Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 171 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Damar Derana (Part 22)

28 Mei 2024   06:04 Diperbarui: 28 Mei 2024   06:50 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Damar Derana (Part 22)

Pagi itu setelah Pambudi berangkat ke kantor, lewat pesan Whatsapp dimintanya Nadya menyiapkan dua stel pakaian untuk menginap di suatu tempat. Ketika Nadya bertanya ke mana mengingat perut buncitnya semakin berat rasanya, Pambudi hanya membalas dengan emoticon tertawa dan mencium.


"Kalau aku mengatakannya, itu namanya bukan surprise, Nok!" balasnya.


"Waahh, ... si Mas Pam mau mengajak ke mana, ya?" batinnya.

Agak siang sedikit, tiba-tiba perut Nadya terasa kram, padahal menurut hitungan belum saatnya ia melahirkan. Nadya menahannya sambil melakukan senam yoga. Pikirnya itu karena ia berpikiran kurang baik. Sambil terus berdoa dan memuji Tuhan, Nadya mengelus-elus perut buncitnya.

Dia katakan bahwa sudah sangat lama ia menantikan putranya itu. Karena itu, dimintanya putranya sehat-sehat dan bahagia di dalam rahimnya. Ya, Nadya selalu membiasakan mengajak berkomunikasi baby yang ada di dalam kandungannya itu. Bahkan, Pambudi menyiapkan beberapa lagu klasik yang sewaktu-waktu bisa diputarnya agar putra dalam kandungannya tenang.

Ia kabarkan kepada Pambudi mengenai kondisi kandungannya. Pambudi membalas jika Nadya ingin konsultasi ke dokter kandungan boleh menunggunya sebentar lagi. Ternyata, hanya sebentar saja kondisinya sudah pulih kembali.

Suatu Surprise

Agak sorean Pambudi pulang. Dibawanya serta kemenakan jauh yang ikut di rumah ibunya untuk menemani Bik Irah di rumah karena Nadya akan dibawa Pambudi ke tempat lain. Nadya sudah siap. Koper kecil juga sudah dipersiapkan dengan baik. Pambudi langsung membawa koper itu ke dalam mobilnya dan meminta Tini menemani Bik Irah satu atau dua hari.

Selama perjalanan Pambudi selalu bersenandung gembira. Nadya heran. Tidak biasanya suaminya seceria ini.

"Mas, kejutan apa pula sih yang hendak Mas tunjukkan ini?"

"Ha ha ha ... kejutan ya kejutan, Nok! Tenang sajalah, tunggulah barang sebentar!" katanya renyah.

Akhirnya sampailah mereka di suatu perumahan mewah. Mereka melewati beberapa cluster. Nadya sangat kagum melihat design rumah yang sungguh sangat menawan itu. Dari gerbang yang dihiasai megah itu, Nadya membaca suatu nama perumahan mewah yang belum pernah dikunjunginya.

Jalanan indah yang dilewatinya cukup berliku, tetapi kemampuan Pambudi mengemudikan mobil sangat bagus sehingga Nadya tidak merasakan liukan tajam yang sedang dilewatinya. Kandungannya aman. Melalui hutan pinus dan kemudian lanjut melalui hamparan kebun bunga di kiri kanan jalanan membuat Nadya selalu meminta suaminya memperpelan laju kendaraannya. Sampailah mereka di sebuah area perumahan elite. Disambut dengan sebuah taman bertuliskan nama perumahan tersebut dan kemudian jalanan menuju kompleks yang dihiasi pohon palem tertata rapi. Pambudi masih belum menghentikan kendaraannya sampai hampir ke ujung perumahan itu.

Nadya mendengar kicauan aneka burung yang sengaja dipelihara oleh para petugas dengan rawatan cukup baik. Deretan sangkar burung, baik yang dinaikkan tinggi maupun yang dijejer di sepanjang jalan menuju perumahan itu, menyajikan nyanyian alam dengan sangat harmonis. Ada juga kandang-kandang beberapa hewan, seperti kelinci anggora, kucing persia, ayam mutiara juga berbaris di tepian jalan tersebut. 

