Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bias Bianglala Senja (Parts 5)

2 Juni 2024   07:43 Diperbarui: 2 Juni 2024   07:46 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

"Ahh, ... nggak mau dipanggil Mbak lagi!" seruku sambil tetap kugodai dengan pukulan lembut pada badan kekarnya.

Suamiku yang kini suka bercanda pun menggodaiku, "Katanya harus tetap dipanggil Mbak?" kami pun tertawa berderai.

Di saat kami bercanda, muncullah Mas Dewo mengucapkan selamat kepada kami dengan muka sedih.

"Semoga Mbak Rianti segera pulih, Mas!" kusambut tangan Mas Dewo di hadapan suamiku. Mas Dewo hanya mengangguk lemas. 

Namun, ternyata beberapa saat setelah itu kudengar kabar duka. Rianti, sahabatku, telah meninggalkan suami dan anak pertama yang baru dilahirkannya.

Setelah pemakaman Rianti, atas izin suami dan seluruh keluargaku, aku memberikan ASI-ku untuk bayi sahabatku yang telah berpulang. Bersyukur, ASI-ku melimpah sehingga bisa dikonsumsi oleh bayiku dan bayi sahabatku. Ketika saat membawa bayiku pulang, yang oleh suami dan Ayah diberi nama Anugrah Prima Putra, aku justru kepikiran dengan bayi Rianti.

Kulihat Mas Dewo pun seperti masih shock dan trauma. Aku ingin membawa bayinya pulang juga. Maka, aku merajuk kepada suami dan seluruh keluargaku untuk membawanya serta dengan dalih agar aku tidak kesulitan untuk memberinya ASI. Untunglah, suamiku mengizinkan dan Mas Dewo pun memperbolehkan. Maka, selain membawa Nugi, sulung kami, kami juga membawa pulang ke rumah kami bayi Mas Dewo yang belum diberi nama itu.

Hujan mengguyur bumi sangat derasnya. Kami sampai di rumah dengan selamat membawa dua orang bayi sekaligus. Sungguh, tak kuduga bahwa aku bisa menerima dua orang bayi sekaligus. Apalagi satu di antaranya adalah putra mantan pacarku. Sesuatu yang aduhai, bukan?

***

Sebulan kemudian, Mas Dewo dan ibunya datang ke rumah kami hendak menjenguk bayinya. Dengan menangis, Ibu Mas Dewo mengucapkan terima kasih kepadaku. Di situlah Mas Dewo jujur kepada ibunya bahwa akulah yang beliau tolak saat itu. Dipeluknya aku sambil meminta maaf. Aku hanya tersenyum.

"Semuanya ada yang mengatur, Bu! Ibu tidak perlu khawatir. Saya tulus mencintai anak ini sebagaimana anak kandung saya sendiri! Biarkanlah dia bersama kami sampai suatu saat Mas Dewo memperoleh pengganti ibunya!" kataku lembut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun