Tahu Membalas Budi
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
 "Selamat pagi, Adik-adik. Bagaimana kabar kalian? Baik-baik, bukan?" tanya Kenanga pada anak-anak di rumah singgah pagi itu.
Seperti biasa, Kenanga mendapat jadwal Sabtu pagi untuk mengisi acara sesi 'Berbagi Berkat lewat Cerita.' Acara ini disponsori oleh donatur dan diselenggarakan oleh Remaja Peduli Anak Harapan Kota Impian. Sebenarnya sih, kelompok peduli anak jalanan  yang dimetaforisasi sedemikian rupa agar nasib mereka lebih baik. Istilah anak jalanan yang terkesan meremehkan disulap menjadi anak harapan hingga terdengar lebih manis pada indra pendengaran.
Acara berkumpul seperti biasa kali ini dilaksanakan di Ruang Rindu, istilah mereka untuk menyebut rumah singgah, sebuah ruko yang sengaja disewa oleh donatur dalam rangka pembinaan. Beberapa pemuda pemandu acara ditata secara bergilir mengisi sesi yang telah dipersiapkan panitia. Â
"Baik, Kak Kenanga," jawab mereka kompak serempak.
"Apakah ada di antara kalian yang mau membagikan berkat berupa cerita?" lanjutnya.
Beberapa di antara mereka menggeleng. Ada juga yang berucap, "Belum, Kak."
"Belum punya cerita, atau belum berani bercerita?"
"Dua-duanya, Kak," jawab sekitar dua puluhan anak di rumah singgah pagi itu.
"Oke. Kakak akan memberikan contoh, ya. Kakak harap kalian makin pintar bercerita sebab dengan bercerita sama dengan membagikan berkat kepada sesama manusia. Bagaimana? Apa kalian setuju untuk belajar berbicara di depan umum juga?"
Beberapa anak jalanan yang dikordinasi di rumah singgah itu mengangguk ragu. Mereka belum memiliki rasa percaya diri. Atau mungkin juga karena kurang membaca. Jadi, Kenanga akan membagikan cerita yang berasal dari apa yang ia lihat di media sosial.