Siang terik sudah meninggalkan persada. Kini mentari  merambat ke arah barat daya. Hampir tergelincir malahan. Senja pun segera tiba.
Panorama di cafe itu kian merona. Swastamita jingga di ufuk barat daya mulai pamer pesona. Pelan dan pasti, senja itu Mita kembali memarkir kendaraan mungilnya. Â Untuk kesekian kalinya.Â
Di area parkir cukup luas itu sudah berjajar beberapa kendaraan. Lagi-lagi Mita memilih tempat yang sama. Di bawah redup lampu taman, dekat rumpun pandan. Seolah tempat itu milik pribadinya.Â
Diayunkan kaki melangkah perlahan menuju sudut caf, tempat favoritnya. Selalu di tempat yang sama. Di bagian ujung timur berdekatan dengan aquarium dinding. Aquarium tempel di sebelah kiri itu menyajikan aneka ikan hias. Â Akan tetapi, perhatian Mita bukan pada aquarium itu, melainkan pada panorama bahari nun di hadapannya.
Mita duduk sendiri seperti biasa. Dipandanginya laut yang membentang agak jauh di depan dengan tatapan kosong.
Dipesan pula secangkir capucino seperti biasa. Pramusaji telah paham apa  maunya. Mata Mita tak lepas dari laut. Ya, laut!Â
Tidak berselang lama, seseorang menghampirinya.
"Mit, sudah lama?" sebuah suara bariton membuyarkan lamunannya.
"Hmm ...," dengusnya.
"Boleh aku duduk?" Mita hanya mengangguk tanpa mempersilakannya duduk.