presensi ceklok ini. Bagi kami karyawan yang berada di lantai dasar, tentu ini menyita waktu dan  tenaga. Sungguh cukup melelahkan dan menyebalkan. Naik turun tangga manual menggunakan hight heels bukanlah perkara mudah bagi SPG yang harus banyak mondar mandir atau berdiri lama saat bekerja. Belum lagi kalau jam kedatangan kami mepet. Pastilah ada saja halangan yang menyebabkan rawan terlambat. Entah karena antrean mandi di tempat indekos, antrean kehadiran berjubel, atau alasan pribadi yang lain.

Saat itu, karena keteledoranku, kartu presensiku tercecer entah ke mana. Aku sangat panik mencarinya. Memang akhir-akhir ini penjualan di store-ku cukup laris manis. Namun, justru karena laris inilah presensi kepulanganku sering terlambat. Kesibukan membuat laporan penjualan pun cukup menguras energi sehingga membuat daya ingatku menjadi menurun. Jadi, intinya ... kehilangan kartu presensi merupakan sesuatu banget ...!  

"Mas ... ee ...," dengan kebingungan aku melapor pada petugas pengurus presensi.

Ketika melihat nametag-ku ... petugas tersebut langsung memahami keadaanku.

"Oh, Mbak Pertiwi  ... Beres Mbak, tadi sudah aku absenkan, tenang saja. Untung Mbak datang sendirian sehingga tidak diketahui teman lain," sahut Mas yang belum kukenal itu.

Tiba-tiba salah seorang temannya datang dan langsung menghampiri kami.

"Ada apa, Mbak? Ada yang bisa kami bantu?"

"Oh, ini Mas ... Mbak Pertiwi  ini kemarin kartu presensinya terjatuh dan sudah saya selamatkan!"

"Yo, wes ... syukurlah! Matur nuwun, yo Mas Ihsan!" serunya sambil menepuk bahu lembut.

"Lain kali hati-hati ya Mbak. Oh, iya ... kenalkan saya Arifin. Ini Mas Ihsan," ujarnya menyodorkan tangan untuk berkenalan.

"Terima kasih, Mas," jawabku tersipu.

"Kalau begitu, biar kartunya kita berdua amankan saja, gimana Mas?" usul Mas Ihsan kepada Mas Arifin.

"Lebih baik begitu agar tidak terjadi hal yang tidak kita inginkan!" jawab Mas Arifin.

"Maksudnya?" tanyaku keheranan.

"Sudah ... jangan khawatir. Kami berdua yang akan membantu presensi. Hanya, kalau pulang, Mbak harus datang sendiri ke sini, ya ...!"  

Sejak insiden itu, aku tidak keteteran dan ketakutan kalau agak terlambat dating. Namun, usulan Mas Ihsan, aku harus naik ke lantai tiga paling tidak dua hari sekali agar tidak semata-mata. Tidak diketahui teman lain sehingga mereka juga menitipkan kartu presensi.

Lumayan amanlah buatku. Apalagi, aku kini memiliki dua teman pria yang sama-sama baik. Jika sama-sama dinas malam, di antara mereka pasti bersedia menemaniku berjalan dari mal ke tempat indekos sehingga pulang sekitar pukul 22.00 bagi seorang gadis akan lebih aman ada pengawalnya.

"Minggu ini bisa off, Dik?" tanya Mas Arifin.

"Pas banget Mas, kok tahu kalau aku off, sih!" seruku saat kami berdua sempat bertemu.

"Aku mau ajak kamu refreshing, mau ya?"

Akhirnya, kami berdua bersepeda motor ke Waduk Selorejo. Sungguh, aku yang selama ini tidak pernah keluar dari kandang, merasakan betapa refreshing kali ini sangat luar biasa. Yah, sejak bekerja sekitar dua tahunan ini, aku tidak pernah ke mana-mana. Apalagi Mas Bambang jauh di Jakarta.

Sebenarnya kami hanya berteman biasa saja. Akan tetapi, sejak hari itu hubungan kami semakin akrab. Jika sedang mendapat sift sama, pada jam makan sering Mas Arif menghampiri counter-ku untuk mengajak makan di kantin bersama-sama. Akhirnya, teman-teman karyawan lain pun maklum.

Nah, pada acara perayaan Agustus, ketika kami harus mengenakan busana daerah, Mas Arifin mengenakan baju beskap, sementara aku tanpa tahu sebelumnya, mengenakan kebaya sewaan. Pada acara tersebut, ternyata kami berdua menjadi pasangan pemenang. Masing-masing kami memperoleh hadiah uang dan kesempatan berfoto berdua yang akan dipasang sebagai iklan perusahaan. Sesuatu banget, bukan?

Sebulan, dua bulan, kami lalui dengan biasa saja. Rupanya witing tresno jalaran saka kulina merasuki hatiku. Beberapa purnama hubunganku dengan Mas Bambang terputus tanpa kabar berita. Aku sudah bosan kirim kabar karena tidak pernah memperoleh balasan sehingga tak pernah kukabarkan lagi keadaanku. Sementara, Mas Arifin makin manis saja perhatiannya kepadaku. Rasa rindu menggangguku jika seharian belum bertemu dengannya. Sementara tanggungan pekerjaan kian menumpuk menjelang akhir tahun.

Tiba-tiba saja ada beberapa SPG baru yang direkrut oleh perusahaan. Salah seorang SPG cantik ditempatkan di dekat counter-ku. Suatu siang, kulihat Mas Arifin berbincang dengan SPG baru yang belum kukenal itu. Hatiku bagai tersengat melihat mereka berdua sedang berbincang. Sakitnya tuh ... di sini ...

Ketika presensi sift, aku bertanya kepada Mas Ihsan di lantai tiga perihal hubungan Mas Arifin dengan SPG baru.

"Oh, ... kata Mas Arif itu memang pacarnya, Mbak. Mas Arif yang mengajak bekerja di sini!"

Jleb!

Aku baru menyadari bahwa selama ini Mas Arifin memang tidak pernah menyatakan perasaannya kepadaku. Jadi, kalau aku terlalu GR (gede rasa) ... itu salahku sendiri, pikirku.

Sejak aku tahu bahwa Mas Arifin berpacaran dengan SPG yang ternyata bernama Rina itu, aku mundur teratur. Aku membatasi hubungan dengan teman pria mana pun. Aku lebih banyak menyendiri ketika jam istirahat tiba.

Aku tahu sekarang, mungkin kalau Mas Bambang tahu aku dekat dengan Mas Arifin ... pasti dia akan merasakan sakit seperti yang kurasakan saat ini. Kalau sakit badani, aku bisa berobat ke klinik. Namun, ini bukan sakit badani, bukan sakit ragawi, melainkan lebih dari itu.  Ternyata, cinta itu memang tidak harus memiliki! Meski cinta ini seolah terempas, aku harus tetap tegar, pikirku.  
 
***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun