Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Damar Derana (Part 18)

23 Mei 2024   07:19 Diperbarui: 23 Mei 2024   07:49 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Dalam erangnya, sempat terucap keinginan Nadya agar diizinkan-Nya berbadan dua. Pambudi terkesiap, betapa Nadya serius menghendaki hadirnya janin di rahimnya. Pambudi pun sangat menginginkannya. Pambudi mendukung semua keinginan Nadya dan dengan lembut disentuhlah bibir Nadya dengan sentuhan manis, diperlakukan pula dengan ekstra hati-hati.


"Aku mendukungmu, aku juga ingin kita dipersatukan dengan kehadiran buah hati kita. Aku mencintaimu, Nok! Aku berjanji akan setia dan tidak akan menduakanmu sampai ajal menjemputku!"


Hari itu sungguh istimewa bagi mereka berdua. Mereka kelelahan, tetapi ada gurat bahagia pada sinar netra mereka.


"Mas, bagaimana baiknya? Aku jawab pesan mereka, atau aku biarkan saja?" tanya Nadya pada Pambudi.


"Jika kamu sudah tidak menginginkannya, inilah saat tepat untuk mengakhirinya. Jadi, menurutku, biarkanlah mereka berbahagia. Jangan merecokinya!"


"Baiklah. Good idea. Aku pikir juga begitu. Menurutku, sebaiknya aku segera meminta berpisah dan segera kita tata ke depan hubungan kita ini. Apa Mas serius hendak bersamaku? Hendak menikahiku?"


"Ehh ...  tanpa kautanya pun aku siaplah, Nok! Berharap bulan depan kita memperoleh hadiah istimewa, tepatnya anugerah-Nya yang luar biasa! Mari kita berdoa dan selalu berdoa agar asa kita diijabah-Nya!"


"Amin!"


***

Mengabaikan si Madu

Nadya sama sekali tidak mengabari dan mencari tahu kabar tentang suami dan madunya itu. Nadya tidak ingin merecokinya. Setiap hari ada saja kesibukannya, terutama mempersiapkan dan mempercantik rumah barunya. Hanya sesekali saja Nadya ke rumah lama. Nadya pun tahu, suaminya tidak pernah menginjak rumah lama mereka.


Nadya hanya mengucapkan selamat atas kelahiran putri cantik suaminya itu melalui gawai. Nadya minta maaf karena proyek baru yang menyita hari-harinya sehingga tidak sempat menjenguk Vivi. Berharap semuanya akan baik-baik saja. Apalagi pasti orang tua Prasojo akan menyambut cucunya dengan senang hati dan membantu merawat Vivi sebagaimana mestinya.


"Ma, Vivi kangen. Vivi minta maaf jika telah menyakiti hati Mama. Tengoklah Pravita, Ma. Apa Mama tidak ingin menggendongnya?" pesan Vivi lewat Whatsapp.


"Ma, setelah merasakan sakitnya melahirkan, Vivi tidak ingin melanjutkan sekolah. Biarlah Vivi akan mengasuh Pravita saja. Misalnya Mama mau mengasuhnya, ya nggak apa-apa, tetapi Vivi terlanjur mencintai Papa, Ma! Vivi nggak mau berpisah dengan Papa, Ma!"


Hati Nadya sangat terpukul sebenarnya, tetapi ia menyikapinya dengan kepala dingin. Nadya tahu, ia harus segera meninggalkan suami itu. Maka, diajukanlah gugatan perceraian melalui pengacara Pambudi.


Nadya sudah mantap. Seandainya Pambudi pun tidak menikahinya dan dia hamil karena berhubungan dengan Pambudi, Nadya telah siap. Nadya  benar-benar sudah bertekad hendak berpisah dengan suaminya dan tidak lagi mengganggu rumah tangga baru mereka. Maka, sejak kelahiran Pravitasari putri pertama Prasojo dengan Vivi Hapsari itu, Nadya sudah tidak lagi merasa terikat oleh pernikahan dengan Prasojo yang masih berstatus suami sahnya. Dia malah meminta agar Prasojo segera menceraikannya dan mendaftarkan Vivi sebagai istri sahnya.


Prasojo berusaha mencari Nadya ke rumah lama, tetapi tidak pernah bisa ditemui. Ketika didatangi ke kantor, Nadya selalu mengelak tidak bersedia ditemui oleh siapa pun.
 
***

Tidak Peduli Lagi

Tiga bulan sudah usia baby Pravitasari. Sudah kelihatan cantik dan montok karena ASI-nya melimpah. Sudah mulai bisa tersenyum manis ketika mendengar suara memanggilnya. Dikirimkannyalah foto-foto lucunya ke gawai Nadya, tetapi Nadya tetap  bergeming. Tidak ada satu foto pun yang dikomentari.


Vivi sudah cukup lelah. Vivi tahu mungkin mama sangat marah ketika suaminya direbut. Jika dahulu tampak baik, itu karena mamanya pandai menyembunyikan perasaan. Kini Vivi sudah tidak lagi mengirimkan apa pun lewat gawai. Vivi tahu, itu akan membuat mamanya semakin sakit hati.


Prasojo pun mengerti dan menjaga perasaan Nadya. Ketika Vivi menceritakan kepadanya bahwa sang mama sudah tidak menghiraukan lagi, Prasojo mengerti bahwa Nadya benar-benar ingin melupakan mereka. Nadya yang tidak mau ditemui olehnya juga merupakan isyarat bahwa pernikahan mereka sudah berakhir. Maka, Prasojo pun kini terfokus pada tumbuh kembang Pravita. Ia semakin memanjakan istri yang masih belia itu.


Vivi, meskipun bisa dekatakan masih sangat belia, dia mampu menjaga perasaan suaminya dan membuat sang suami itu bertekuk lutut padanya. Vivi piawai membuat Prasojo kalah telak. Setiap malam Prasojo dimanjakan dengan pijatan yang membuat lelahnya sirna. Ya, Vivi bukan lagi gadis manja yang minta selalu dimanjakan, melainkan telah berubah menjadi seorang istri yang justru memanjakannya.


Meskipun sudah memiliki balita yang masih disusui, Vivi tetap melayani suami dengan sumringah. Pulang kerja, suami selalu ditemani mandi air hangat, dipijatnya, lalu dibalurlah dengan minyak balur aroma terapi sehingga sepulang kerja sang suami itu bisa beristirahat sekitar dua puluh menit, bahkan sempat tertidur dengan nyenyak. Rutinitas yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Ketika masih bersama Nadya, tidak ada ritual semacam itu. Karenanya, Prasojo kian betah dan serasa makin sehat dan lebih merasa muda saja.


Bangun di senja hari, Prasojo sudah fresh kembali. Dilihatnya si istri sudah rapi dan wangi, siap melayaninya di malam hari. Maka, jatah nafkah batiniah pun selalu diberikan dengan sukacita tanpa kendala. Waktu berkala pun selalu ditepati, paling tidak tiga hari sekali.


Teman-teman kantor Prasojo keheranan. Setelah pernikahan kedua, Prasojo justru semakin fresh dan tampak makin muda. Mungkin karena terbawa oleh aurora istrinya yang masih delapan belas tahun. Sungguh, Vivi telah membuatnya jauh berbeda. Keceriaan dan cintanya membuat Prasojo menjadi luar biasa. Tahun itu, Prasojo pun dipromosikan menduduki staf manager di kantornya.


"Ma, Pravitasari benar-benar memberikan rezeki buat kita. Papa diangkat menjadi manager sekarang!" serunya mengabarkan kebahagiaannya ini kepada Vivi yang kini telah dipanggilnya Mama agar putrinya pun memanggil seperti itu.


"Wuaaahhh, ... congrats ya Pa! We always love you, Pa!" seru Vivi sambil menyorongkan Pravitasari ke rengkuhan papanya.
Prasojo menciumi istri dan putrinya dengan mesra.


"Hadiahnya nanti malam, ya Pa!" kata Vivi berseloroh.


"Enggak, ahh ... boleh sekarang saja, dong!" gurau Prasojo.


"Boleh, boleh. Yuk, ah ...!" ucap Vivi sambil menggamit lengan suaminya manja.


"Kamu tunggu dulu sebentar, ya Nak. Mama Papa akan pacaran ... hihihi ...!" lanjut Vivi sambil memasukkan Pravitasari ke dalam baby box-nya perlahan. Baby Pravitasari pun tersenyum manis mendengar suara mamanya.


Sore itu Vivi melayani suami dengan bahagia. Vivilah yang berinisiatif dan lebih aktif agresif sehingga membuat Prasojo kian mencintainya. Vivi tahu bagaimana membahagiakan suami yang sedang naik jabatan itu.


Kali ini, mereka terlibat di dalam permainan baru. Lokasi pun berbeda. Hanya di sebuah kursi yukensi tak berlengan, bukan di tempat seperti biasa, dan ternyata tempat baru ini sangat mendukung nyatanya. Model dan cara baru yang mereka laksanakan itu membuat sensasi luar biasa. Sesuatu yang belum pernah mereka lakukan. Dapat ditebak dampaknya, bukan? 

Keduanya berhasil menangkap bulan yang bertengger di awan-awan. Sementara, beberapa butir bintang yang sedang bergelayut berseliweran di seputaran bulan pun dapat dipetik dan disematkan di ujung ubun-ubun. Maka, sinar indah memancarkan pelangi dari netra keduanya. Berkilau memukau, sangat indah memesona!


Ketika baby Pravitasari sudah mulai bosan ditidurkan di baby box, kedua orang tua itu belum selesai menuntaskan tugas dan kewajiban sebagai pasutri. Maka, dibiarkannya si baby berteriak dan menangis sekalian untuk melatih jantungnya.

bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun