Nah, pada acara perayaan Agustus, ketika kami harus mengenakan busana daerah, Mas Arifin mengenakan baju beskap, sementara aku tanpa tahu sebelumnya, mengenakan kebaya sewaan. Pada acara tersebut, ternyata kami berdua menjadi pasangan pemenang. Masing-masing kami memperoleh hadiah uang dan kesempatan berfoto berdua yang akan dipasang sebagai iklan perusahaan. Sesuatu banget, bukan?
Sebulan, dua bulan, kami lalui dengan biasa saja. Rupanya witing tresno jalaran saka kulina merasuki hatiku. Beberapa purnama hubunganku dengan Mas Bambang terputus tanpa kabar berita. Aku sudah bosan kirim kabar karena tidak pernah memperoleh balasan sehingga tak pernah kukabarkan lagi keadaanku. Sementara, Mas Arifin makin manis saja perhatiannya kepadaku. Rasa rindu menggangguku jika seharian belum bertemu dengannya. Sementara tanggungan pekerjaan kian menumpuk menjelang akhir tahun.
Tiba-tiba saja ada beberapa SPG baru yang direkrut oleh perusahaan. Salah seorang SPG cantik ditempatkan di dekat counter-ku. Suatu siang, kulihat Mas Arifin berbincang dengan SPG baru yang belum kukenal itu. Hatiku bagai tersengat melihat mereka berdua sedang berbincang. Sakitnya tuh ... di sini ...
Ketika presensi sift, aku bertanya kepada Mas Ihsan di lantai tiga perihal hubungan Mas Arifin dengan SPG baru.
"Oh, ... kata Mas Arif itu memang pacarnya, Mbak. Mas Arif yang mengajak bekerja di sini!"
Jleb!
Aku baru menyadari bahwa selama ini Mas Arifin memang tidak pernah menyatakan perasaannya kepadaku. Jadi, kalau aku terlalu GR (gede rasa) ... itu salahku sendiri, pikirku.
Sejak aku tahu bahwa Mas Arifin berpacaran dengan SPG yang ternyata bernama Rina itu, aku mundur teratur. Aku membatasi hubungan dengan teman pria mana pun. Aku lebih banyak menyendiri ketika jam istirahat tiba.
Aku tahu sekarang, mungkin kalau Mas Bambang tahu aku dekat dengan Mas Arifin ... pasti dia akan merasakan sakit seperti yang kurasakan saat ini. Kalau sakit badani, aku bisa berobat ke klinik. Namun, ini bukan sakit badani, bukan sakit ragawi, melainkan lebih dari itu. Â Ternyata, cinta itu memang tidak harus memiliki! Meski cinta ini seolah terempas, aku harus tetap tegar, pikirku. Â
Â
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H