Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 171 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bertemu Gegara Si Putri Bungsu

5 Juni 2024   10:11 Diperbarui: 5 Juni 2024   10:41 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Suatu Sabtu pukul 16.00 sesi kelas sore kedua dan terakhir, aku mendapat tugas di kelas 12 IPS. Yang namanya siswa bimbel, tentu saja menggunakan busana aneka model. 

Ada yang masih mengenakan seragam sekolah khas sekolah yang bersangkutan karena langsung berangkat dari sekolah karena belum sempat pulang ke rumah, ada juga yang mengenakan busana bebas karena sudah sempat pulang ke rumah masing-masing. Demikian juga dandanan para gadis peserta bimbel. Karena malam Minggu, mereka pun bebas saja menggunakan busana dan riasan sesukanya.

Aku sedang serius mengajar, tetapi pada bagian bangku belakang terjadi sedikit keributan. Sudah kuingatkan agar tidak mengganggu kelas karena orang tua mengorbankan jutaan rupiah agar mereka bisa belajar di kelas tersebut. Untuk kelas biasa saja minimal lima enam jutaan per tahun, apalagi di kelas ekslusif dan eksekutif! Aduhai, pokoknya! Orang tua siswa pembelajar tentulah bukan sembarangan. Pada umumnya orang tua mereka tergolong berekonomi kelas menengah ke ataslah! Kalau putra putri guru memang memperoleh diskon lima puluh persen, sih!

Sembilan puluh menit mengajar dipecah menjadi dua. Empat puluh menit pembahasan secara teoretis dan diakhiri break tiga menit, selanjutnya pembahasan soal latihan sekitar 25 nomor hingga pelajaran berakhir. Masalah, break bisa diisi dengan senam jari/tangan, atau apa pun yang penting tidak boleh bersentuhan dengan tulisan/bacaan. 

Mengistirahatkan matalah kasarnya. Kadang kuisi dengan sepenggal cerita lucu, atau bahkan kelas tujuh dan delapan menyukai cerita horor yang diakhiri jeritan. Selanjutnya, pembahasan naskah soal di buku paket pun dilaksanakan dengan antusias.

Nah, suatu malam Minggu di dua baris belakang kulihat ada seorang pemuda sederhana baik dilihat dari segi fisik maupun penampilan. Entah bagaimana latar belakang siswa tersebut kurang kukenal, tetapi kutahu dia berangkat dan pulang menggunakan sepeda kayuh butut saja. Selain itu, ada tiga gadis dengan dandanan agak menor, sedang berbincang riuh sehingga sangat mengganggu proses pembelajaran.

Entah bagaimana asal mulanya, mereka saling olok seru, dan tetiba salah seorang gadis berdiri mendadak dan spontan menyerang pemuda sederhana tersebut. Beberapa pemuda di deret bangku belakang otomatis melerai sehingga terjadi keributan di kelas. Tentu saja aku menghentikan pelajaran sejenak, kuminta yang sedang bertikai keluar dari kelas dan salah seorang melaporkan kepada pihak akademik. Ada lima yang keluar dari kelas, salah satunya penanggung jawab sebagai ketua kelas.

Gegara peristiwa tersebut, sekitar lima menit kelas terhenti. Akan  tetapi, langsung  berlanjut karena tinggal membahas soal latihan materi. Lumayan tegang karena terhenyak betapa di kelas terdapat geng cewek yang pandai berkelahi pula.  Bukan hanya mulut yang riuh, melainkan juga tangan dan kaki yang piawai. Sementara saat  itu sedang musim smack down. Mengerikan, mengingat mereka wanita yang seharusnya dan idealnya berkarakter lembut dan anggun! Bukan hanya beberapa bangku bergelimpangan, melainkan juga ulah beladiri yang luar biasa memalukan!

Para gadis lain yang berniat untuk belajar karena ingin lolos ujian masuk perguruan tinggi negeri idaman memprotes keras atas peristiwa tersebut. Mereka tidak mau lagi sekelas dengan geng tersebut. Sementara, pemuda manis yang menjadi korban penganiayaan disembunyikan di kamar petugas oleh pihak bimbel karena ternyata tiga gadis yang tersinggung tersebut memanggil beberapa teman sekomplotan dan berniat untuk menghajar atau menghabisi si pemuda. 

Nah, ngeri, bukan? Dengan mata memerah berwajah garang tiga cewek belum bisa dikendalikan oleh pihak bimbel. Mereka mengamuk. Tutur kata berupa sumpah serapah yang membabi buta terlontar begitu saja. Padahal, saat itu petugas yang ada sangat minim karena sedang ada proyek promosi menjelang akhir tahun pengajaran.

Entahlah, aku tidak mengikuti kelanjutan kasus tersebut. Yang penting aku tetap menyelesaikan tugasku mengajar di kelas tanpa diganggu oleh kelompok tersebut. Selain itu, yang jelas, bagiku merupakan kasus sekaligus pengalaman mendebarkan, mengagetkan, mengerikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun