"Iya, anggap sudah lunas. Kita nggak perlu menanyakan lagi. Lupakan saja!"
"La, iya ... kupikir memang dia yang pura-pura lupa. Nggak pernah datang untuk minta maaf atau berjanji kapan akan mengembalikannya!" sergahku.
"Ma, sudahlah. Jangan diingat dan dipikirkan lagi. Anggap dia sudah melunasinya!"
"Hmm ... masalahnya ... gaji mama yang dipotong, Pa!"
"Pikiran Mama itu harus sudah dibebaskan dari masalah itu. Anggap lunas sajalah. Percayalah, pasti Tuhan Yesus akan menggantinya asal ...." sengaja dijeda sehingga menggantung.
"Asal apa?" potongku.
"Hehehe ... asal Mama nggak memikirkannya lagi. Bayangkan sudah lunas saja kenapa, sih! Daripada mengganggu ketentraman umum!" senyum lebarnya sangat menggangguku.
"Hmmm ...."
"Lah, kalau Mama pikirkan pasti kesal, menyesal, nggak bisa tidur, 'kan? Maka, yang paling mudah ... ya lupakan saja. Anggap uang hilang atau sudah dilunasi saja. Uang bisa dicari, Ma ... tapi saudara susah dicari. Maka, ya sudahlah. Pengalaman. Besok-besok nggak perlu seperti itu lagi. Kalau memang nggak punya, ya minta maaf saja, nggak perlu lagi dibantu pinjam nama segala. Yaaa, inilah kampus kehidupan itu Ma! 'Kan  the experience is the best teacher!"
"Iya, sih ... ehh ... kok jadi teringat nasib Bu Maria ya, Pa!"
"Bu Maria yang mana?"