Bahkan beberapa ekor burung merak dan jenis ayam kalkun dibiarkan bebas hidup di luar kandang sehingga beberapa pengunjung menyempatkan diri memarkir kendaraannya di tempat yang ditentukan untuk melihat pajangan aneka hewan yang dipiara dan dipajang di sana. Ini benar-benar sebagai sebuah perjalanan yang sangat menyenangkan hati Nadya.

"Seperti sedang bersafari di Taman Safari,"  katanya senang.

Pambudi menghentikan kendaraan di depan sebuah rumah bercat hilau muda yang sangat bagus. Nadya masih terheran-heran.

"Ini rumah siapa, Mas?" tanyanya sambil melihat ke kanan kiri. Ada beberapa pohon tabebuya empat warna di samping pohon flamboyant yang sedang memamerkan bunganya dengan sangat indah. Laksana berada di Jepang karena tabebuya tersebut sedang berbunga dengan lebatnya sehingga guguran mahkota bunganya terdampar di bawah bagaikan hamparan permadani yang siap menyambut kedatangan mereka. Ada juga berbagai anggrek yang sedang berbunga tergantung pula dengan manisnya di teras rumah itu.

"Rumah seseorang tentu saja!" jawab Pambudi enteng sambil tersenyum manis. "Yuk, masuk!" lanjutnya sambil menggandeng lengan kanan Nadya. Sementara tangan kanannya mendorong koper beroda itu.

"Waaaww ... !" teriak Nadya kegirangan melihat ada air mancur dinding kaca dengan kolam kecil di bawahnya yang dilengkapi beberapa ikan koi. Ikan-ikan itu sedang berenangan dengan indahnya.

"Maaasss ... indah banget. Vieuw-nya pun luar biasa. Dikelilingi pegunungan dengan hawa yang masih segar alami tanpa polusi! Ini rumah siapa? Mengapa kita cuma dua hari di sini? Berapa sewanya? Aku suka banget! Dikorasi eksterior dan interiornya pun sangat wooowww," katanya nerocos bagai tronton yang remnya blong dengan mata membulat.

Pambudi hanya tertawa sambil mengacak-ngacak poni Nadya lalu mengecup keningnya mesra.

"Yuk, ah, ... kita istirahat dulu sejenak. Aku lumayan capek, Nok! Hari ini banyak banget acaraku!" jawab Pambudi sambil menyelonjorkan kakinya di sofa berwarma soft itu.

"Ah, ... yaya ...!" diletakkannya pantatnya berdekatan dengan suaminya. Lalu tangan Pambudi melingkari pinggangnya dengan nyaman.

"Nok ... sukakah kamu tinggal di sini?" tanya Pambudi lembut.

"Suka banget, Mas!"

"Bagaimana kalau kita pindah ke sini agar kamu bisa lebih tenang mengurus baby kita setelah lahiran nanti?" lanjut Pambudi.

"Haa ... seriusss?" tanya Nadya membelalak.

"He ... eh, Nok. Ini rumah hadiah untukmu yang telah memberikan seorang baby sebagai hadiah terindah dalam hidupku!"

Nadya langsung memeluk erat suaminya sambil meneteskan air mata.

"Loohh kok malah nangis, sih?" sergah suaminya sambil membelai punggungnya. "Ini hadiah istimewa yang sangat surprise, bukan?"

"Terima kasih, Mas. Aku sangat terharu, akhirnya ... aduuhhh ... !" tiba-tiba Nadya kesakitan karena perutnya seakan diremas dan merasa sangat mules. Nadya meringis menahan sakit, sementara Pambudi lumayan kebingungan. Pambudi pun segera mencari tahu klinik bersalin di seputaran rumah barunya itu.

Ternyata di kompleks perumahan tersebut juga ada sarana kesehatan lengkap dengan dokter jaganya. Dibawanya Nadya ke klinik tersebut dan ternyata Nadya sudah bukaan tiga. Kata dokter, Nadya bisa pulang dahulu, sementara nanti kalau gelombang cinta yang dirasakannya sudah semakin sering dengan jeda menetap, Nadya boleh kembali. Namun, Nadya tidak mau. Dia ingin stay di klinik yang menawarkan gentle birth dengan sistem ITS (isap, tiup, senyum)  itu karena seperti itulah cara melahirkan yang diidam-idamkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun