Rupanya, peristiwa yang menimpaku itu merupakan ujian pula bagi sulung. Setelah dengan sabar dan berhikmat sulung menenangkanku sebagai emaknya, ternyata dia memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan selama empat purnama dalam rangka peningkatan karier. Kesempatan langka yang hanya berasal dari kasih-Nya semata, bukan?
Puji syukur kepada Allah, daun jatuh pun atas izin-Nya. Setelah melalui pendidikan, awal bulan di akhir tahun ini sulung memperoleh pemberitahuan promosi jabatan dengan menduduki kursi kedua pada kantor cabang yang ada di luar Pulau Jawa. Sungguh, suatu anugerah yang sangat istimewa bagi keluarga besar kami. Hal yang sangat tidak kami duga sama sekali.
Benar bahwa, "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia, semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia!"
Tuhan memberikan ujian berupa kegagalan dan kehilangan pada kita untuk mengajarkan hikmah di dalamnya. Harus diingat bahwa Tuhan juga tidak akan pernah salah dalam memberi keputusan, termasuk tentang kehilangan. Maka, jangan jadikan kehilangan sebuah kutukan. Justru kita mendapatkan izin-Nya untuk bertemu sebuah keberuntungan.
Harus diakui, melepaskan sesuatu yang hilang bukan perkara yang mudah. Namun, esok kita akan tahu apa hikmah yang ada di baliknya. Jika kita merelakan sesuatu dengan ikhlas, ia akan kembali pada kita meski dalam cara dan wujud yang berbeda.
Banyak pelajaran dan hikmat yang diperoleh dari sebuah musibah. Satu di antaranya agar berintrospeksi, berempati, dan bersimpati. Jika mengalami ditipu itu sakit, harusnya tidak akan pernah menipu sesama karena tahu bagaimana rasa sakit ditipu dan dikhianati. Demikian pula tidak mengolok, menghina, dan mencerca mereka yang sedang ditimpa musibah penipuan, tetapi justru menolong meski hanya dengan cara memberikan kata-kata penguatan dan penghiburan. Setidaknya, sekadar berempati kepada mereka yang mengalami hal sama. Setelah mengalami dan merasakan sendiri, bisa tepa selira. Artinya, tahu diri. Kalau orang lain mengalami, kita bisa menghayati dan membayangkan seolah diri sendiri yang mengalami.
Bahkan, kita bisa belajar dari filosofi sebatang pohon yang sedang ditebang. Setelah terluka, pohon tidak pernah menunggu permintaan maaf dari parang yang telah melukainya. Ia tetap tumbuh dari perihnya luka dan sadar bahwa saat tumbuh besar, luka itu akan mengering dan tertutup dengan sendirinya.
Tidak ada untungnya menunggu kata maaf, tetapi justru harus memaafkan. Sakit hati dan dendam yang disimpan justru hanya akan membuatnya layu. Sementara, melepaskan semua dengan maaf akan menjadikannya lebih tenang, selanjutnya membiarkan Tuhan yang bekerja memberikan hadiah buah-buahan yang terindah untuknya kelak.
Semuanya memang butuh waktu. Namun, mengikhlaskan yang sudah terjadi akan lebih baik, kemudian memulai bertumbuh dengan apa yang sedang diupayakan.
Soli deo gloria!
Malang, 13 Desember 2023