Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Menulis sesuka hati, senyampang ada waktu, dan sebisanya saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Yati Gembrot

28 Mei 2024   14:26 Diperbarui: 28 Mei 2024   15:17 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Wah, boleh Yati, boleh. Nanti kumintakan kepada mereka, ya ... daripada bukunya nggak terpakai, lebih baiklah kalau kamu gunakan. Jaga dengan baik dan pergunakan dengan baik pula, ya!" pesannya.


Akhirnya, seiring perjalanan waktu, aku lulus dari sekolah dasar dengan nilai yang memuaskan. Teman-teman yang dulu mengejek, mengolok, dan menghinaku "Yati gembrot otak udang" tidak lagi berkutik. Meskipun kurang bergaul dengan mereka karena hari-hariku kugunakan membantu orang tua berkutat dengan sawah dan lumpur atau apa saja yang mereka lakukan, aku tetap belajar di rumah Bu Guru dengan alasan membantunya bebersih rumah.


Teman-temanku tidak pernah tahu bagaimana usahaku untuk belajar dan menjadi pintar. Tubuhku memang belum banyak berubah, tetapi Bu Guru memberitahuku bahwa aku harus diet, mengurangi makan makanan, dan mengusahakan berpuasa semampuku.


Aku memang masih gemuk, tetapi tidak terlalu seperti tahun lalu karena aku berusaha mengubah pola hidupku. Bahkan, ketika nilai kelulusanku sangat bagus, Bu Lurah dan Bu Guru keduanya berkenan memberikan sponsor buatku untuk masuk di sekolah yang bagus. Bu Guru tetap akan membantu mengajari dan mendanai aku. Sementara Bu Lurah berkenan membelikan sepeda pancal untuk memudahkanku pergi ke sekolah.


Di sekolah yang baru aku berusaha baik dengan semua orang. Aku benar-benar mengubah diri seperti anjuran Bu Guru. Kata beliau kalau aku tidak mau bergaul, aku rawan diolok dan dihina. Kalau aku berteman, mereka tidak akan menggangguku karena teman-teman baikku pasti akan membelaku.


Bu Guru juga pernah bercerita tentang filosofi gajah. Gajah yang besar itu tidak kuat berlari, sementara cetah, singa, macan tutul, dan hewan buas lain mengandalkan kecepatan berlari. Nah, di saat tidak berada di lingkungan kawanan, gajah itu akan kalah dengan hewan buas pemangsa tersebut. Namun, jika berada di dalam kawanan, gajah itu akan aman.


Waktu kecil dulu
Mereka menertawakan
Mereka panggilku gajah
Kumarah kumarah

(Gajah Tulus)

Demikian pula para pengolok dan penghina, mereka selalu berkelompok. Tidak pernah mengolok satu lawan satu, mereka pasti kroyokan. Maka aku diminta meniru ulah gajah yang tidak pernah lepas dari kelompok.


Sejak saat itulah aku mengerti. Karena dulu selalu menyendiri, aku menjadi bahan olokan, gunjingan, cemoohan, dan hinaan teman-teman. Saat berada di sekolah baru ini aku menjalin relasi sebanyak mungkin. Dengan siapa pun aku berusaha santun, ringan tangan, dan berteman dengan baik. Dengan demikian mereka melupakan kekuranganku, tetapi melihat kelebihanku.


Kini baru kutahu
Puji di dalam olokan
Mereka ingatku marah
Jabat tanganku panggil aku gajah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun