"Pandanglah aku baik-baik, Kawan! Apa kamu pikir sayapku lebih baik daripada sayapmu?" lanjut Kecoak sambil memutarkan dirinya.
Belo lalu melihat Kecoak dengan lebih jeli lagi. Tampak benar. Warna sayap Kecoak lebih pekat daripada warna sayapnya. Jika dibandingkan dengan sayapnya, sayap Kecoak lebih jelek.
"Jika demikian, ya sudahlah Belo. Jangan berharap yang tidak-tidak. Sebentar lagi akan diadakan lomba atletik. Jika kamu melanjutkan tapa puasamu dan berharap keajaiban, lalu siapa yang akan menjadi juara lomba lompat jauh?" Â kata Cing Cacing pula.
"Selama ini bukankah kamu juaranya, Belo?" imbuh Jangkrik.
"Juara tak tertandingi dan tak terkalahkan!" puji Kalajengking santai apa adanya.
"Nah, tenyata kamu masih lebih hebat dibandingkan kupu-kupu, kan? Lalu mengapa kamu ingin menjadi kupu-kupu?" tanya Cing Cacing heran.
Belalang tersentak. Terkejut luar biasa. Apa yang disampaikan teman-temannya ternyata memang benar adanya. Selama ini dialah juara lompat jauh. Jika dia menjadi kupu-kupu, pastilah tidak akan bisa menjadi juara lompat jauh lagi.
"Sudah, jangan melamun terus. Cepatlah sudahi tapa puasamu! Cepat cari makanan dan makan yang banyak supaya tenagamu pulih, sehat, dan kuat. Kamu harus secepatnya berlatih agar hari H perlombaan nanti kamu tidak dikalahkan oleh Jangkrik!" kata Li Lipan mengingatkannya.
"Terima kasih!" ucap Belo.
Kemudian secepat kilat dia melompat melesat mencari makanan. Setelah merasa bersalah, Belo bersyukur karena tetap menjadi belalang sebab dengan demikian dia akan bisa mencapai cita-cita untuk menjadi juara atletik di bidang lompat jauh lagi.
Belo bersyukur memiliki sahabat yang sangat memperhatikan dirinya. Tidak perlu malu lagi, tidak perlu menyesali kalau kaki belakangnya panjang berduri. Ya, tidak perlu bertapa dan berpuasa lagi!