"Iya, betul banget! Kelak kalian pasti bisa sampai tingkat teratas!" kata sepupuku menimpali pembicaraan mereka sambil mengendalikan kendaraan.
Bersyukur, kini setelah bertahun-tahun berlalu, putra sulung dan putra kedua kami menetap di ibu kota, sementara bungsu masih menyelesaikan program doktornya berbeasiswa di Texas. Kerlap kerlip lampu di ibu kota itu ternyata memotivasi ketiga putra kami untuk sukses berkarier sehingga bisa membawa kami orang tuanya ke mana pun.
Saat aku lepas purnatugas, diajaknya aku dan suami ke negeri jiran untuk menikmati pemanfaatan paspor. Sungguh, mana pernah aku terpikir terbang hingga luar negeri. Orang desa sepertiku berjalan jauh lintas provinsi saja sudah sangat bersyukur. Sekali lagi kerlap-kerlip lampu ibu kota di malam hari itu membuat tepekur, betapa agung karya-Nya. Putra kami telah mikul duwur mendem jero, menaikkan harga diri kami di mata keluarga, teristimewa yang dahulu pernah mem-bully masa kecilku. Aduhai, kian deras air mata mengingat karya nyata-Nya yang luar biasa. Soli deo gloria!