"Baiklah, Kawan. Begini ...," kata Belalang sambil memperbaiki posisi berdirinya.
Diceritakanlah betapa tadi setelah melihat sayapnya yang indah timbul rasa kecewa terhadap keberadaan dirinya. Belalang membandingkan kondisi tubuhnya yang jelek. Apalagi kaki belakangnya yang terlalu panjang dan berduri-duri dianggapnya sangat tidak menguntungkannya. Lalu muncullah rasa sedih di dalam hatinya. Menyesal mengapa ia diciptakan dengan model badan yang sangat jelek ditambah warna kusam yang sangat tidak menawan.
"Sebenarnya aku sangat malu!" kata Belalang memulai ceritanya.
"Malu? Kenapa kamu harus malu?" selidik Kupu-kupu dengan mata nanar.
"Ini ... lihatlah aku! Sayapku jelek tidak seperti sayap indahmu. Aku juga tidak bisa terbang sepertimu!"
"Ohh, ...!" Kupu-kupu terkejut sekali.
"Lihat pula kaki belakangku ini. Terlalu panjang dan berduri. Jelek sekali, bukan? Lagipula aku hanya bisa melompat saja!" kata Belalang.
"Ooohh, begitu saja kenapa malu? Tahukah kamu bahwa dahulu aku pun sangat jelek?" lanjut Kupu-kupu.
Belalang mendengarnya terheran-heran, "Benarkah?" tanyanya.
"Pasti benarlah! Saat aku masih menjadi ulat, siapa yang memedulikan aku? Semua takut karena begitu jeleknya aku. Semua merasa jijik apalagi bulu-buluku bisa membuat gatal siapa pun yang terkena ujungnya. Banyak yang tidak menyukai bentuk tubuh dan keberadaanku!" kata Kupu-kupu dengan mata berkaca-kaca.
Belalang  menyimak cerita kupu-kupu, lalu sejenak kemudian, Kupu-kupu pun melanjutkannya, "Saat aku menjadi kepompong pun masih menjijikkan. Tubuhku jelek sekali, hanya seperti guling yang hanya bisa berguling-guling. Beruntung jika aku selamat! Jika ditemukan oleh manusia yang menganggap diriku enak, aku pasti digorengnya sebagai sumber gizi yang gurih. Nah, sangat rawan, sementara aku tidak bisa mengelak, tidak bisa menyelamatkan diriku sendiri!" sengaja Kupu-kupu diam kembali sejenak untuk memberi kesempatan agar Belalang bisa berpikir jernih.