Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 171 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bila Belalang Bertapa (Part 1)

21 Mei 2024   02:51 Diperbarui: 21 Mei 2024   03:07 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila Belalang Bertapa
Ni Ayu

Fajar menyingsing di ufuk timur dengan indahnya. Kuning jingga bersembur merah menyala jauh di timur sana. Kawanan hewan pun sudah terbangun dari tidurnya.
Seekor belalang masih bertengger di balik daun ilalang di sebuah taman.


"Masih dingin," begitu kata hatinya. "Baiklah aku diam saja di sini dahulu sampai matahari menghangatkan sayapku!" senandikanya (katanya di dalam hati).


Tiba-tiba melintaslah seekor kupu-kupu yang hendak mencari madu bunga liar. Demi dilihatnya belalang yang masih diam, kupu-kupu pun menyapanya dengan suara halus, "Selamat pagi, Sahabatku!"


"Pagi juga kupu jelita!" jawab belalang sambil menguap manja.


"Kamu pasti sudah meminum embun pagi ini, ya! Waahh.. tentu segar rasanya. Tetapi mengapa kamu masih mengantuk?"


"Ehe he he ... iya, mataku masih berat, nih. Dingin banget pagi ini, Kawan!" jawab Belalang sambil menggeliat.


"Ahhh, .... Ayolah segera beraktivitas, jangan malas!" kata kupu-kupu menyemangatinya. "Aku juga ingin segera mengisap madu bunga matahari di barat sana. Ayolah bangun, jangan malas!" lanjut Kupu-kupu pula.


Tiba-tiba dilihatnya sayap Kupu-kupu mengkilat ditimpa sinar mentari yang pagi ini mulai berpendar. Sinar yang menerobos di antara daun waru dan daun jambu hutan itu membuat sayap kupu-kupu tampak berkilau indah. Apalagi segala warna di dunia ada di sana. Ada hitam, biru cerah, biru dongker, ungu, hijau, kuning, jingga, putih, juga bulatan merah indah.


Ketika dikepakkan warna itu aduhai indahnya. Belum lagi sepasang antena melengkung menggulung di ujung menghiasi wajahnya, menambah kecantikannya kian sempurna dipandang netra.


Belalang melihat pada dirinya. "Uhhh, ... warnaku kusam! Hanya satu warna pula, cokelat kusam dana buram!"


Tiba-tiba saja dia merasa malu dan minder. Belalang diam, tetapi tetap memandangi keindahan dan kemegahan sayap Kupu-kupu. Sangat jauh berbeda antara dirinya dengan Kupu-kupu yang lincah dan indah itu.


"Hei, Sahabat! Mengapa kamu diam melamun?" tanya kupu-kupu mencairkan suasana beku.


"Hmmm, ... iya ... iyaa ... A-aku ... aaakuuu ...!" Belalang menjawab tergagap. Ia malu sekali.


"Ada masalah apa? Katakanlah! Siapa tahu aku bisa membantumu!" tutur Kupu-kupu agak merayu.


"Pergilah mencari madu dulu. Nanti jika sudah kenyang, kembalilah ke sini, Kawanku! Aku perlu nasihatmu, tetapi aku juga masih agak mengantuk. Pas kamu selesai mencari madu, kantukku pasti sudah sirna!" kata Belalang.


"Baiklah, aku pergi dulu sebentar saja. Kulihat di seberang banyak bunga liar! Tidurlah, sebentar,  jika kenyang nanti, aku pasti kembali kemari!"


"Baiklah, hati-hati, ya!"pesan Belalang.


Selama ditinggal oleh kupu-kupu, Belalang menimbang-nimbang. Apakah perlu dia bertanya kepada Kupu-kupu. Apakah kawannya ini tidak menghinanya nanti? Hmmm... iya, tidak. Iyaa, tidakk.. galau hatinya sehingga kantuknya pun tiba-tiba sirna.


Ternyata Kupu-kupu tidak mengingkari janjinya. Belum satu jam dia sudah kembali mengunjungi Belalang. Ia berayun-ayun di pucuk tangkai bunga rumput liar, lalu sapanya manis, "Belalang, sahabat baikku. Aku sengaja datang untukmu. Ceritakanlah masalahmu, dengan senang hati aku akan membantumu!"


"Hmmm ... apakah kamu bisa menjaga rahasiaku?" tanya Belalang ragu.


"Jangan khawatir, Kawan. Aku tidak akan membongkar rahasiamu. Aku akan menjaganya seperti menjaga biji mataku!"


"Baiklah, Kawan. Begini ...," kata Belalang sambil memperbaiki posisi berdirinya.


Diceritakanlah betapa tadi setelah melihat sayapnya yang indah timbul rasa kecewa terhadap keberadaan dirinya. Belalang membandingkan kondisi tubuhnya yang jelek. Apalagi kaki belakangnya yang terlalu panjang dan berduri-duri dianggapnya sangat tidak menguntungkannya. Lalu muncullah rasa sedih di dalam hatinya. Menyesal mengapa ia diciptakan dengan model badan yang sangat jelek ditambah warna kusam yang sangat tidak menawan.


"Sebenarnya aku sangat malu!" kata Belalang memulai ceritanya.


"Malu? Kenapa kamu harus malu?" selidik Kupu-kupu dengan mata nanar.


"Ini ... lihatlah aku! Sayapku jelek tidak seperti sayap indahmu. Aku juga tidak bisa terbang sepertimu!"


"Ohh, ...!" Kupu-kupu terkejut sekali.

"Lihat pula kaki belakangku ini. Terlalu panjang dan berduri. Jelek sekali, bukan? Lagipula aku hanya bisa melompat saja!" kata Belalang.


"Ooohh, begitu saja kenapa malu? Tahukah kamu bahwa dahulu aku pun sangat jelek?" lanjut Kupu-kupu.


Belalang mendengarnya terheran-heran, "Benarkah?" tanyanya.


"Pasti benarlah! Saat aku masih menjadi ulat, siapa yang memedulikan aku? Semua takut karena begitu jeleknya aku. Semua merasa jijik apalagi bulu-buluku bisa membuat gatal siapa pun yang terkena ujungnya. Banyak yang tidak menyukai bentuk tubuh dan keberadaanku!" kata Kupu-kupu dengan mata berkaca-kaca.


Belalang  menyimak cerita kupu-kupu, lalu sejenak kemudian, Kupu-kupu pun melanjutkannya, "Saat aku menjadi kepompong pun masih menjijikkan. Tubuhku jelek sekali, hanya seperti guling yang hanya bisa berguling-guling. Beruntung jika aku selamat! Jika ditemukan oleh manusia yang menganggap diriku enak, aku pasti digorengnya sebagai sumber gizi yang gurih. Nah, sangat rawan, sementara aku tidak bisa mengelak, tidak bisa menyelamatkan diriku sendiri!" sengaja Kupu-kupu diam kembali sejenak untuk memberi kesempatan agar Belalang bisa berpikir jernih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun