Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mencuri Start: Tips dan Trik Cantik

2 Juni 2024   18:59 Diperbarui: 2 Juni 2024   19:51 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

MENCURI START : TIPS DAN TRIK CANTIK
Ninik Sirtufi Rahayu

Setiap saat kita mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya. Setiap kali pula kita selalu terhenti pada lampu merah (trafic light) pertigaan, perempatan, atau juga lintasan kereta api. Bagi pengendara hal ini adahal hal biasa. Namun, jika kita dapat menyiasatinya dengan baik, kita punya kesempatan untuk menghemat waktu dan mempercepat perjalanan.

'Mencuri start' adalah istilah khusus pada bidang olahraga. Mencuri start ini memang bisa mengakibatkan peserta lomba dikenai sanksi diskualifikasi dan tidak diizinkan melanjutkan pertandingan. Misalnya, jika salah seorang atlet lari 100 m telah memulai berlari beberapa detik sebelum isyarat dibunyikan, atlet ini akan berada jauh di depan lawan-lawannya. Jika  dilakukan memang dapat menghemat waktu dan kemungkinan dapat menjadi juara. Namun, jika tindakan itu diketahui wasit akan berakibat fatal. Kita bisa didiskualifikasi!

Meminjam istilah bidang olahraga ini, ternyata mencuri start dapat dimanfaatkan secara positif pada beberapa bidang lain. Misalnya, dalam perjalanan sehari-hari. Saat terkena lampu merah kita dapat mempersiapkan diri dengan memilih tempat antrean yang paling menguntungkan. Biasanya, jalur kanan agak lambat memulai perjalanan. Karena itu, dengan memilih lajur sebelah kiri dan sesegera mungkin melaju saat lampu hijau menyala ternyata akan membuat kita berada jauh di depan kendaraan lain. Dengan demikian, kita dapat menghemat waktu perjalanan beberapa menit melampaui kendaraan lain. Memilih jalur jalan pintas yang lebih pendek dan tidak rawan macet juga dapat kita lakukan agar perjalanan kita relatif lebih cepat.

Dalam perjalanan dari rumah menuju ke kantor sehari-hari, saya selalu memilih jalur alternatif yang relatif lebih pendek. Misalnya, ada dua jalan yang mungkin dapat dilalui. Katakanlah jalur A dan jalur B. Jalur A berjalan lurus dan baru berbelok ke kiri pada lampu merah. Jalur lain berbelok dua kali ke kiri dan ke kanan, tetapi pada lampu merah dapat berbelok ke kiri bebas hambatan. Ternyata, melalui jalur B lebih cepat dibandingkan jalur A. Dengan demikian setiap hari saya selalu melalui jalur B ini. Dengan menghitung jarak dan waktu, dan berdasarkan pengalaman tersebut saya akan memilih jalur terpendek, tercepat, bahkan mungkin dengan jalan pintas atau potong kompas agar dapat menghemat waktu dalam perjalanan.

Hidup di masa kini dan terlebih di masa yang akan datang tentu diwarnai dengan persaingan. Semua serba harus berkompetisi. Jika kita tidak terbiasa memanfaatkan dan mengelola waktu secara lebih bijak, kita akan tergilas oleh roda kemajuan zaman itu sendiri. Oleh karena itu, membiasakan diri dengan bersaing sehat akan sangat menguntungkan diri sendiri. Demikian pula, putra-putri kita pun (jika telah memiliki) harus kita persiapkan untuk menyongsong dunia kompetitif dengan menjadi kompetitor yang berakal sehat.

Prinsip mencuri start di atas dapat diterapkan dalam berbagai bidang dan kesempatan. Misalnya, saat saya memiliki balita. Sebelum balita saya memasuki usia taman kanak-kanak, saya sudah mengajarkan calistung (baca-tulis-hitung) kepadanya. Saat bersekolah di Taman Kanak-kanak, dia sudah pandai membaca judul dan subjudul koran  dengan huruf relatif besar. Sebelum teman yang lain mampu membaca, balita saya sudah mampu melahap cerita bergambar singkat. Mereka  pun dengan bangga menceriterakannya kepada teman-teman mainnya apa yang dibacanya itu. Dengan demikian, tugas sang guru untuk mengajar membaca menulis sudah tidak berlaku lagi buat ketiga jagoan kami. Bahkan, gurunya meminta untuk unjuk kemampuan seperti membacakan cerita di depan kelas, membaca pesan kesan saat pertemuan wali murid, atau bahkan diikutkan lomba membaca cerita. Dampak positif yang dapat diraih adalah mereka mampu menduduki peringkat pertama sejak SD dan SMP. Bahkan hingga perguruan tinggi pun mampu unjuk kebolehan dengan prestasi cumlaude! Ini fakta yang kami peroleh dari model sistem mencuri start tersebut. Jujur, sulung dan bungsu memperoleh beasiswa meraih program magister dan doktornya di Amerika Serikat. Bukankah ini prestasi yang luar biasa?

Memang, menduduki peringkat pertama bukanlah target dan tujuan utama. Namun, memanfaatkan peluang untuk menjadi hebat itulah yang lebih penting. Dengan membiasakan mereka untuk menjadi yang terdahulu, membuat mereka senantiasa memanfaatkan peluang secara lebih baik dan efektif.

Selanjutnya, agar anak-anak terbiasa dengan situasi kompetitif, sejak usia sekolah SD mereka saya ajak main tebak dan cerdas cermat. Jika berhasil menebak atau menjawab pertanyaan sesuai materi di sekolah, kami menyediakan hadiah berupa uang saku tambahan yang langsung dimasukkan ke dalam celengan tanah liat masing-masing. Jika salah, secara sportif mereka akan mengakuinya dan belajar lebih baik lagi untuk mendapatkan hadiah tersebut.

Bukankah ini juga pelajaran hidup hemat dan memanfaatkan keuangan secara bijaksana? Buktinya, kini mereka sudah memiliki fasilitas hidup lengkap karena pengelolaan keuangan secara prima. Kalau kami pada usia 40-an baru memiliki rumah dan kendaraan mokas (mobil bekas), ketiga jagoan kami jauh lebih muda daripada usia kami ketika mereka mampu memiliki fasilitas tersebut.

Nah, lucunya, karena terbiasa tebak kata, teka-teki, atau menjawab soal, kepada eyangnya yang bukan guru pun mereka meminta 'pertanyaan' atau semacam kuis dan jika menjawab benar mereka akan meminta hadiah uang saku. Tentu saja eyangnya tidak dapat memberikan pertanyaan tersebut. Karena eyangnya berwiraswasta dengan berjualan di pasar, beliau meminta mereka untuk melakukan sesuatu seperti melipat tas kresek, memilah dan memilih kertas yang baik untuk membungkus dagangan, bahkan mengelap daun pisang.

Ternyata, mereka melakukannya dengan baik. Semula memang berharap mendapat hadiah, uang lelah, atau semacam ongkos kerja. Jika menginginkan tambahan uang saku, mereka akan berlomba memohon pekerjaan kepada sang eyang. Namun, setelah diberi tahu bahwa laba sang eyang tidak seberapa, akhirnya mereka melakukan dengan sukarela.

Setiap sore usai belajar atau mengerjakan PR mereka selalu membantu eyangnya. Akhirnya mereka mengetahui bahwa membantu meringankan beban orang tua, orang lain, atau kerabat itu mampu memberikan kebahagiaan, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Bukankah ini pun pelatihan untuk menggunakan waktu secara baik dan bijak? Secara tidak kami sadari, ternyata ini menjadi siasat tepat menanamkan karakter positif saling menolong, rajin, dan rela berkorban.

Tahukah apa yang terjadi dengan saat ini? Ketiga jagoan kami benar-benar memiliki kepedulian tinggi terhadap rakyat kecil yang berada di bawah garis kemiskinan. Saya pernah merasa trenyuh ketika bungsu meminta saya (yang saat itu menjadi driver ) untuk sejenak berhenti di tepi jalan. Tahukah apa yang dilakukannya? Bungsu memborong dagangan seorang janda sepuh yang berjualan ketan bubuk keliling. Apa katanya? "Kasihan, Ma ...!" dan kata-katanya ini sukses membuat tirta netra saya luruh tanpa disuruh. Ini adalah contoh kecil, Saudaraku! Masih banyak contoh lain yang belum saya kisahkan.

Belajar pun dapat dilakukan dengan prinsip mencuri start ini. Misalnya, saat yang lain sedang tidak belajar, seharusnya kita belajar tanpa disuruh-suruh apalagi dipaksa. Semua harus dilakukan berdasarkan kesadaran diri sendiri. Demikian juga dengan bekerja. Jika kita melakukan suatu pekerjaan sebelum orang lain melakukannya, kemungkinan besar kita akan memperoleh banyak keuntungan. 

 Bahkan, bisa jadi kita akan menjadi pionir atau trendsetter ('anutan') bagi orang lain. Adakalanya karena keberhasilan kita tersebut, kita dapat 'menjual' ilmu kita kepada orang lain. Misalnya, dengan membukukan keberhasilan kita atau menjadi pembicara pada seminar-seminar terkait.

Jadi, apa yang kita peroleh dengan mencuri start ini? Ternyata banyak bukan? Dahulu, semasa saya bersekolah, saya selalu bertanya kepada teman saya begini, "Kamu belajar mulai jam berapa hingga jam berapa?"

Nah, setelah memperoleh jawaban, misalnya teman mengatakan bahwa dia belajar mulai jam lima setelah sembahyang subuh hingga satu jam berikutnya, maka saya pun mengikuti cara demikian, bahkan saya sengaja menambah jam belajar saya.
Atau, akan saya tanyakan demikian, "Kamu mengerjakan PR hingga halaman berapa?" Jika mereka menjawab sampai halaman sepuluh, saya akan mengerjakannya sampai halaman lima belas. Saya harus mengerjakan lebih banyak daripada yang dikerjakan teman saya! Saya rela tidak tidur siang, asal bisa melakukan lebih banyak daripada teman-teman saya. Saya harus mampu mengalahkan teman saya! Saya harus menjadi yang terbaik. Bukankah itu motivasi intrinsik yang harus kita pelihara? Nah, inilah rahasianya sehingga saya selalu menduduki peringkat pertama kelas parallel sejak SD, SMP, hingga SPG. Bahkan, sampai kuliah pun saya memperoleh beasiswa TID (Tunjangan Ikatan Dinas) selama tiga tahun berturut-turut. Jika Anda bertanya rahasia saya menjadi juara, jawaban saya adalah mencuri start!

Sejak November 2020 lalu, saya mengikuti kursus menulis online. Bersama teman satu grup ada komitmen untuk tetap konsisten menulis setelah kursus berakhir. Karena saya memegang komitmen tersebut dengan setiap hari tetap menulis, sampai dengan saat ini Maret 2022  ternyata saya sudah menghasilkan 49 antologi serta 12 buku solo yang ber-ISBN dari berbagai penerbit. Sementara teman-teman saya belum apa-apa. Nah, inilah realisasi prinsip mencuri start yang saya lakukan. Jika orang lain bisa melakukannya, kita pun pasti bisa. Yang penting adalah niat. Di mana ada kemauan, pasti ada jalan, bukan?

Bahkan dengan hasil tersebut, saya semakin dikenal dan diundang untuk memberikan materi kepenulisan dari berbagai penerbit. Dengan demikian, personal branding saya kian menggurita, bukan? Bagi saya, sehari seuntai benang, setahun sehelai selendang! Saya akan tetap berkomitmen untuk menulis dan menulis. Kalau belum memperoleh seratus buku antologi, belum puas rasanya!

Pepatah mengatakan. "Alah bisa karena biasa."  Artinya, jika membiasakan diri, kita pasti bisa melakukannya. Masalahnya adalah, maukah kita membiasakan diri? Mendisiplin diri sendiri?  Mari kita tunjukkan bahwa kita mampu lebih baik, baik dari hari kemarin maupun dari orang lain! Tetap semangat. Dengan menjaga semangat yang menyala, asa pun dapat kita raih dengan semakin sempurna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun