"Halo ... selamat sore. Dengan siapa dan apa yang bisa saya bantu?" jawabku sejenak menanggapi sambungan telepon tersebut.
Suara di seberang tertawa, mengatakan bahwa suaraku tidak berubah. Akan tetapi, aku masih bingung belum mengenali siapa.
Setelah berbasa basi, akhirnya kuketahui bahwa si penelepon adalah mantan pacar sebentarku. Kukatakan mantan sebentar karena ketika kuajak ke desa tempat kakek nenekku tinggal, hubungan kami tidak direstui. Alasannya, harus ditinjau bagaimana bibit, bebet, dan bobot-nya.Â
Apalagi berdasarkan weton, kami berdua tidak cocok. Jadi, lebih baik putus baik-baik karena kakek tidak menginginkan salah satu cucu yang diangkat sebagai putri bungsunya ini berkeluarga dengan pemuda berasa dari Banyuwangi. Nah, dengan hati kecewa kami pun memutuskan dengan baik-baik. Hal itu sesuai pesan kakek agar aku tidak dikiriminya 'jaran goyang' santet andalan masyarakat Banyuwangi untuk wanita atau pria yang menolak cintanya.
Aku heran kok si mantan memiliki nomor teleponku setelah saat itu dua puluh lima tahun tidak berberita. Singkat cerita dia menemukan nomor teleponku dengan cara unik juga.
***
"Yah, Ayah ... siapa nama Bunda yang mantan pacar Ayah di Malang itu?" tanya putri bungsunya lewat sambungan telepon jarak jauh.Â
Saat itu putrinya sedang mengikuti bimbingan belajar di tempatku bekerja.
Dari pembicaraan dengan sang Ayah tersebut, si putri bungsu mencari tahu dengan bertanya ke pihak front office nama lengkap, alamat rumah, lengkap dengan nomor teleponku. Itulah sebabnya, Mas mantan mengetahui data lengkapku dan memberitahukan hendak ke Malang minggu depan. Namun, sayangnya aku tidak mengetahui dan tidak bisa menjumpai putri bungsunya itu karena diterima berkuliah di provinsi lain. Putri bungsu sudah berangkat ke provinsi lain mengikuti perkuliahan seperti yang diinginkan dan dicita-citakannya.
***
Dari hubungan yang baru terjalin antara keluargaku dengan keluarga Mas mantan, akhirnya aku diundang datang ke kota asalnya: Banyuwangi. Aku pun memenuhi undangan mereka, sebagai nazar karena bungsuku sudah selesai kuliah. Setelah bungsu mengikuti sumpah dokter, dana kuliahnya kugunakan untuk bersilaturahmi ke tempat mantan dan keluarganya.
Pukul sepuluh malam, kereta yang membawaku pergi ke kotanya sampai di stasiun. Aku dijemput oleh mantan beserta istrinya. Ternyata rumah mereka begitu jauh dari stasiun. Perjalanan sekitar satu jam lebih. Kupikir aku bisa tinggal di hotel, ternyata tidak ada hotel karena rumah mereka nun jauh di desa.Â