Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nirankara

7 Mei 2024   17:09 Diperbarui: 8 Mei 2024   00:48 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nirankara

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Bus yang ditumpangi melaju cukup tenang. Perjalanan panjang ditempuh sejak dua hari lalu nonstop membuatnya kelelahan. Terlebih beban mental menggelayuti pikiran.

Wajah kusut dengan rambut sedikit digulung agar tidak menghalangi bersender. Bantal leher lumayan membantu sehingga tidak bersandar ke bahu lelaki di sebelahnya.

Sejak dua hari lalu ia melakukan perjalanan dari luar negeri, pulang ke tanah air dalam rangka cuti sebulan. Cuti yang diminta setelah selama lima tahun bekerja dan hendak melanjutkan kontrak kembali sebulan yang akan datang. Ia hendak menengok ibu dan adik sekalian melihat hasil jerih payah selama bekerja di luar negeri. Namun, peristiwa pilu berhasil mendera hati dan pikiran.

Ketika sedang berada di kendaraan malam ini, ia begitu nelangsa. Berkali-kali diembuskan napas dalam dan dibuang dengan kasar. Terpeta, terngiang, dan terulang kembali kisah yang telah dilewati. Namun, tetiba ....

"I need to rest. I hope I will not disturb you," sapa pria di sebelah.

"Iya," jawab Kinan lembut hampir tak terdengar.

"May I know your name?" lanjut pria itu menjulurkan tangan.

"Kinanti," jawabnya masih lembut.

"Albert," sambut lelaki perkasa itu.

Kinanti berpikir, pria ini sepertinya anggota angkatan entah darat, laut, udara, atau kepolisian. Perawakannya oke banget. Karena pemalu, Kinanti tak pernah berani menoleh memperhatikan wajah blasteran pria cukup tampan itu.

"Maaf, saya sangat lelah. Izin istirahat," lanjut Kinan berbasa-basi.

"Go ahead," jawab si tetangga.

Dalam sekian detik, Kinan baru menyadari bahwa sebelahnya itu bukan pribumi. Namun, kantuk mengalahkan hasrat untuk bertanya lebih lanjut.

Ya, Kinanti. Gadis manis yang rela menguburkan cita-cita hendak kuliah hanya karena ingin memperbaiki nasib. Ia merantau dan menjadi pejuang devisa di mancanegara mengingat rumah reyot dan kumuh mereka. Sejak ayah berpulang dua tahun sebelumnya, kehidupan keluarga kian terpuruk. Ibu bekerja sebagai pembantu rumah tangga orang kaya di desa sebelah tampak sangat kelelahan.

Sarwendah, adik perempuan satu-satunya yang masih kelas 1 SMA saat itu sangat butuh biaya pendidikan. Karena itulah, Kinanti merelakan masa remajanya dengan ikut menyingsingkan lengan baju, bekerja menjadi perawat orang tua di mancanegara. Setidaknya, ia akan bisa mengirim uang untuk ibunya. Bahkan, Kinan berencana merenovasi rumah agar terlihat lebih layak huni.

***

 "Ingat, Kinan. Jangan percaya siapa pun! Kamu harus menabung untuk diri sendiri!" pesan Indar me-wanti-wanti.

"Kan ... ibuku. Masa ibuku tega?"

"Hmmm ... kalau yang namanya uang, sungguh! Kau tidak bisa mempercayai siapa pun! Sekalipun itu ibumu!" lanjut Indar yang sengaja mengajak ketemuan di salah sebuah tempat pertemuan para pekerja migran macam mereka.

"Aku tidak berpikir seburuk itu!"

"Percayalah padaku! Banyak kawan kita yang kena tipu. Maka, kusarankan kau menabung sendiri! Kau  kerja keras di sini. Jangan sampai orang lain menikmati kucuran keringatmu!"

"Jadi, aku harus bagaimana?"

"Jangan kaukirim semua. Tabung saja sendiri. Baru kauberikan secukupnya!"

"Gitu, ya!?"

Indar mengangguk memeluk bahunya.

 

***

Tepat jam dua siang Kinan sampai di kampung halaman. Ia heran karena kondisi rumah tetap berantakan seperti lima tahun silam saat berangkat ke negeri jiran. Walaupun  sudah satu jam berada di rumah, ibunya tidak menunjukkan rasa rindu sama sekali. Ketika Kinan hendak memeluknya pun, tampak enggan dan agak cuek.

Kinan tahu diri. Pikirnya, ia akan mandi dan bebersih diri dulu. Setelah mandi, segera menemui ibu yang masih berada di dapur.

"Bu, Kinan mau tahu buku tabungan dari uang yang sudah terkirim!"

"Tabungan apaan? Tidak ada!" seru ibu sinis.

Wajah Kinan langsung pias. Sendi-sendi tulangnya melemas. Apa yang dikhawatirkan Indar benar-benar terbukti. Ibunya tidak bisa menunjukkan buku tabungan yang ia minta.

Kinan menunjukkan hasil print out kapan dan berapa kiriman selama dua tahun terakhir yang dihitung mencapai hampir seratus jutaan. Akan tetapi, ternyata tidak ada sama sekali. Uang hasil kerja kerasnya menguap begitu saja.

Terbayang bagaimana ia harus menahan kantuk saat menjaga majikan tua di negeri orang. Betapa lelah dan lapar ditahan demi bisa mengirim uang sebagai tabungan masa depan. Namun, ternyata semua sia-sia belaka.

Kinan terduduk lemas. Air mata mengalir deras. Tak ada rasa belas kasihan ibu kepadanya. Padahal, sejatinya Kinan hendak meminta sang bunda membangun rumah agar  tidak lagi terkesan kumuh.

"Lalu ... selama ini ... ke mana dana itu mengalir?" pikirnya dalam diam.

"Kamu baru saja datang, malah mengungkit-ungkit kiriman yang nggak seberapa. Kau tanyakankah bagaimana kondisi kami di sini?" hardik ibunya.

"Ya, sudah. Terima kasih."

Kinan langsung berkemas-kemas. Kopor yang  baru saja diletakkan dan belum dibongkar itu langsung diambil kembali. Kinan menghubungi Kang Kurmen untuk meminta diantar ke rumah nenek di desa tetangga.

"Bu, Kinan pamit izin ke rumah nenek," pamitnya sambil mencium tangan.

Hari masih benderang tatkala Kinan meninggalkan rumah kembali. Tidak banyak yang tahu karena kepulangannya memang tidak diberitahukan kepada siapa pun.

Di perjalanan, Kang Kurmen sempat menanyakan mengapa tidak menginap di rumah. Kinan berdalih ada pekerjaan di tempat lain yang harus segera ditangani.

Masih dalam kondisi sangat sedih dan kecewa, Kinan segera meluncur menuju ke kota. Ia tidak menginap di rumah nenek. Beruntung, sore itu ia mendapat tumpangan travel yang hendak kembali setelah menurunkan penumpang. Ia segera meminta diantar ke perusahaan jasa transportasi untuk memesan tiket bus malam. Sekali lagi keberuntungan masih berpihak padanya. Ia masih memperoleh kursi cadangan. Tak mengapa, pikirnya.

***

Terjadi sedikit drama ketika anak salah seorang penumpang yang baru masuk tantrum meminta tukar kursi dengan Kinan. Pihak bus meminta kesediaan Kinan untuk memberikan kursi yang dipilihnya di depan, di sebelah kiri sopir, kepada anak kecil tantrum itu. Juga menawarkan kepada Kinan tempat duduk agak di tengah sebagai pengganti.

