Rindu di Kala Hujan
Ah, mendung yang menggelantung sejak pagi tadi membuatku semakin gelisah. Cucian bertumpuk. Yang kemarin saja belum kering benar. Hari ini tentu tidak bisa menjemurnya. Kasihan Bi Imah yang mengurusinya. Â
Sebagai anak tunggal, aku bisa saja cuek terhadap segala sesuatu di rumah karena sudah ada asisten rumah tangga. Namun, aku tetap harus belajar mengurus rumah tangga bersama Bik Imah. Antisipasi saja kalau suatu saat harus berjauhan dengan orang tua, aku harus bisa hidup  mandiri. Karena itu, seringkali aku membantu dan sekaligus berguru pada Bi Imah tentang urusan dapur. Ini kulakukan karena ibuku yang juga sebagai wanita karier jarang mengurusi dapur.Â
Sementara, mendung begini mengingatkanku akan dia. Ya, aku teringat saat di taman beberapa waktu lalu.
"Mas, bagaimana jika ibumu bersikeras menentang hubungan kita?" tanyaku perlahan sambil menahan tangis.
"Aku juga bingung, Dik. Sementara cintaku hanya untukmu, tetapi satu-satunya orang tuaku tak merestuinya. Aku juga belum selesai kuliah. Jujur aku sangat bingung!"
"Baiklah. Biarlah aku mengalah. Aku tak bisa jika orang tuamu menolakku. Relakanlah aku pergi. Carilah seseorang yang memperoleh restu orang tuamu. Aku tak mau kau menjadi anak durhaka, Mas!" bisikku diiringi jatuhnya tetesan air mata.
Hujan pun turun satu-satu. Aku segera meninggalkannya dengan berlari ke arah bangunan yang beratap. Mas Dewo pun segera mengejarku.
"Dik. Tak bisa begitulah. Kamu harus menghargai perasaanku!" teriaknya sambil berlari mengejarku.
Aku duduk di bangku di tepi bangunan terdekat. Mas Dewo mengikutiku. Duduk tepat di sisiku.
"Sudahlah, Mas. Kau pasti bisa melupakanku. Aku pun akan belajar melupakanmu!" kataku sambil menatap tepat pada netranya. "Ibumu pasti memiliki alasan mengapa beliau menolakku. Barangkali itu sebagai pertanda bahwa kita memang tidak berjodoh. Maka, biarkanlah kita masing-masing berjalan mengikuti alur yang ditentukan Tuhan. Percayalah, jika hari ini kau belum dapat melupakanku, lusa pasti kau akan dimampukannya! Selamat tinggal, Mas!" lanjutku sambil beranjak meninggalkannya.