Tidak mau ribut, Kinan pun mengalah. Ia menyetujui saja apa yang dimaui anak kecil tantrum beserta kru bus. Pikirnya, yang penting ia bisa beristirahat di dalam perjalanan. Lagi pula kepala dan hatinya terlalu sarat dengan pikiran nestapa.

Air mata Kinan tak dapat berhenti ketika didengarnya dari headset berita mengapa sang bunda berkelit tentang dana tabungan. Ya, karena tidak tahan menyimpan dukalara, ia sampaikan kepada Indar bahwa apa yang dikhawatirkan itu benar-benar terjadi.

Kaget luar biasa justru ketika Indar mengemukakan jujur bahwa sebenarnya ia tahu apa yang terjadi dengan keluarganya. Indar mendapat berita dari saudara yang dipercaya di tanah air. Berita itu sengaja tidak diteruskan kepada Kinan agar ia tahu sendiri bagaimana kenyataan di lapangan. Maka, dibiarkanlah Kinan pulang ke tanah air dalam kondisi tidak tahu-menahu rahasia yang terjadi di keluarganya.

Dikirimkannyalah berita berupa voice message sehingga Kinan bisa mendengarnya lewat headset tanpa mengganggu penumpang sebelah.

"Kinan, kamu harus kuat dan tabah. Prasojo telah menodai dan menghamili adikmu. Dengan uangmu itulah, ibumu telah membeli rumah mungil untuk Sarwendah yang kini sedang hamil besar. Mereka sudah menikah!"

"Aku tahu, kamu sangat mencintai dan mengharapkan Prasojo, kan? Namun, adikmu yang lebih muda dan cantik itu telah merebut hatinya! Saranku, ikhlaskan dia, Kinan! Tuhan pasti akan mengganti dan memberimu jodoh yang lebih baik!" 

Sampai di sini air mata Kinan membanjir deras. Isaknya terdengar lamat-lamat, tetapi tidak berhasil membangunkan penumpang di sebelah.

Tiba-tiba bus berguncang sangat hebat dengan suara benturan dahsyat. Tentu saja hampir semua penumpang dalam kondisi tidur atau tidur-tidur ayam itu menjerit histeris. Guncangan terjadi beberapa kali sehingga menghentikan kendaraan masih di tengah malam.

Kecelakaan beruntun itu membuat kalang kabut penumpang yang selamat. Masing-masing berhamburan hendak turun dari kendaraan. Setelah turun, ternyata mereka masih berada di sebuah jalan tol. Ada sekitar lima kendaraan yang mengalami kecelakaan tersebut.

Kinanti sangat terguncang. Kaget luar biasa hingga kakinya lemas tak berdaya. Ia hanya terduduk di pinggir jalan tol yang sedang ramai oleh hiruk pikuk penumpang menyelamatkan diri dan keluarga.

Sepasang tangan terjulur memintanya berdiri. Pria penumpang di sebelahnya itu langsung memeluknya. Kinan gemetaran dengan wajah pias.

"Are you okay?" mencari-cari kalau-kalau ada luka.

Kinanti mengangguk berurai air mata.  

"The passenger who sat in the front died," bisiknya sambil masih memeluk menenangkan.

Sebenarnya risih juga Kinan dipeluk pria itu, tetapi dalam kondisi darurat begini, ia tak bisa berbuat lain.

"It was God who saved you!" tatapnya.

Kian lemas mendengar berita itu hingga Kinan jatuh pingsan. Benturan hebat tepat di dahi rupanya menjadi penyebab, membuatnya pusing. Kinan pun dibawa ke rumah sakit. Selama dirawat beberapa hari, Albert menemaninya dengan setia.

***

Ninik Sirtufi Rahayu, (Ni Ayu) gemar disapa Uti. Lahir di Tulungagung, 23 November, tinggal di Malang, Jawa Timur. Masih belajar dan terus belajar membuat cerpen bagus. FB, Instagram, KBM Apps niniksirtufirahayu, email ninik.sirtufi@gmail.com, telegram/WA: 081252689962.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun